Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ditjen Pajak Percepat Reformasi Perpajakan Lewat Adaptasi Teknologi

Ditjen Pajak Percepat Reformasi Perpajakan Lewat Adaptasi Teknologi Gedung Dirjen pajak. Merdeka.com/Arie Basuki

Merdeka.com - Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo mengatakan, Ditjen Pajak (DJP) terus melakukan reformasi pajak yang mencakup semua aspek, termasuk di dalamnya pengembangan teknologi informasi. Reformasi ini akan terus dilakukan sebagai persiapan untuk sistem administrasi perpajakan baru pada 2024.

Menurut Suryo, perkembangan yang dilakukan oleh DJP sejauh ini sudah berada di jalur yang benar dengan terus melakukan transformasi perpajakan.

"Reformasi terus dilakukan dengan memperbaiki sistem administrasi perpajakan, sekaligus mempersiapkan diri untuk pelaksanaan implementasi sistem administrasi perpajakan yang baru di tahun 2024," jelas Suryo dalam pembukaan DJP IT Summit 2021 pada Rabu (18/8).

Pengembangan teknologi digital menjadi bagian penting dalam transformasi perpajakan di DJP. Untuk menjawab tantangan perkembangan teknologi, kata Suryo, penggalian potensi ke depan akan berbasis pada data digital dan data mining.

"Upaya ini membutuhkan kapasitas SDM dan sistem yang berkualitas karena penggalian datanya membutuhkan banyak kompetensi yang rumit. Seperti misalnya Artificial Intelligence, teknik statistika, ilmu matematika, machine learning dan sebagainya," jelasnya.

Dia pun menegaskan bahwa perubahan dari konvensional ke digital adalah suatu keniscayaan.

"Memang benar perubahan adalah suatu keniscayaan, transformasi proses bisnis dari konvensional ke digital merupakan tantangan sendiri. Bagi kami, dalam upaya pengamanan penerimaan, kami bertekad menjadikannya sebagai pemantik semangat dan pembuktian bahwa DJP adalah organisasi yang terus berkomitmen untuk beradaptasi dengan perubahan melalui upaya perbaikan yang terus menerus," ungkapnya.

Jalan Panjang Reformasi Perpajakan di Indonesia

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, reformasi perpajakan di Indonesia pertama kali dilakukan sejak 1983 silam. Pada waktu itu, pemerintahan di era Presiden Soeharto mengubah sistem perpajakan dari official assesment menjadi self assesment.

Perubahan ini membuat kewajiban wajib pajak (WP) yang tadinya ditentukan oleh fiskus, kini mengharuskan WP diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri kewajibannya. Adapun fiskus sendiri pada saat itu berfungsi sebagai pembina, pelayan, dan pengawas dari kewajiban perpajakan WP tersebut.

Saat itu pemerintah ingin menempatkan WP sebagai subjek, bukan objek dalam tatanan kehidupan bernegara. Secara eksplisit ini mengajak warga negara berpartisipasi aktif dalam membiayai kebutuhan negara untuk mencapai tujuan negara.

"Indonesia adalah negara berdaulat, merdeka dan untuk mencapai tujuannya maka kita sendiri para warga negara ikut bertanggung jawab berpartisipasi mencapai dan mengupayakan tujuan tersebut," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja bersama Komisi XI mengenai RUU KUP secara virtual, Senin (28/6).

Pada masa tersebut dilakukan juga penyederhanaan jenis pajak yang memunculkan pajak penghasilan atau PPh, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM. Serta pajak bumi dan bangunan menggantikan pajak pendapatan, pajak penjualan, pajak kekayaan, dan beberapa jenis pajak lainnya yang sebagian besar adalah warisan dari penjajahan Belanda.

Kemudian reformasi selanjutnya pada 1991 hingga 2020 menggambarkan berbagai upaya untuk melakukan perubahan. Pada 2001 sistem dan ketentuan perpajakan di Tanah Air dilakukan perbaikan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk menyempurnakan milestone pertama pada 1983 tersebut. Beberapa undang-undang perpajakan dilakukan amandemen.

Pada periode 2002-2008 reformasi perpajakan difokuskan kepada internal dari direktorat perpajakan. Fokusnya adalah penguatan dan perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada di Direktorat Jenderal Perpajakan dan Bea Cukai.

Pada masa itu seluruh organisasi dan proses bisnis diperbaiki, dan dilakukanlah modernisasi kantor-kantor perpajakan terutama dengan membentuk kantor wilayah dan kantor pelayanan pajak atau KPP yang berfokus kepada KPP WP besar. Kemudian KPP Madya dan KPP pratama dibentuk dengan melakukan segmentasi WP dalam memberikan pelayanan dan pengawasan, sehingga berbasis pada risiko dan potensial penerimaan pajaknya serta meningkatkan kepatuhan secara sukarela dari WP.

"Reformasi berlanjut, 2008-2016 fokus pada reformasi periode ini adalah menciptakan rezim perpajakan yang mudah dan bisnis friendly sebagai respons atas perlambatan dari perekonomian RI dan dunia sesudah terjadinya global financial crisis," jelasnya.

Sri Mulyani mengatakan, pada periode tersebut berbagai kebijakan insentif, fasilitas, dan kemudahan di bidang perpajakan diterbitkan dan juga untuk mendukung daya beli masyarakat. Beberapa diantaranya yakni meningkatkan aktivitas dunia usaha dan untuk menarik investor baik dari dalam maupun luar negeri. Lalu ada juga kebijakan kenaikan penghasilan tidak kena pajak atau PTKP dilakukan secara beberapa kali untuk mendukung daya beli.

