Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengenang Houtman Zainal, dari OB hingga jadi Vice President Citibank Indonesia

Mengenang Houtman Zainal, dari OB hingga jadi Vice President Citibank Indonesia citibank . Tupungato / Shutterstock

Merdeka.com - Pernahkah terbesit di benak anda jika seseorang yang kerap membantu pegawai kantor, kerap disebut office boy, menjadi pucuk tertinggi bank asal Amerika Serikat? Takdir seperti ini yang dijalani oleh Houtman Zainal Arifin.

Houtman Zainal Arifin merupakan pria kelahiran 27 Juli 1950, Kota Kediri, Jawa Timur. Keluarga Houtman Zainal hidup dalam serba pas-pasan. Sekitar tahun 1951, Houtman lulus dari SMA. Dia kemudian memutuskan merantau ke Jakarta, dan tinggal di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Asa Houtman merantau yaitu ingin mengubah keadaan ekonomi keluarga, bisa hidup mapan di ibu kota. Namun, untuk menggapai asa itu bukanlah perkara mudah.

Hidup di Jakarta amat keras. Tidak banyak pilihan pekerjaan bagi lulusan SMA seperti Houtman. Houtman terus ditempa ujian kehidupan ketika sang ayah sakit-sakitan. Berobat ke klinik pun terus ditunda karena tak cukup uang.

Kondisi itu memantik semangat Houtman untuk mencari jalan keluar. Dengan uang Rp2.000 yang ia miliki dari meminjam kepada teman, Houtman berdagang perhiasan imitasi. Dia berjalan kaki, menjajakan dagangannya dari jalan raya hingga ke kolong jembatan

Usaha dagangannya kemudian laku keras, namun ketika ia sudah menuai hasil dari usahanya. Ujian kembali mendera Houtman. Saat berdagang, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menggelar razia. Dagangan Houtman pun berantakan, kotor karena jatuh ke lumpur.

Saat semua dagangan Houtman rusak bercampur lumpur, teman-temannya dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan beliau.

Pada momen ini Houtman menyadari sebuah pelajaran hidup, betapa kerasnya kehidupan ibu kota, tolong menolong merupakan sikap yang tak boleh luntur.

Satu waktu, Houtman sedang beristirahat di kolong jembatan. Sepanjang istirahatnya, ia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih dan berdasi.

Houtman remaja pun ingin berada di posisi seperti itu. Bisa berada di kendaraan yang sejuk, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga ia menanamkan tekad tersebut dalam hati.

Houtman memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka surat lamaran pekerjaan pun dia titipkan.

Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperoleh dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.

Sampai di rumah, beliau melihat ada orang gila wara-wiri di sekitar rumah beliau. Orang gila itu hampir tidak pakai baju. Beliau pada saat itu cuma punya baju 3 pasang. Meski begitu, Houtman tetap memberi sepasang pakaian kepada orang gila itu ditambah sabun dan sisir.

Diterima Sebagai OB

Perbuatan Houtman itu rupanya mendapatkan ganjaran luar biasa. Tiga hari, setelah kejadian itu, dia menerima surat pemberitahuan yang menyatakan Houtman diterima menjadi OB di Citibank. Sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di dunia, The First National City Bank (Citibank), sebuah bank bonafid dari USA.

Jabatan OB dijalani dengan tekun oleh Houtman. Tugasnya adalah membersihkan ruangan kantor, WC, ruang kerja dan ruangan lainnya. Semasa menjadi OB, ia melihat peserta training. Dia terapacu ingin bergabung menjadi peserta training. Hanya saja kapasitas Bahasa Inggris yang ia miliki sangat terbatas.

Akan tetapi, Houtman Zainal Arifin berprinsip, 'Saya harus berbuat. Saya harus pintar.' Houtman "mencuri ilmu" dengan memantau materi kepada peserta training dari luar pintu.

Saban hari, menjadi peserta "selundupan" mengundang perhatian mentor peserta training. Mentor itu kemudian mengajak masuk Houtman, meski dengan nada ketus dan kasar. Beberapa kali mengikuti materi training, hingga akhirnya mentor mengumumkan kepada peserta mentor bahwa Houtman bukanlah peserta, dan tidak akan diuji.

Mendengar itu, Houtman tidak terima. Dia sudah berada di ruangan yang sama, berarti dia sudah menjadi salah satu trainer juga dan juga harus diuji. Pak Houtman lalu menantang diri beliau sendiri, 'Saya harus lulus!' batin beliau. Padahal saingan beliau adalah lulusan Universitas Indonesia, Universitas Michigan, Universitas Ohio, Institut Teknologi Bandung, dan banyak universitas TOP lainnya.

Sementara Houtman merasa bisa lulus SMA saja sudah beruntung. Ia pun tak kecil hati dengan tantangan tersebut. Sampai akhirnya, hasil selama mengikuti training mengantarkannya masuk menjadi 34 peserta yang akan dikirim ke Eropa untuk mendapatkan pelatihan lebih lanjut. Houtman pun berangkat ke Eropa tahun 1978.

Sebagai Office Boy, Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Terkadang, dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore, saat seluruh pekerjaan telah usai, Houtman menambah pengetahuan dengan bertanya-tanya kepada para pegawai.

Dia bertanya mengenai istilah-istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit cukup tahu dengan dengan istilah bank seperti letter of credit, bank garansi, transfer, kliring, dan lain-lain.

