Kebutuhan Minyak & Gas Indonesia Diprediksi Terus Naik Hingga 2050, Ini Penjelasan Kepala SKK Migas
SKK Migas jmenyatakan peningkatan produksi migas dari lapangan yang sudah ada perlu dibarengi pula dengan peningkatan kegiatan eksplorasi secara masif.
Kebutuhan Minyak Naik 139 Persen dan Gas Naik 298 Persen Hingga 2050
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), SKK Migas mencatat kebutuhan migas akan terus meningkat hingga 2050.
Kebutuhan minyak bumi diproyeksikan naik sebesar 139 persen dan gas alam naik sebesar 298 persen.
Meskipun persentase porsi migas dalam bauran energi turun, kebutuhan migas secara volume diperkirakan tetap mengalami peningkatan. Untuk itu, produksi migas harus ditingkatkan agar ketahanan energi nasional tetap terjaga.
“Berdasarkan tren transisi energi, pertumbuhan penggunaan gas akan lebih tinggi dibanding minyak karena gas relatif bersih dan bisa diterima dalam era transisi energi," ujar Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto dikutip dari Antara, Kamis (13/7).
SKK Migas menyatakan, peningkatan produksi migas dari lapangan yang sudah ada perlu dibarengi pula dengan peningkatan kegiatan eksplorasi secara masif.
Langkah itu diperlukan agar produksi migas tetap terjaga dan berkelanjutan seiring adanya penurunan produksi secara alamiah dari lapangan-lapangan tua.
Saat ini, Indonesia masih memiliki cadangan migas yang berpotensi untuk dieksplorasi dan dikembangkan. Untuk bisa mengoptimalkan potensi cadangan migas yang ada, sektor hulu migas Indonesia membutuhkan dukungan investasi berskala besar.
Pemerintah juga berkomitmen mendorong investasi di sektor hulu migas melalui pemberian insentif dan perbaikan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC).
"Tahun ini, investasi di sektor hulu migas ditargetkan mencapai USD 15,54 miliar atau naik 26 persen dibanding pencapaian investasi tahun lalu. Jika dibandingkan rencana peningkatan investasi hulu migas global yang naik 6,5 persen maka menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi Indonesia melampaui rata-rata global," kata Dwi.
Guna mendorong produksi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bakal menggelar The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 (ICIOG 2023) yang akan berlangsung 20-22 September 2023 di Nusa Dua, Bali. Acara tersebut sebagai salah satu upaya mendorong peningkatan investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas)."The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 (ICIOG 2023) adalah puncak kolaborasi bagi seluruh pemangku kepentingan industri hulu migas untuk meningkatkan kerja sama dalam menciptakan iklim investasi dan kreativitas yang mendukung pemanfaatan potensi migas Indonesia secara maksimal," kata Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto
ICIOG 2023 tersebut menjadi ajang pertemuan regulator, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan untuk membahas isu-isu krusial di industri hulu migas, serta menentukan langkah-langkah konkret yang harus diambil guna menjawab tantangan yang ada.
SKK Migas menyebut usaha-usaha menarik investasi melalui forum ICIOG telah dilakukan sejak 2020. Hasilnya, realisasi investasi semakin meningkat.
Pada 2020, realisasi investasi sebesar USD 10,5 miliar. Kemudian pada 2021 naik menjadi USD 11 miliar, pada 2022 menjadi USD 12,1 miliar, dan pada 2023 ini ditargetkan akan tembus di angka USD 15,54 miliar.
SKK Migas menyebut upaya untuk menjaring investasi hulu yang migas yang masif berangkat dari kesadaran bahwa sektor tersebut masih memegang peranan strategis dalam menunjang ketahanan energi nasional. Meskipun Indonesia sedang dalam masa transisi energi menuju pencapaian net zero emission (NZE) 2060, migas tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi. Konsumsi migas diperkirakan naik seiring peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi dan produksi migas, SKK Migas menyebut kehadiran investor juga dibutuhkan guna mendukung pencapaian target NZE 2060 melalui penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture storage/CCS) serta penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (carbon capture utilization and storage/CCUS) di industri hulu migas. Implementasi teknologi CCS/CCUS tersebut bisa dilakukan dengan memanfaatkan cekungan-cekungan hidrokarbon yang sudah tidak lagi memiliki cadangan untuk diproduksikan (depleted reservoir) sebagai fasilitas penyimpanan karbon.Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan karbon yang terbilang besar.
Berdasarkan studi yang dilakukan Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Kementerian ESDM, RI memiliki potensi kapasitas penyimpanan karbon sekitar 2 giga ton CO2 pada depleted reservoir migas yang tersebar di beberapa area serta sekitar 10 giga ton CO2 pada saline aquifer di West Java dan South Sumatra Basin.