Tanda-Tanda Transaksi Pay Later Makin Laris Jelang Lebaran
Transaksi digital semakin merajai kehidupan sehari-hari.

Saat Lebaran semakin dekat, masyarakat mulai mempersiapkan berbagai kebutuhan, mulai dari pakaian hingga makanan untuk merayakan hari kemenangan. Namun, di balik antusiasme persiapan tersebut, tren penggunaan layanan Buy Now, Pay Later (BNPL) dan pinjaman daring (Pindar) diprediksi akan mengalami lonjakan.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, dalam konferensi pers yang diadakan pada 4 Maret 2025.
Agusman menjelaskan bahwa prediksi ini didasarkan pada data historis yang menunjukkan peningkatan pembiayaan BNPL selama periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebagai contoh, data menunjukkan adanya lonjakan pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan pada April 2024, dibandingkan dengan Maret 2024. Selain itu, peningkatan signifikan juga tercatat dalam sektor pinjaman daring.
“Bercermin dari fakta tersebut, kami memperkirakan pembiayaan BNPL dan Pindar akan kembali meningkat menjelang Lebaran tahun ini,” ujar Agusman.
Angka Menunjukkan Pertumbuhan Pesat
Laporan terbaru mencatatkan lonjakan signifikan pada Januari 2025, di mana pembiayaan BNPL mengalami kenaikan sebesar 41,9% dibandingkan tahun sebelumnya (YoY). Nilai total pembiayaan BNPL mencapai Rp7,12 triliun, meskipun tingkat kredit bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF) tetap berada di angka 3,7%.
Di sisi lain, sektor pinjaman daring (peer-to-peer lending/P2P) juga menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Pada Januari 2025, pembiayaan di sektor ini meningkat 29,94% YoY, dan nominal total pembiayaan mencapai Rp78,50 triliun. Meskipun demikian, tingkat risiko kredit macet atau Tingkat Keberhasilan Bayar 90 Hari (TKB90) tetap terkendali di level 2,52%.
“Peningkatan permintaan terhadap BNPL dan Pindar mencerminkan daya beli masyarakat yang tinggi. Selain itu, digitalisasi transaksi yang pesat, terutama di kalangan generasi muda, turut mendorong permintaan ini,” jelas Agusman lebih lanjut.
Digitalisasi Transaksi dan Pengaruhnya pada Generasi Muda
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi lonjakan penggunaan BNPL dan Pindar adalah meningkatnya minat masyarakat, terutama generasi muda, terhadap transaksi digital. Banyak dari mereka yang memanfaatkan layanan ini untuk berbelanja di platform e-commerce.
Faktanya, berdasarkan data yang ada, transaksi digital semakin merajai kehidupan sehari-hari, dengan semakin banyak konsumen muda yang bergantung pada kemudahan BNPL untuk membeli barang secara online.
Menurut Agusman, fenomena ini menunjukkan bahwa permintaan untuk layanan pembiayaan digital masih sangat tinggi, khususnya di kalangan generasi muda yang menjadi motor penggerak perubahan.
Risiko Keuangan yang Perlu Diwaspadai
OJK mengingatkan masyarakat agar tetap berhati-hati dalam menggunakan layanan BNPL dan Pindar. Agusman menekankan bahwa meskipun layanan ini memudahkan pembelian barang dan jasa, pengguna harus memastikan bahwa mereka mampu memenuhi kewajiban pembayaran tanpa mengorbankan kondisi keuangan jangka panjang.
“Tumbuhnya layanan ini harus tetap terkendali agar tidak menambah beban finansial masyarakat di masa mendatang. Kita berharap angka Non-Performing Financing (NPF) tetap rendah, agar tidak menimbulkan masalah bagi perekonomian,” ujar Agusman.
Lebih lanjut, dia mengingatkan agar konsumen tidak terjebak dalam godaan untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, hanya karena kemudahan pembayarannya. OJK juga menyerukan pentingnya edukasi keuangan, agar masyarakat lebih memahami risiko gagal bayar dan dampaknya terhadap kondisi finansial mereka.
Menjelang Lebaran 2025, tren konsumsi digital melalui BNPL dan Pindar semakin menguat. Namun, seperti yang diungkapkan Agusman, meskipun teknologi mempermudah transaksi, pengguna harus bijak dalam mengelola pengeluaran mereka. Perubahan gaya hidup ini harus disertai dengan pemahaman yang matang mengenai kemampuan finansial pribadi, agar tidak menambah beban di masa depan.
"Digitalisasi transaksi memang menarik, tetapi kita harus tetap waspada. Ini adalah tantangan bersama, untuk menjaga keseimbangan antara kemudahan transaksi dan kewaspadaan finansial," tutup Agusman.