"Dimulai pada 2009, di mana PTKP waktu itu masih 15,84 juta kemudian 2012-2015 terjadi kenaikan PTKP beberapa kali yang kemudian berakhir pada 2016 dimana PTKP kita telah mencapai 54 juta per tahun," ujarnya.

Bendahara Negara itu mengklaim, perjalanan yang panjang dari reformasi perpajakan sejak 1983 memberikan berbagai hasil. Salah satu penting adalah terjadi perubahan struktur penerimaan negara di dalam APBN. Pada 1983 penerimaan negara didominasi dari penerimaan negara bukan pajak, berasal dari migas 67,6 persen.

Maka pada 2020 jumlah penerimaan perpajakan yang tadinya hanya 22 persen meningkat kontribusinya mencapai 65 persen. "Pajak telah menjadi tulang punggung penerimaan negara. Bahkan 2016 kontribusi perpajakan kita adalah 71 persen di dalam penerimaan negara. Peranan PNBP yang berasal dari SDA turun drastis menjadi hanya 20 persen," jelasnya.

Kemudaian kedua, partisipasi warga negara meningkat akibat adanya reformasi perpajakan. Di dalam waktu membiayai pembangunan terccermin dari WP terdafar, di 2002 baru 2,59 juta orang. Namun pada saat jadi Menteri Keuangan di akhir 2005 akhir pembayar pajak belum mencapai 4 juta, dan sekarang sudah mendekati 50 juta WP.

"Ini penaikan tinggi dan kita akan lihat efektivitasnya. Naiknya WP pribadi merupakan fenomena kesadaran warga negara untuk menjadi WP," tandasnya.

Reporter: Andina Librianty

Sumber: Liputan6

(mdk/bim)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengenal Sistem Perpajakan Baru yang Bakal Dipakai DJP Mulai 2024
Mengenal Sistem Perpajakan Baru yang Bakal Dipakai DJP Mulai 2024

Ditjen Pajak akan mengimplementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax system.

Baca Selengkapnya
Ganjar: Penerimaan Pajak Harusnya Diurusi Lembaga di Bawah Presiden, Bukan Dirjen
Ganjar: Penerimaan Pajak Harusnya Diurusi Lembaga di Bawah Presiden, Bukan Dirjen

Ganjar menjelaskan strateginya untuk meningkatkan rasio pendapatan pajak.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Ingin Sistem Bayar Pajak Semudah Beli Pulsa
Sri Mulyani Ingin Sistem Bayar Pajak Semudah Beli Pulsa

Pajak merupakan suatu kewajiban sebagai bagian dari bangsa dan negara. Pembayaran pajak seharusnya tidak membutuhkan upaya dan kesulitan.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Raup Rp24,9 Triliun dari Pajak Kripto Hingga Fintech
Pemerintah Raup Rp24,9 Triliun dari Pajak Kripto Hingga Fintech

Untuk penerimaan pajak kripto, penerimaan diperoleh dari Rp351,34 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger.

Baca Selengkapnya
Memberatkan, Pajak Progresif Kendaraan Bermotor Bakal Dihapus
Memberatkan, Pajak Progresif Kendaraan Bermotor Bakal Dihapus

Kebijakan pemutihan tidak efektif, masyarakat cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan.

Baca Selengkapnya
Menko Airlangga Pede Rasio Pajak Naik 12 Persen Saat Core Tax Diterapkan
Menko Airlangga Pede Rasio Pajak Naik 12 Persen Saat Core Tax Diterapkan

Core tax administration system adalah suatu sistem teknologi informasi dalam administrasi perpajakan.

Baca Selengkapnya
Tim Transisi Prabowo-Gibran Pastikan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen di 2025
Tim Transisi Prabowo-Gibran Pastikan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen di 2025

Dasco juga mengonfirmasikan jika setoran pajak tahun 2025 telah menghitung kenaikan PPN sebesar 12 persen.

Baca Selengkapnya
Jokowi Target Penerimaan Pajak 2024 Capai RpRp2.307,9 Triliun, Ini 4 Strateginya
Jokowi Target Penerimaan Pajak 2024 Capai RpRp2.307,9 Triliun, Ini 4 Strateginya

Pendapatan negara di 2024 ditargetkan capai Rp2.781,3 triliun, di mana penerimaan perpajakan ditargetkan capai Rp2.307,9 triliun.

Baca Selengkapnya
Core Tax Diyakini Bisa Tingkatkan Efisiensi Pengelolaan Pajak, Begini Penjelasannya
Core Tax Diyakini Bisa Tingkatkan Efisiensi Pengelolaan Pajak, Begini Penjelasannya

Latar belakang pengembangan Core Tax Administration System adalah kebutuhan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.

Baca Selengkapnya
Luhut Dapat Mandat dari Jokowi, Percepat Digitalisasi Kementerian Lembaga
Luhut Dapat Mandat dari Jokowi, Percepat Digitalisasi Kementerian Lembaga

Percepatan tersebut bertujuan mencegah pemborosan belanja untuk infrastruktur digital.

Baca Selengkapnya
Jokowi Minta Belanja Infrastruktur Digital Ditekan: Tak Ada Lagi Aplikasi Baru
Jokowi Minta Belanja Infrastruktur Digital Ditekan: Tak Ada Lagi Aplikasi Baru

Presiden Jokowi meminta agar aplikasi kementerian/lembaga disederhanakan.

Baca Selengkapnya
Muncul Rencana Penyesuaian Pajak Kripto, Pelaku Industri Beri Tanggapan Begini
Muncul Rencana Penyesuaian Pajak Kripto, Pelaku Industri Beri Tanggapan Begini

Dengan pengawasan yang dialihkan ke OJK, maka pajak aset kripto diprediksi akan berubah karena aset tersebut akan diklasifikasikan ulang.

Baca Selengkapnya