Pengusaha Ritel: Fatwa MUI Haramkan Produk Terafiliasi Israel Berpotensi Timbulkan Pengangguran
Aprindo pun mempertanyakan apakah ada kajian dan observasi resmi terkait fatwa tersebut.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menilai dikeluarkannya fatwa baru itu merugikan hak konsumen.
Pengusaha Ritel: Fatwa MUI Haramkan Produk Terafiliasi Israel Berpotensi Timbulkan Pengangguran
Pengusaha Ritel: Fatwa MUI Haramkan Produk Terafiliasi Israel Berpotensi Timbulkan Pengangguran
Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu telah mengeluarkan fatwa bahwa membeli produk yang mendukung Israel hukumnya haram.
Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang hukum dan HAM MUI, Ikhsan Abdullah menegaskan, langkah MUI mengeluarkan fatwa terhadap pemboikotan terhadap produk-produk terafiliasi Israel adalah cara perlawanan atas aksi kejahatan kemanusiaan dari negara pimpinan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menilai dikeluarkannya fatwa baru itu merugikan hak konsumen.
Aprindo pun mempertanyakan apakah ada kajian dan observasi resmi terkait fatwa tersebut. Pasalnya hak konsumen itu adalah memilih, membeli dan mendapatkan produk. Maka ketika produk-produk yang dinilai mendukung Israel diharamkan, hak konsumen tercoreng.
"Kita perlu mempertanyakan observasi yang dibilang atau dikaitkan dengan Israel, itu bagaimana relevansinya. Silakan semua orang boleh beropini dan pendapat, tapi pengkajian dan observasinya sejauh mana?," kata Roy Mandey dalam konferensi Pers atas Ajakan dan aksi Boikot pada Produk/Brand Makanan dan Minuman pada sektor perdagangan Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/11).
Roy menegaskan, bahwa hak memilih, membeli, mengkonsumsi adalah hak konsumen yang mutlak. Oleh karena itu, hak konsumen perlu dijaga marwahnya.
"Karena konsumen ketika berbelanja ketika mereka konsumsi, maka kontribusinya ke ekonomi. Karena konsumsi rumah tangga kita 51,8 persen dari konsumsi rumah tangga," ujarnya.
Selain merugikan hak konsumen, fatwa tersebut juga berdampak pada bisnis ritel. Sebab, banyak produk-produk yang dinilai pro Israel diproduksi di dalam negeri, dan juga mempekerjakan tenaga kerja di Indonesia.
Menurutnya, jika permasalahan ini tidak cepat diselesaikan maka akan mengganggu produktivitas bisnis ritel, dan juga akan berpengaruh terhadap investasi, pertumbuhan ekonomi akan turun, bahkan bisa menciptakan pengangguran baru.
"Bisa kita bayangkan ketika tergerus produsennya atau supplier, maka investasi bisa hilang dan kandas, pertumbuhan tidak bisa terjadi, bahkan yang paling engga mau dilakukan pengusaha pengurangan tenaga kerja atau PHK. Bagaimana mungkin kalau produktivitas turun bagaimana membayarkan tenaga kerja," katanya.
Oleh sebab itu, pengusaha ritel berharap pemerintah bisa cepat tanggap dalam menyelesaikan permasalahan ini.
"Pemerintah harus hadir dalam membaca atau melihat situasi dan kondisi. Perlu ada langkah-langkah yang relevan dan adaftif oleh Pemerintah dalam membaca situasi dan kondisi saa ini," pungkasnya.