Sanawi, Juragan Es Krim yang Baru Bisa Baca Tulis di Usia 35 Tahun karena Miskin
Merdeka.com - Baru bisa membaca dan menulis di usia 35 tahun, namun mampu memiliki bisnis dengan omzet miliaran per bulan. Nasib ini yang dijalani Sanawi, juragan es krim.
Sanawi merupakan pria kelahiran tahun 1974 di Blora, Jawa Tengah. Kemiskinan keluarga membuatnya hanya mampu mengenyam pendidikan hingga kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Sejak kecil hingga remaja, dia hanya bekerja sebagai penggembala sapi milik tetangganya. Pekerjaan ini seperti turun temurun dari pekerjaan orang tuanya.
Orang tua Sanawi tak ingin anaknya berkutat di kehidupan yang tak kunjung berubah. Sanawi diminta merantau ke Jakarta, kebetulan tetangganya saat itu juga ada yang akan berangkat ke Jakarta.
-
Kenapa Ibu Normayanti rela tinggal jauh dari keluarga? Saat itu, Norma harus menempuh perjalanan dengan sepeda motor selama 2,5 jam dari Tebing Tinggi untuk sampai di sekolah. Bukan hanya persoalan waktu tempuh. Dia juga harus melewati selat untuk sampai di Desa Peranggas. Alat transportasi yang digunakan berupa kempang atau perahu kayu.'Untuk sampai ke sekolah, harus berangkat dari ibu kota kabupaten menyeberangi selat. Berangkat pakai kempang atau perahu yang biasa dipakai masyarakat Rangsang menuju kabupaten, itu 30 menit ke Desa Peranggas,' kata ibu 2 anak ini.
-
Kenapa Jaka merantau ke negeri orang? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Mengapa nenek Jorien tinggal di Jakarta? 'Dia bekerja di Jakarta, dan bertemu kakek saya di sini. Mereka jatuh cinta dan langsung menikah saat kembali ke Belanda pada tahun 1950,' kata Jorien dikutip dari kanal YouTube Candrian Attahiyyat.
-
Kenapa mertua Indah datang ke Jakarta? Mertua Indah Permatasari beberapa waktu lalu datang ke Jakarta mengunjungi anak, menantu dan cucu mereka.
-
Mengapa Nenek Satikem tidak pulang ke Kebumen? 'Jika kangen paling lihat foto. Di sana saya kan harus kerja dan uangnya belum cukup untuk pulang. Jadi hanya bisa lihat foto yang dibawa dari kampung,' ujar Nenek Satikem dikutip dari Liputan6.com.
-
Kenapa orang tua Gigih Indah menghalangi impian nya? Walaupun orang tua menghalangi sekalipun, namun mereka tetap gigih mengejar impian mereka.
Di usia 16 tahun, dengan uang Rp7.500, Sanawi berangkat ke Jakarta. Namun, tetangganya yang berangkat bersama justru meninggalkan Sanawi sendirian di terminal. Sanawi bingung, dia pun memutuskan kembali ke Blora. Sepanjang perjalanan dia menangis.
Kembali Merantau ke Jakarta
Mengalami kondisi menyakitkan, Sanawi kembali bertekad untuk kembali ke Jakarta meski hanya sendiri. Dia kembali merantau, dan tiba di Terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur. Di Jakarta, Sanawi bekerja serabutan.
Di tahun 2006, Sanawi pindah ke Samarinda bersama teman-teman proyek tempat dia bekerja. Setahun di Samarinda hidupnya tidak ada perubahan signifikan. Dia berpikir untuk mencari penghasilan tambahan.
Satu waktu, dia bertemu temannya yang berjualan es krim. Sanawi berinisiatif menawarkan diri untuk ikut berjualan es krim. Dengan menggunakan sepeda, Sanawi kemudian mulai berjualan es krim. Modal yang dikeluarkan Sanawi untuk berjualan es krim yaitu Rp60.000. Itu pun hasil pinjam dari temannya.
Setiap hari dia pergi berkeliling dengan sepeda untuk menjual es krim buatan salah satu merk ternama dengan harga Rp1.000. Proses ini kemudian membuahkan hasil. Dalam sehari, Sanawi berhasil mengumpulkan keuntungan sebesar Rp150.000.
Jualan Es Krim Menjanjikan
Sanawi sadar jika menjual es krim itu sangat menjanjikan dengan. Dia kemudian menekuni bisnis ini. Selama merintis usaha ini, hidup Sanawi sangat hemat. Dia mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, bahkan dia memiliki prinsip "pantang makan sebelum laku".
Akhirnya, kerja keras Sanawi mampu untuk membeli mobil dan motor. Kendaraan itu dia gunakan sebagai penunjang usaha es krim. Sanawi tidak mau diam diri, dia ingin usahanya terus berkembang. Maka dari itu dia bergaul dengan para pebisnis es krim.
Dia kemudian mengajak rekannya yang berprofesi kuli bangunan untuk berjualan es krim. Nantinya, es krim tersebut dipasok dari Sanawi. Dari sini kemudian pengecer es krim di bawah Sanawi terus berkembang. Sanawi menjelma menjadi distributor es krim.
Hingga tahun 2020-an, Sanawi sudah punya 700 pengecer yang dilayani 27 sub distributor es krim yang tersebar di berbagai wilayah seperti Samarinda, Makassar, Manado, Batam, dan Jakarta. Ia bermimpi es krimnya bisa tersebar di Indonesia.
Sanawi juga memiliki pabrik cone es krim di Kudus, Jawa Tengah. Dalam sehari, pabriknya mampu produksi 40.000 cone es krim. Selama menjalani bisnis, sang anak yang mengajarkan Sanawi membaca dan menulis.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bapak satu anak ini kehabisan uang sehingga tidak bisa pulang naik kendaraan umum.
Baca Selengkapnya