Sri Mulyani Blak-blakan Nasib Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Tensi ketegangan antara Amerika dan China cukup berdampak terhadap perekonomian Indonesia.
Hubungan yang kian memanas antara Republik Rakyat China dan Amerika Serikat telah menjadi pemantik utama ketidakstabilan ekonomi global.
Ketegangan ini tidak hanya melibatkan perang dagang dan sanksi teknologi, tetapi juga menimbulkan dampak domino pada sistem ekonomi internasional, khususnya bagi Indonesia.
Menurut Sri Mulyani, tensi dari ketegangan ini sejauh ini terus meningkat. Dengan begitu, akan berdampak pada perekonomian Indonesia di tahun 2025 mendatang.
"Tensinya bukannya menurun, tapi justru makin meningkat dan ini yang akan mewarnai ekonomi kita tahun 2025 ke depan," terangnya dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan RI pada Rabu (11/12).
Sebagai dua raksasa ekonomi dunia, konflik ini menciptakan ketidakpastian yang meluas, terutama di sektor perdagangan, investasi, dan manufaktur global.
Ketegangan dimulai sejak era pemerintahan Presiden Donald Trump yang memperkenalkan serangkaian kebijakan proteksionis terhadap China.
Hal tersebut memukul ekspor China, mempersempit akses ke teknologi canggih, dan memperburuk ketidakseimbangan perdagangan antara kedua negara.
Bagi China, ketegangan ini memperbesar tekanan pada sektor manufakturnya, yang sudah tertekan oleh lemahnya permintaan domestik.
Sebagai salah satu pusat manufaktur dunia, stagnasi manufaktur China yang kini berada di titik impas (indeks manufaktur di level 50) turut menghambat pertumbuhan sektor ini secara global.
Efek Ganda Pada Ekonomi Domestik China
Tekanan eksternal dari AS memperburuk sejumlah tantangan domestik yang dihadapi China. Salah satu yang paling mencolok adalah krisis di sektor properti.
Penurunan tajam dalam pembangunan dan penjualan properti sejak tahun 2023 menyebabkan stagnasi ekonomi, mengingat sektor ini sebelumnya menjadi penggerak utama pertumbuhan.
Dampak melemahnya sektor properti juga dirasakan oleh pemerintah daerah, yang sangat bergantung pada pendapatan dari penjualan tanah.
Akumulasi utang pemerintah lokal menjadi penghalang untuk meluncurkan stimulus fiskal yang signifikan. Ditambah lagi, konsumsi domestik yang lemah memicu deflasi, memperlambat pemulihan ekonomi secara keseluruhan.
Dampak Global dari Konflik
Ketegangan ini tidak hanya berdampak pada ekonomi China, tetapi juga memiliki konsekuensi besar pada ekonomi global.
Sebagai dua raksasa ekonomi, hubungan China dalam AS memainkan peran penting dalam rantai pasok internasional.
Ketidakpastian yang diciptakan oleh konflik ini mengganggu perdagangan global, melemahkan investasi lintas negara, dan memperburuk tekanan pada sektor manufaktur.
Banyak negara berkembang yang bergantung pada permintaan China untuk bahan baku atau ekspor manufaktur, kini menghadapi perlambatan ekonomi.
Selain itu, pelemahan permintaan dari China, sebagai salah satu konsumen terbesar di dunia, turut menekan harga komoditas global.
Langkah-Langkah Pemulihan yang Belum Efektif
Pemerintah China telah mencoba mengatasi situasi ini melalui serangkaian kebijakan fiskal dan moneter. Pemotongan suku bunga, penyediaan likuiditas bagi perbankan, serta ekspansi anggaran menjadi bagian dari upaya pemulihan.
"Beberapa lakukan yang dilakukan oleh pemerintah RRT dalam bentuk stimulus fiskal dan moneter sudah diumumkan, namun dampak untuk bisa mengatasi secara memadai belum terlihat," imbuhnya.
Dalam situasi ini, stabilisasi hubungan antara kedua negara tidak hanya penting bagi ekonomi China, tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia di masa mendatang.
Reporter Magang: Thalita Dewanty