Pasar Tanah Abang di Ujung Senja, Dulu Primadona kini Tak Jadi Pilihan Utama Pelanggan
Meskipun Hari Raya semakin dekat, suasana pasar yang biasanya penuh sesak justru tampak lebih lengang.

Setiap menjelang Idul Fitri, Pasar Tanah Abang di Jakarta biasanya menjadi pusat keramaian. Ribuan pengunjung dari berbagai penjuru Indonesia berbondong-bondong datang untuk berburu pakaian dan kebutuhan lainnya untuk merayakan Lebaran. Namun, tahun ini ada yang berbeda. Meskipun Hari Raya semakin dekat, suasana pasar yang biasanya penuh sesak justru tampak lebih lengang. Fenomena ini menjadi perbincangan hangat di kalangan pedagang dan pengunjung.
Baim, seorang pedagang veteran di Pusat Grosir Metro Tanah Abang (PGMTA), merasakan langsung dampak dari berkurangnya pengunjung. Dengan pengalaman bertahun-tahun berjualan di pasar ini, ia menilai penurunan jumlah pembeli cukup signifikan.
"Pembeli ada, tapi enggak sebanyak biasanya. Bahkan banyak yang cuma tanya harga, setelah itu pergi tanpa membeli," ungkap Baim saat ditemui di pasar pada Selasa, 18 Maret 2025.
Perubahan pola belanja yang terjadi di Tanah Abang memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Baim menyebutkan beberapa faktor yang berkontribusi pada fenomena ini. Salah satunya adalah kondisi cuaca yang tidak mendukung. Sebagian besar pembeli datang dari luar Pulau Jawa, seperti Sumatera dan Sulawesi, yang sering mengalami kendala dalam pengiriman barang.
"Di awal tahun, terutama pada bulan Januari hingga Februari, banyak pengiriman yang terlambat. Beberapa pelanggan bahkan meminta agar barang dikemas dengan lapisan ganda untuk menghindari kerusakan selama perjalanan," jelasnya.
Keterlambatan pengiriman ini jelas berdampak pada bisnis para pedagang, yang mengandalkan kedatangan barang tepat waktu untuk memenuhi permintaan.

Perubahan Pola Belanja
Namun, kendala logistik hanyalah salah satu dari banyak faktor yang memengaruhi kondisi pasar. Fenomena lain yang turut mengubah lanskap belanja di Pasar Tanah Abang adalah tren belanja online.
Belanja secara daring yang semakin berkembang membuat banyak pedagang pasar tradisional tergerus, termasuk di Tanah Abang.
"Banyak yang belanja di sini untuk dijual lagi di marketplace, mereka memberi merek sendiri pada produk yang mereka beli. Bahkan yang sudah punya skala besar, sekarang lebih memilih untuk memproduksi barang sendiri agar lebih efisien," tambah Baim.
Baim juga mencatat bahwa daya beli masyarakat, terutama dari luar Pulau Jawa, turut menurun. Jika beberapa tahun lalu mereka berani membeli barang dalam jumlah besar untuk dijual kembali, kini mereka lebih berhati-hati dalam berbelanja.
"Sekarang banyak yang hanya membeli sedikit, bahkan ada yang cuma mengambil satu seri (4-6 potong), tergantung warna dan motif yang tersedia," tuturnya.
Meski demikian, Baim tetap berharap pasar Tanah Abang akan kembali ramai menjelang Idul Fitri, meskipun perubahan ini tampaknya sudah menjadi bagian dari dinamika pasar yang tak terhindarkan.
"Semoga saja ada peningkatan lagi, karena Tanah Abang tetap menjadi pusat perdagangan yang tak tergantikan," harapnya.
