Luhut Klaim Penggunaan BBM Rendah Sulfur Bisa Hemat Subsidi Energi hingga Rp90 Triliun
Pemerintah masih godok rencana penggunaan BBM rendah sulfur.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan rencana pemerintah yang akan menggunakan BBM rendah sulfur atau ramah lingkungan, Luhut bilang saat ini masih dalam proses perencanaan. Sebab jika terus menggunakan BBM fosil, masalah polusi tidak akan selesai.
"Kalau kita biarkan ini (BBM fosil) terus itu air pollution (polusi udara) di Jakarta akan sangat parah dan menimbulkan penyakit," kata Luhut.
Luhut bilang penyakit yang ditimbulkan dari polusi udara itu pemerintah harus mengeluarkan hampir Rp38 triliun dari BPJS Kesehatan dan perobatan pribadi.
"Jadi kita harus tangani semua. Tentu kita hati-hati, kita juga mungkin hentikan operasi (PLTU) Suralaya, yang tiga gigawatt karena itu banyak sekali polusinya kita," ujar Luhut.
Bisa Hemat Anggaran Subsidi
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini bilang, Indonesia harus belajar dari China dalam mengatasi polusi udara. Salah satunya dengan menerapkan kebijakan standar emisi karbon yang di buang pada sektor industri.
"Kemudian kita juga belajar dari Tiongkok yang mereka juga berhasil dalam air pollution ini," kata Luhut.
Kemudian, mobil dan sepeda motor listrik atau Electric Vehicle (EV) akan didorong secara bertahap untuk kepentingan hemat subsidi. Luhut bilang jika masyarakat mulai menggunakan kendaraan listrik, diperkiarakan bisa menghemat uang negara untuk subsidi hingga Rp90 triliun.
"Jadi kalau kita lakukan secara bertahap dalam satu tahun ke depan saya kira kita bisa menghemat Rp45 sampai Rp90 triliun, itu angka yang sangat besar kan. Kita bisa gunakan untuk kepentingan yang banyak lagi ke depan," kata Luhut.
BBM Rendah Sulfur Dirilis Tahun 2024
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah berencana merilis BBM rendah sulfur dalam waktu dekat. Menteri ESDM Arifin Tasrif bilang pihaknya sedang mencari bahan pencampur yang bisa mengurangi kandungan sulfur.
"Jadi gini kita cari bahan pencampur yang bisa mengurangi sulfur konten. Sekarang kan kita masih 500 ppm-an. Kalau standarnya Euro 5 kan harus di bawah 50. Menuju itu kan ongkosnya ada. Tapi kilang kita belum kelar sih di Balikpapan," kata Arifin beberapa waktu lalu.