Mengenang Houtman Zainal, dari OB hingga jadi Vice President Citibank Indonesia
Merdeka.com - Pernahkah terbesit di benak anda jika seseorang yang kerap membantu pegawai kantor, kerap disebut office boy, menjadi pucuk tertinggi bank asal Amerika Serikat? Takdir seperti ini yang dijalani oleh Houtman Zainal Arifin.
Houtman Zainal Arifin merupakan pria kelahiran 27 Juli 1950, Kota Kediri, Jawa Timur. Keluarga Houtman Zainal hidup dalam serba pas-pasan. Sekitar tahun 1951, Houtman lulus dari SMA. Dia kemudian memutuskan merantau ke Jakarta, dan tinggal di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Asa Houtman merantau yaitu ingin mengubah keadaan ekonomi keluarga, bisa hidup mapan di ibu kota. Namun, untuk menggapai asa itu bukanlah perkara mudah.
-
Apa yang dilakukan teman kantor? Dengan beberapa ucapan ini, Anda bisa menyampaikan terima kasih sekaligus salam perpisahan yang menyentuh hati.
-
Dimana pria itu bekerja? Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), insiden ini dengan cepat menjadi postingan tren teratas di platform media sosial China Weibo pada tanggal 19 September.
-
Bagaimana karyawan tersebut menjadi terkenal? Insiden ini menjadi viral di media sosial setelah seorang netizen bernama Xiiao Liingzz mengunggah video dan foto Alice Chang, yang tampaknya berasal dari akun Xiaohongshu miliknya.
-
Siapa yang pernah ngaku-ngaku sebagai customer service bank? Ada juga penipu yang bener-bener niat banget. Mereka telepon, pura-pura jadi customer service bank. 'Selamat siang, dengan Andi dari Bank ABC. Kami ingin konfirmasi transaksi Anda sebesar 10 juta rupiah.' Saya jawab, 'Wah, kalau ada uang 10 juta di rekening saya, itu udah penipuan duluan, Mas.'
-
Siapa yang sering dibantu oleh sekretaris dalam hal administrasi harian? Mereka bertanggung jawab dalam mengurus administrasi harian seperti melakukan telepon, menjawab email, dan menerima tamu.
-
Dimana pemuda itu bekerja? Pada Minggu malam, biro pegawai negeri Suzhou, sebuah kota di Provinsi Anhui bagian barat daya, mengumumkan penerimaan rekrutmen kedua untuk tahun ini.
Hidup di Jakarta amat keras. Tidak banyak pilihan pekerjaan bagi lulusan SMA seperti Houtman. Houtman terus ditempa ujian kehidupan ketika sang ayah sakit-sakitan. Berobat ke klinik pun terus ditunda karena tak cukup uang.
Kondisi itu memantik semangat Houtman untuk mencari jalan keluar. Dengan uang Rp2.000 yang ia miliki dari meminjam kepada teman, Houtman berdagang perhiasan imitasi. Dia berjalan kaki, menjajakan dagangannya dari jalan raya hingga ke kolong jembatan
Usaha dagangannya kemudian laku keras, namun ketika ia sudah menuai hasil dari usahanya. Ujian kembali mendera Houtman. Saat berdagang, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menggelar razia. Dagangan Houtman pun berantakan, kotor karena jatuh ke lumpur.
Saat semua dagangan Houtman rusak bercampur lumpur, teman-temannya dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan beliau.
Pada momen ini Houtman menyadari sebuah pelajaran hidup, betapa kerasnya kehidupan ibu kota, tolong menolong merupakan sikap yang tak boleh luntur.
Satu waktu, Houtman sedang beristirahat di kolong jembatan. Sepanjang istirahatnya, ia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih dan berdasi.
Houtman remaja pun ingin berada di posisi seperti itu. Bisa berada di kendaraan yang sejuk, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga ia menanamkan tekad tersebut dalam hati.
Houtman memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka surat lamaran pekerjaan pun dia titipkan.
Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperoleh dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai di rumah, beliau melihat ada orang gila wara-wiri di sekitar rumah beliau. Orang gila itu hampir tidak pakai baju. Beliau pada saat itu cuma punya baju 3 pasang. Meski begitu, Houtman tetap memberi sepasang pakaian kepada orang gila itu ditambah sabun dan sisir.
Diterima Sebagai OB
Perbuatan Houtman itu rupanya mendapatkan ganjaran luar biasa. Tiga hari, setelah kejadian itu, dia menerima surat pemberitahuan yang menyatakan Houtman diterima menjadi OB di Citibank. Sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di dunia, The First National City Bank (Citibank), sebuah bank bonafid dari USA.
Jabatan OB dijalani dengan tekun oleh Houtman. Tugasnya adalah membersihkan ruangan kantor, WC, ruang kerja dan ruangan lainnya. Semasa menjadi OB, ia melihat peserta training. Dia terapacu ingin bergabung menjadi peserta training. Hanya saja kapasitas Bahasa Inggris yang ia miliki sangat terbatas.
