Ini Tantangan Dihadapi Pemerintah Selesaikan Masalah Tumpang Tindih Lahan di Indonesia
Dalam 4 bulan terakhir ini, Kementerian ATR berhasil meningkatkan jumlah kantor pertanahan.
Dalam 4 bulan terakhir ini, Kementerian ATR berhasil meningkatkan jumlah kantor pertanahan.
Ini Tantangan Dihadapi Pemerintah Selesaikan Masalah Tumpang Tindih Lahan di Indonesia
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengatakan dalam pelaksanaan kebijakan satu peta menghadapi sejumlah tantangan.
Hal itu disampaikan AHY dalam rapat kerja nasional (Rakernas) One Map Policy Summit 2024 bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Kementerian terkait, di Jakarta, Kamis (11/7).
"Dalam pelaksanaan Kebijakan Satu Peta, baik pada tahap kompilasi maupun integrasi, kami menemukan sejumlah tantangan, yang secara simultan, terus kami carikan solusinya," kata AHY.
Beberapa tantangan di antaranya, yang pertama, belum adanya standarisasi data untuk Informasi Geospasial Tematik (IGT) pertanahan sesuai ketentuan Kebijakan Satu Peta dan Satu Data Indonesia.
"Solusinya, kami merancang regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri, yang mengatur pengelolaan IGT, sehingga bisa memenuhi standar," ujar AHY.
Kedua, masih berprosesnya penyusunan database pertanahan dan ruang yang terintegrasi.
Solusinya, saat ini pihaknya terus melakukan akselarasi validasi dan digitalisasi data pertanahan, terutama di tingkat daerah, yang akan menjadi kunci sukses implementasi Sertipikat Elektronik.
"Program ini, terus kami sosialisasikan secara masif, sesuai dengan arahan Bapak Presiden," ujarnya.
Kementerian ATR/BPN mencatat dalam 4 bulan terakhir ini, pihaknya berhasil meningkatkan jumlah kantor pertanahan (Kantah) yang mampu menjalankan layanan elektronik sebanyak 25 kali lipat. Semula 10 Kantah menjadi 251 Kantah.
Artinya sudah melebihi target 104 Kantah di tahun 2024.
"Sebenarnya, pencapaian ini bukan hanya soal melebihi target tapi juga menjadi bukti keseriusan kami dalam melakukan akselarasi tersebut," ujarnya.
Tantangan ketiga, yakni data yang tersedia belum bisa diakses dan dimanfaatkan secara mudah dan transparan, karena masalah interoperabilitas.
Solusinya, Kementerian ATR/BPN terus meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, seperti Kemenko Perekonomian, Badan Informasi Geospasial, dan Bappenas untuk bisa “bagi-pakai” serta mengakselerasi pertukaran data one map policy ini.
"Selanjutnya, dalam pelaksanaan Kebijakan Satu Peta ini pula, khususnya perbaikan tata kelola pertanahan dan tata ruang ke depan, kami tentunya membutuhkan dukungan dari Badan Informasi Geospasial, untuk mewujudkan Peta Skala Besar 1:5000 guna menyusun RDTR; dan juga untuk penggunaan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) sebagai key register, untuk pemetaan tematik berbasis bidang tanah, dalam Toponimi Peta," pungkasnya.