Kebijakan Satu Peta Percepat Pembangunan Proyek Strategis Nasional dan Kawasan Ekonomi Khusus
KSP tidak hanya sebuah kebijakan, tetapi sebuah perjalanan dinamis yang terus berkembang seiring dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi di lapangan.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa Kebijakan Satu Peta (KSP) menjadi referensi utama dalam pemberian izin, pembangunan, dan perencanaan.
"KSP akan terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih besar di masa depan. Dengan adanya satu peta yang terintegrasi, pemerintah daerah hingga pusat dapat menggunakan data ini sebagai referensi utama dalam pemberian izin, pembangunan, dan perencanaan," ujar Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Virgo Eresta Jaya dalam diskusi daring dikutip dari Antara, Rabu (7/8).
Menurut dia, KSP tidak hanya sebuah kebijakan, tetapi juga sebuah perjalanan dinamis yang terus berkembang seiring dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi di lapangan.
Salah satu tantangan utama dalam KSP yakni sertifikasi tanah yang sering terkendala oleh batas hutan dan lahan sawah yang dilindungi. Selain itu, permasalahan lain juga muncul dari sisi penyiapan rencana tata ruang, pengelolaan kawasan hutan, dan mineral yang ada.
Maka dari itu, guna mengatasi masalah ini Virgo menekankan pentingnya kolaborasi antara masyarakat, kementerian, dan lembaga yang memiliki wilayah kerja masing-masing.
"Kami berharap masyarakat dan kementerian atau lembaga negara (K/L) yang punya wilayah memasang tanda batas sambil kita memperbaiki petanya untuk masuk dalam KSP," ujarnya.
Percepat Pembangunan nasional
Staf Khusus Bidang Percepatan Pembangunan Wilayah, Pembangunan Infrastruktur dan Investasi Koordinator Bidang Perekonomian RI, Wahyu Utomo menjelaskan, KSP dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk mempercepat pembangunan nasional yang sering terhambat oleh tumpang tindih data geospasial. Banyak wilayah yang dijadikan area pembangunan infrastruktur mengalami tantangan tersebut, sehingga menyulitkan proses perencanaan dan eksekusi.
"Pada tahun 2016, pemerintah ingin mempercepat pembangunan infrastruktur sebagai salah satu prioritas untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap). Ketersediaan peta yang akurat menjadi kunci dalam proses ini," ujarnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9).
Dia melanjutkan, dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, KSP mengadopsi pendekatan kompilasi, integrasi, sinkronisasi, dan pengembangan geoportal yang dapat diakses oleh masyarakat. Pada 2016, mandat diberikan untuk mengompilasi 85 peta Informasi Geospasial Tematik (IGT).
Kompilasi dan integrasi sebagian besar peta tematik telah hampir mencapai target 100 persen, dengan hanya menyisakan satu atau dua peta yang belum terintegrasi sepenuhnya. Wahyu memaparkan, setelah integrasi peta selesai, langkah berikutnya adalah sinkronisasi untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan peta-peta yang tumpang tindih.
"Sinkronisasi ini penting untuk memastikan bahwa pembangunan yang sedang berjalan tidak mengalami hambatan karena masalah tumpang tindih lahan. Peta-peta yang masih belum sinkron akan diperbaiki sesuai dengan hasil sinkronisasi," ucap dia.
Ciptakan Efisiensi dan Percepat Pembangunan Proyek Strategis Nasional
Pemerintah mengakselerasi Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy guna mempercepat pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Kebijakan Satu Peta ini diharapkan akan menciptakan suatu efisiensi dan tidak terjadinya tumpang tindih pemanfaatan ruang sehingga proses pembangunan bisa cepat.
Target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 menekankan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6-7 persen, dengan target investasi yang menurutnya cukup menantang, yaitu Rp1.900 triliun. Target tersebut menjadi bagian dari capaian pendapatan per kapita yang di tahun 2045 diharapkan sebesar 30.000 dolar AS.
Untuk mencapai target tersebut, Kebijakan Satu Peta ini menjadi penting karena Kebijakan Satu Peta menjadi bagian dari perizinan dalam OSS (Online Single Submission) atau terkait dengan tata ruang dan ini juga strategis untuk pembangunan PSN dan pengembangan KEK.
Hingga Juli 2024, Kebijakan Satu Peta telah mengumpulkan 151 Peta Tematik dari 23 Kementerian/Lembaga (K/L) di 38 provinsi. Kebijakan Satu Peta juga telah berhasil menyelesaikan masalah tumpang-tindih dengan menurunkan luas ketidaksesuaian pemanfaatan ruang sebesar 19,97 juta hektare.
Kebijakan Satu Peta dan perlunya memperluas manfaat dari percepatan tersebut. Peluncuran Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0 hari ini menandai dibukanya akses informasi untuk masyarakat.