Akan tetapi, Houtman Zainal Arifin berprinsip, 'Saya harus berbuat. Saya harus pintar.' Houtman "mencuri ilmu" dengan memantau materi kepada peserta training dari luar pintu.
Saban hari, menjadi peserta "selundupan" mengundang perhatian mentor peserta training. Mentor itu kemudian mengajak masuk Houtman, meski dengan nada ketus dan kasar. Beberapa kali mengikuti materi training, hingga akhirnya mentor mengumumkan kepada peserta mentor bahwa Houtman bukanlah peserta, dan tidak akan diuji.
Mendengar itu, Houtman tidak terima. Dia sudah berada di ruangan yang sama, berarti dia sudah menjadi salah satu trainer juga dan juga harus diuji. Pak Houtman lalu menantang diri beliau sendiri, 'Saya harus lulus!' batin beliau. Padahal saingan beliau adalah lulusan Universitas Indonesia, Universitas Michigan, Universitas Ohio, Institut Teknologi Bandung, dan banyak universitas TOP lainnya.
Sementara Houtman merasa bisa lulus SMA saja sudah beruntung. Ia pun tak kecil hati dengan tantangan tersebut. Sampai akhirnya, hasil selama mengikuti training mengantarkannya masuk menjadi 34 peserta yang akan dikirim ke Eropa untuk mendapatkan pelatihan lebih lanjut. Houtman pun berangkat ke Eropa tahun 1978.
Sebagai Office Boy, Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Terkadang, dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore, saat seluruh pekerjaan telah usai, Houtman menambah pengetahuan dengan bertanya-tanya kepada para pegawai.
Dia bertanya mengenai istilah-istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit cukup tahu dengan dengan istilah bank seperti letter of credit, bank garansi, transfer, kliring, dan lain-lain.
Satu hari, Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin photo copy). Ketika itu mesin photo copy sangat langka, dan hanya perusahaan-perusahaan tertentu yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya.
Setiap jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas photo copy untuk mengajarinya. Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin itu. Dan tanpa disadari, mengoperasikan mesin photo copy menjadi pintu masuk masa depan cerah untuk Houtman.
Satu waktu, petugas meskin photo copy sedang tidak dapat masuk kerja. Maka, Houtman lah yang menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai tukang photo copy.
Meski dilihat saat ini, kenaikan jabatan yang dialami Houtman saat itu tidak cukup prestisius. Namun, Hotman merasa itu adalah capaian terbesarnya. Disela-sela kesibukannya Houtman terus menambah pengetahuan dan minat di bidang lain.
Houtman tertegun melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun.
Kepada Houtman, petugas itu mengingatkan agar tidak melakukan kesalahan apapun karena dapat berakibat fatal. Akhirnya, Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada cek, bilyet giro dan dokumen lainnya pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom, tidak boleh menyimpang atau keluar kolom.
Alhasil Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali. Selama mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekadar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari dokumen yang ada.
Kegiatan itu membuat Houtman sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak pengetahuannya ini membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain, para staf dan atasannya. Sehingga para staf pun tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya.
Diangkat Menjadi Pegawai Citibank Indonesia
Sampai suatu hari, pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA. Kemudian ia pun diangkat menjadi pegawai di bank Citibank tersebut.
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai bank menjadi berita luar biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi staf, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak konsisten.
Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, 'jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga' begitu rekan sesama OB menggugat.
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain.
Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru.
Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah bank.
Sekitar 19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City Bank. Houtman kemudian mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak Citibank di Indonesia.
Jabatan tertinggi Citibank sendiri berada di Amerika Serikat, yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia. Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA.
Houtman pun kemudian pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli Citibank Asia Pasifik, menjadi Penasehat Keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang.
Pada hari Kamis, 20 Desember 2012, Houtman Zainal Arifin meninggal dunia pukul 14.20 WIB.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hal itu disampaikan Pigai saat memperkenalkan diri dalam rapat perdana dengan mitra kerjanya Komisi XIII DPR RI.
Baca SelengkapnyaPengacara kondang Hotman Paris Hutapea bocorkan gaji pertamanya kerja di Jakarta tahun 1982. Berapa nominalnya?
Baca SelengkapnyaBisnisnya di China meliputi perusahaan pembotolan Coca-Cola dan kepemilikan Beijing World Trade Centre.
Baca SelengkapnyaKabar duka bagi keluarga besar partai berlogo pohon beringin ini diunggah oleh mantan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga.
Baca SelengkapnyaBerikut sepak terjang anak dan menantu Jenderal Kopassus yang dipanggil Prabowo Subianto.
Baca SelengkapnyaSebelum berada di puncak kekayaan saat ini, Robert Kouk memiliki jalan hidup yang cukup menantang.
Baca SelengkapnyaTahun 2011 dia masih menjadi buruh kasar dan tanpa sengaja bertemu dengan Johan Maulana, penambang batubara Kalimantan.
Baca SelengkapnyaPria kelahiran Tuban ini tercatat pernah menduduki banyak jabatan strategis.
Baca Selengkapnya