September Deflasi, Pemerintah Harus Waspada Potensi Pelemahan Daya Beli
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal angkat suara terkait deflasi September 2019 yang mencapai 0,27 persen. Menurut dia, pada bulan September memang cenderung terjadi deflasi mengikuti pola selama ini.
"Sebetulnya di September, kecenderungan setiap tahun memang inflasi mengalami penurunan secara siklus. Di tahun-tahun yang lalu saya sebetulnya kita alami deflasi di bulan September. Jadi kalau secara siklus bulanan itu relatif wajar kemudian deflasi di bulan September," kata dia kepada Merdeka.com, Rabu (2/10).
Hal ini disebabkan tidak adanya faktor-faktor pendorong inflasi pada bulan September, seperti hari raya atau aktivitas masyarakat dalam jumlah masif yang mengerek inflasi. "Tidak ada faktor-faktor yang mendorong kenaikan harga barang pada bulan September. Kalau bulan Juni saat Lebaran, itu kan permintaan meningkat sehingga harga-harga meningkat, transportasi juga meningkat, tiket pesawat," jelas dia.
-
Mengapa deflasi bulan September 2024 dianggap signifikan? 'Deflasi yang terjadi di bulan September 2024 ini lebih signifikan dibandingkan dengan bulan Agustus 2024, dan ini merupakan deflasi bulanan kelima yang terjadi sepanjang tahun 2024,' jelas Plt. Kepala BPS, Amalia A. Widyasanti, dalam siaran pers yang dirilis pada Selasa, 1 Oktober 2024.
-
Kapan deflasi di Indonesia terjadi? Badan Pusat Statistik (BPS) menginformasikan bahwa Indonesia mengalami deflasi lagi pada bulan September 2024.
-
Siapa yang menyatakan deflasi mengancam daya beli? Definisi Deflasi Dengan terjadinya deflasi secara beruntun dalam lima bulan terakhir, terdapat kekhawatiran bahwa daya beli masyarakat mulai melemah.
-
Kenapa inflasi tinggi merusak daya beli? Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak daya beli masyarakat, menyebabkan ketidakpastian ekonomi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
-
Mengapa Airlangga Hartarto membahas deflasi? Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, merespon terkait deflasi yang dialami Indonesia secara 5 bulan berturut-turut. Tercatat pada September 2024, RI kembali deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan.
-
Bagaimana deflasi dihitung oleh BPS? BPS mencatat bahwa pada bulan tersebut, terjadi deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan, yang menyebabkan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 di bulan Agustus 2024 menjadi 105,93 di bulan September 2024.
"Kemudian bukan Agustus saat tahun ajaran baru, itu harga barang-barang terkait pendidikan itu meningkat. Di bulan September tidak ada (faktor) yang mendorong inflasi. Setelah September menjelang akhir tahun mulai lagi harga barang karena menjelang liburan liburan," lanjut dia.
Meskipun demikian, deflasi September tetap harus diwaspadai. Sebab jauh lebih dalam jika dibandingkan dengan deflasi pada periode yang sama di tahun 2018 sebesar 0,18 persen.
"Hanya yang perlu dikhawatirkan deflasi di bulan September tahun ini lebih dalam deflasinya dibandingkan tahun lalu dan juga tahun sebelumnya," urainya.
Karena itu, meskipun deflasi September tidak menunjukkan pelemahan daya beli, namun jika melihat deflasi September yang lebih dalam dibandingkan tahun sebelumnya, maka indikasi pelemahan daya beli perlu diwaspadai.
"Jadi memang perlu diwaspadai terhadap gejala-gejala pelemahan daya beli. Kita bandingkan dengan indikator-indikator yang lain, bukan hanya indikator inflasi, misalkan dari penjualan retail, kemudian performa industri manufaktur, itu memang mengalami industri manufaktur kontraksi, penjualan retail itu mengalami perlambatan yang sangat signifikan di beberapa bulan terakhir. Ini memang gejala untuk perlambatan daya beli, atau konsumsi itu memang ada," tandasnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sedangkan secara tahun kalender ataupun year to date (ytd) terjadi inflasi sebesar 0,74 persen.
Baca SelengkapnyaDeflasi pada periode 1999 terjadi selama tujuh bulan berturut-turut. Dalam catatannya, deflasi terjadi pada Maret hingga September.
Baca SelengkapnyaLaju inflasi masih terjaga, hanya saja tren deflasi akan mengganggu daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) meminta publik memeriksa betul apa penyebab dari deflasi tersebut.
Baca SelengkapnyaMenurut pemerintah, deflasi saat ini dipengaruhi oleh penurunan permintaan pasar global akibat konflik internasional.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), komponen inti mengalami inflasi 0,16 persen dengan andil 0,10 persen.
Baca SelengkapnyaTomsi mengimbau stakeholder terkait untuk menindaklanjuti apabila masih menjumpai adanya kenaikan harga produk tertentu di daerah.
Baca SelengkapnyaDeflasi periode ini lebih dalam ketimbang Mei dan Juni 2024.
Baca SelengkapnyaMendag menyampaikan bahwa situasi deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut memberatkan para pedagang dan petani.
Baca SelengkapnyaKategori makanan, minuman dan tembakau, jadi kelompok menjadi penyumbang deflasi 4 bulan berturut-turut.
Baca SelengkapnyaKenaikan inflasi pada sektor transportasi turut memperburuk daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaDeflasi berturut-turut terjadi sejak Mei hingga Agustus 2024. Per Agustus 2024, BPS mencatat deflasi 0,03 persen.
Baca Selengkapnya