Dukung Kemandirian Ekonomi, Rumah Batik TBIG Cetak Generasi Baru Perajin
Melalui Rumah Batik TBIG, pihaknya ingin menghidupkan kembali minat anak muda terhadap budaya membatik.
PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) berkomitmen untuk meningkatkan inklusivitas sosial dan kemandirian ekonomi generasi muda melalui program Rumah Batik TBIG.
"TBIG melihat bahwa batik merupakan bagian dari identitas bangsa Indonesia. Di sisi lain, industri batik juga melibatkan warga masyarakat secara luas. Melihat dimensi ekonomi sosial dan budaya ini, TBIG memutuskan untuk terlibat dan berkontribusi dalam upaya pelestarian dan pengembangan batik" kata Chief Business Support Officer Tower Bersama Infrastructure Lie Si An dikutip dari Antara.
Dia menerangkan, Rumah Batik TBIG merupakan bagian dari inisiatif CSR Tower Bersama Infrastructure di pilar budaya yang diberi nama Bangun Budaya Bersama.
"Kami percaya bahwa konsistensi dan disiplin eksekusi merupakan kunci dari keberhasilan sebuah program CSR. Untuk menjaga keberlanjutan batik, program ini menyasar generasi muda," ujarnya.
Dia menuturkan, melalui Rumah Batik TBIG, pihaknya ingin menghidupkan kembali minat anak muda terhadap budaya membatik, sembari memberikan mereka keterampilan yang dapat digunakan untuk menciptakan kemandirian ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dia mengatakan, program yang sudah berjalan lebih dari satu dekade itu, dirancang menjadi program community development yang komprehensif dan berkelanjutan.
Baginya, Program Rumah Batik tidak hanya memberikan keterampilan dan keahlian membatik tetapi juga kewirausahaan dan pendampingan oleh koperasi binaan, yang memberikan akses permodalan dan pendistribusian barang yang dihasilkan oleh alumni dan pelaku usaha mikro batik di Pekalongan, Jawa Tengah.
"Koperasi pendamping itu bertindak sebagai care taker dengan memberikan kepastian pembayaran tunai kepada perajin," jelasnya.
Cetak Generasi Baru
Program Rumah Batik juga memasukkan aspek lingkungan dalam kurikulumnya. Siswa rumah batik diberikan pembelajaran mengenai proses produksi ramah lingkungan, dengan memasukkan kurikulum pewarna alam dan pengelolaan limbah pewarna.
Dengan demikian, program tersebut tidak hanya melestarikan warisan budaya yang berharga, tetapi juga mencetak generasi baru perajin yang dilengkapi dengan metode produksi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan yang ramah lingkungan.
Sejak berdiri pada 2014, lanjut Lie, Rumah Batik TBIG telah meluluskan ratusan siswa, dan sukses membuka usaha batik secara mandiri.
Pada 2024 ini, Rumah Batik TBIG kembali menggelar wisuda batch ke-5 yang meluluskan 32 siswa yang terdiri atas 20 siswa regular A dan 12 siswa regular B (disabilitas).
Dalam kegiatan wisuda ini, masing-masing lulusan memaparkan rencana kerja yang akan ditekuni setelah lulus dari Rumah Batik TBIG.
Dia berharap Rumah Batik TBIG diharapkan dapat menjadi mitra daerah dan pemerintah untuk mendukung dan mengembangkan industri berbasis kultural dan memastikan bahwa bentuk seni ini tetap hidup bagi generasi mendatang.