Ekonomi Anjlok, Jepang Resmi Masuk Resesi
Padahal ekonom memprediksi angka PDB Jepang kali ini jauh di bawah perkiraan median pertumbuhan sebesar 1,4 persen.
Padahal ekonom memprediksi angka PDB Jepang kali ini jauh di bawah perkiraan median pertumbuhan sebesar 1,4 persen.
Ekonomi Anjlok, Jepang Resmi Masuk Resesi
Jepang Resmi Masuk Resesi
Perekonomian Jepang resmi mengalami resesi. Pertumbuhan ekonomi di Jepang pada kuartal IV-2023 terkontraksi sebesar 0,4 persen (yoy).
Padahal pada kuartal III-2023 ekonomi Jepang sudah turun 3,3 persen (yoy). Sehingga secara teknis, Jepang mengalami resesi.
Mengingat kontraksi 2 kuartal berturut-turut biasanya dianggap sebagai definisi resesi teknis.
Angka PDB Jepang kali ini jauh di bawah perkiraan median pertumbuhan sebesar 1,4 persen dalam jajak pendapat para ekonom.
Namun ekonom menilai, angka PDB Jepang masih mungkin diperdebatkan.
"Apakah Jepang kini telah memasuki resesi masih bisa diperdebatkan," kata Kepala Capital Economics untuk Asia-Pasifik, Marcel Thieliant, seperti dilansir dari Liputan6.com, Kamis (15/2).
Thieliant menjelaskan tingkat pengangguran di Jepang mengalami penurunan ke level 2,4 persen, terendah dalam 11 bulan terakhir.
Terlebih lagi, survei yang dilakukan oleh Bank of Japan menunjukkan kondisi bisnis di semua industri dan ukuran perusahaan berada dalam kondisi terkuat sejak kuartal IV-2018.
Namun dia tak menapikkan, kalau dalam beberapa waktu ke depan pertumbuhan ekonomi di Jepang akan mengalami tren perlambatan.
"Bagaimanapun, pertumbuhan Jepang diperkirakan akan tetap lamban tahun ini karena tingkat tabungan rumah tangga telah berubah menjadi negatif," kata Thieliant.
Melansir CNBC International, resesi terjadi setelah lonjakan inflasi menghambat permintaan domestik dan konsumsi swasta di negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia itu.
Laporan tersebut memperumit kasus normalisasi suku bunga bagi Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda dan dukungan kebijakan fiskal untuk Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
Hal ini juga berarti Jerman mengambil alih posisi Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia pada tahun lalu dalam hal dolar.
Inflasi Jepang Picu Permintaan Domestik Melemah
Pada kuartal IV-2023, tingkat konsumsi swasta di Jepang mengalami penurunan 0,2 persen (qtq) dibandingkan dengan kuartal III-2023.
Berbeda dengan perkiraan median yang memperkirakan ekspansi sebesar 0,1 persen.
Sementara itu, inflasi inti Jepang telah melampaui target Bank of Japan (BoJ) sebesar 2 persen selama 15 bulan berturut-turut.
Namun, BoJ masih melanjutkan rezim suku bunga negatif terakhir di dunia.
Di sisi lain angka PDB yang lebih lemah dari perkiraan pada hari Kamis akan mempertanyakan preferensi BOJ terhadap inflasi di Jepang yang didorong oleh permintaan domestik, yang lebih berkelanjutan dan stabil.
Bank sentral Jepang itu meyakini kenaikan upah akan menghasilkan efek rambatan (multiplier effect) yang lebih bermakna dan mendorong konsumen untuk berbelanja.
Banyak pelaku pasar yang mengharapkan BOJ untuk menjauh dari rezim suku bunga negatif pada pertemuan kebijakan bulan April, setelah negosiasi upah musim semi tahunan mengkonfirmasi tren kenaikan upah yang berarti.
Namun, angka pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan menunjukkan tingginya inflasi merugikan konsumsi domestik.
Meskipun ada prospek upah yang lebih tinggi, dan mungkin memperkuat alasan untuk kebijakan moneter yang lebih longgar dalam jangka waktu yang lebih lama.