Penerimaan Pajak 2023 Diprediksi Lampaui Target Rp1.818,2 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimis outlook penerimaan pajak tahun ini bisa melebihi target yang sudah ditentukan sebesar Rp1.818,2 triliun.
Penerimaan Pajak 2023 Diprediksi Lampaui Target Rp1.818,2 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimis outlook penerimaan pajak tahun ini bisa melebihi target yang sudah ditentukan sebesar Rp1.818,2 triliun atau mencapai 105,8 persen.
Meskipun melampaui target, pertumbuhan penerimaan pajak diperkirakan hanya mencapai 5,9 persen. Ini jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 34,3 persen.
"Jadi ini di satu sisi kombinasi antara kewaspadaan bahwa trennya mulai berbalik, namun kita masih mempertahankan penerimaan, sehingga kita bisa mencapai di atas target sebesar 105,8 persen," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) Banggar DPR RI, Jakarta, Senin (10/7).
Merdeka.com
Sementara itu, untuk penerimaan bean dan cukai yang mencapai kontraksi 18,8 persen di semester I-2023, dia memperkirakan semester II-2023 akan mengalami hal yang relatif lebih baik dibandingkan semester I-2022. "Kami memperkirakan semester 2 akan mengalami hal yang relatif lebih baik. Terutama kita lihat untuk beberapa penerimaan sumber daya alam," imbuhnya.
Namun, tarif bea keluar dari produk mineral dengan adanya proses hilirisasi juga memberikan kontribusi terhadap penerimaan bea, sehingga pada akhir tahun kepabeanan dan cukai diperkirakan akan terkumpul Rp300,1 triliun. Artinya 99 persen dari target tahun ini.
"Ini masih cukup baik karena bea dan cukai selama pandemi tiga tahun berturut-turut tidak pernah mengalami kontraksi penerimaan. Jadi ini berkontraksi karena adanya normalisasi harga dari komoditas," tambahnya.
Sementara itu, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengapresiasi kinerja pemerintah pada sektor perpajakan.
Meskipun di tengah gempuran isu miring terkait perpajakan, pemerintah masih bisa mempertahankan kinerja penerimaan perpajakan.
Berdasarkan catatan yang diterima Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah, realisasi penerimaan pajak pada akhir Juni 2023 mencapai Rp970,2 triliun atau 56,5 persen dari target. Penerimaan pajak tumbuh 9,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kemudian penerimaan pajak ditopang oleh PPh Badan yang tumbuh 26,2 persen (yoy) dan PPN Dalam Negeri yang tumbuh 19,5 persen (yoy). Kendati demikian, Pemerintah harus melakukan mitigasi atas kinerja penerimaan cukai yang tumbuh negatif 18,8 persen. Realisasi penerimaan bea cukai mencapai Rp135,4 triliun. "Padahal pada tahun tahun sebelumnya, kinerja penerimaan cukai senantiasa melebihi target, dan menopang pendapatan negara," kata Said.Banggar juga mengapresiasi Pemerintah atas meningkatnya PNBP pada semester I-2023 sebesar Rp302,1 triliun atau meningkat 5,5 persen (yoy).
Menurut Said, tingginya PNBP ini patut disyukuri, karena kinerja komoditas non migas tumbuh spektakuler sebesar 94,7 persen (yoy).
Adapun realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Juni 2023 mencapai Rp1.255,7 triliun atau telah mencapai 41 persen dari target belanja dalam APBN 2023 sebesar Rp3.061,2 triliun. "Kita harapkan pemerintah bisa melakukan percepatan spending, agar memberikan efek ungkit lebih awal bagi perekonomian nasional, namun harus disertai dengan prinsip tata Kelola penggunaan keuangan negara dengan baik," ujarnya.
Sementara itu, realisasi anggaran sampai dengan akhir Juni 2023, terdapat surplus sebesar Rp152,3 triliun, dengan keseimbangan primer surplus Rp368,2 triliun. Pencapaian ini diharapkan bisa menekan kebutuhan pembiayaan yang bersumber dari SBN maupun pinjaman, yang kerap kali menjelma menjadi serangan politik bagi pemerintah. "Terlebih lagi saat ini kita memasuki tahun politik. Lebih dari itu untuk menjaga keberlangsungan fiskal kita lebih sehat," ujarnya.
Demikian, secara kualitatif belanja negara sangat penting dalam menopang dan menjaga kesejahteraan rakyat. Berdasarkan dokumen World Bank Group country classifications by income level for FY24, pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita mencapai USD4.580 atau setara sekitar Rp 68,7 juta pada 2022. Nilai ini meningkat 9,8 persen dari tahun sebelumnya sebesar USD4.170 atau sekitar Rp 62,55 juta.
"Posisi ini menempatkan Indonesia kembali masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah atas, yakni jembatan penting untuk naik kelas menjadi negara maju," pungkasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com