Satu hari, Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin photo copy). Ketika itu mesin photo copy sangat langka, dan hanya perusahaan-perusahaan tertentu yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya.

Setiap jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas photo copy untuk mengajarinya. Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin itu. Dan tanpa disadari, mengoperasikan mesin photo copy menjadi pintu masuk masa depan cerah untuk Houtman.

Satu waktu, petugas meskin photo copy sedang tidak dapat masuk kerja. Maka, Houtman lah yang menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai tukang photo copy.

Meski dilihat saat ini, kenaikan jabatan yang dialami Houtman saat itu tidak cukup prestisius. Namun, Hotman merasa itu adalah capaian terbesarnya. Disela-sela kesibukannya Houtman terus menambah pengetahuan dan minat di bidang lain.

Houtman tertegun melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun.

Kepada Houtman, petugas itu mengingatkan agar tidak melakukan kesalahan apapun karena dapat berakibat fatal. Akhirnya, Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada cek, bilyet giro dan dokumen lainnya pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom, tidak boleh menyimpang atau keluar kolom.

Alhasil Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali. Selama mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekadar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari dokumen yang ada.

Kegiatan itu membuat Houtman sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak pengetahuannya ini membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.

Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain, para staf dan atasannya. Sehingga para staf pun tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya.

Diangkat Menjadi Pegawai Citibank Indonesia

Sampai suatu hari, pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA. Kemudian ia pun diangkat menjadi pegawai di bank Citibank tersebut.

Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai bank menjadi berita luar biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi staf, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak konsisten.

Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, 'jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga' begitu rekan sesama OB menggugat.

Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain.

Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru.

Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah bank.

Sekitar 19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City Bank. Houtman kemudian mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak Citibank di Indonesia.

Jabatan tertinggi Citibank sendiri berada di Amerika Serikat, yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia. Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA.

Houtman pun kemudian pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli Citibank Asia Pasifik, menjadi Penasehat Keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang.

Pada hari Kamis, 20 Desember 2012, Houtman Zainal Arifin meninggal dunia pukul 14.20 WIB.

(mdk/azz)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Menteri HAM Pigai Rapat Perdana di DPR: Dulu Saya Tukang Parkir, Tukang Fotokopi Surat Sekarang Menteri
Menteri HAM Pigai Rapat Perdana di DPR: Dulu Saya Tukang Parkir, Tukang Fotokopi Surat Sekarang Menteri

Hal itu disampaikan Pigai saat memperkenalkan diri dalam rapat perdana dengan mitra kerjanya Komisi XIII DPR RI.

Baca Selengkapnya
Mengejutkan Gaji Pertama Hotman Paris saat Kerja di Jakarta Tahun 1982, Masih Naik Bus Dasi Dikantongi
Mengejutkan Gaji Pertama Hotman Paris saat Kerja di Jakarta Tahun 1982, Masih Naik Bus Dasi Dikantongi

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea bocorkan gaji pertamanya kerja di Jakarta tahun 1982. Berapa nominalnya?

Baca Selengkapnya
Robert Kuok: Dari Office Boy Menjadi Raja Gula Asia dan Dirikan Hotel Shangri-La
Robert Kuok: Dari Office Boy Menjadi Raja Gula Asia dan Dirikan Hotel Shangri-La

Bisnisnya di China meliputi perusahaan pembotolan Coca-Cola dan kepemilikan Beijing World Trade Centre.

Baca Selengkapnya
Golkar Berduka, Ini Profil Politikus Senior Chairuman Harahap
Golkar Berduka, Ini Profil Politikus Senior Chairuman Harahap

Kabar duka bagi keluarga besar partai berlogo pohon beringin ini diunggah oleh mantan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga.

Baca Selengkapnya
Anak dan Menantu Jenderal Kopassus Dipanggil Prabowo Subianto, ini Sosok dan Sepak Terjangnya
Anak dan Menantu Jenderal Kopassus Dipanggil Prabowo Subianto, ini Sosok dan Sepak Terjangnya

Berikut sepak terjang anak dan menantu Jenderal Kopassus yang dipanggil Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya
Kisah Mengharukan Robert Kouk, Dulunya Office Boy Kini Jadi Konglomerat Paling Kaya di Malaysia
Kisah Mengharukan Robert Kouk, Dulunya Office Boy Kini Jadi Konglomerat Paling Kaya di Malaysia

Sebelum berada di puncak kekayaan saat ini, Robert Kouk memiliki jalan hidup yang cukup menantang.

Baca Selengkapnya
Dulu Kerja Serabutan, Sekarang Bisa Beli Pesawat Jet Harga Triliunan
Dulu Kerja Serabutan, Sekarang Bisa Beli Pesawat Jet Harga Triliunan

Tahun 2011 dia masih menjadi buruh kasar dan tanpa sengaja bertemu dengan Johan Maulana, penambang batubara Kalimantan.

Baca Selengkapnya
Sosok Lukman Hakim, Teman Dekat Bung Karno yang Pernah Jadi Direktur Bank Dunia
Sosok Lukman Hakim, Teman Dekat Bung Karno yang Pernah Jadi Direktur Bank Dunia

Pria kelahiran Tuban ini tercatat pernah menduduki banyak jabatan strategis.

Baca Selengkapnya