Viral Kasus Penculikan Warga Aceh, Begini Asal Usul Paspampres di Indonesia
Paspampres lahir secara spontan bersama dengan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sama halnya dengan kelahiran TNI dan Polri.
Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres tengah menjadi sorotan masyarakat.
Viral Kasus Penculikan Warga Aceh, Begini Asal Usul Paspampres di Indonesia
Beredar kabar di media sosial atas tewasnya seorang pemuda asal Desa Mon Kelayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, Imam Masykur (25).
Dia diduga jadi korban penculikan dan penyiksaan dilakukan anggota TNI anggota Paspampres.
Paspampres adalah pasukan yang bertugas melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat setiap saat kepada Presiden dan Wakil Presiden, mantan Presiden RI dan mantan Wakil Presiden RI beserta keluarganya, serta tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan dan juga bertugas menyelenggarakan fungsi protokoler kenegaraan dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
Paspampres lahir secara spontan bersama dengan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sama halnya dengan kelahiran TNI dan Polri.
Sejarah mencatat bahwa telah terjadi beberapa kali percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang berhasil di cegah dan digagalkan.
Mempertimbangkan dan mengantisipasi keadaan yang demikian mengkhawatirkan terhadap keselamatan jiwanya tersebut dan atas usul Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata pada saat itu Jenderal A.H. Nasution, maka Presiden Soekarno berkeinginan untuk membentuk sebuah pasukan yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan keselamatan jiwa Kepala Negara beserta keluarganya, dan dibentuklah Resimen Tjakrabirawa.
Setelah Resimen Tjakrabirawa dibubarkan pada tahun 1966 oleh Soeharto, Berdasarkan Surat Perintah Menteri Panglima Angkatan Darat Nomor PRIN. 75/III/1966 tanggal 23 Maret 1966 yang berisi tentang perintah kepada Direktur Polisi Militer Angkatan Darat (Brigadir Jenderal Soedirgo) untuk melaksanakan serah terima penugasan dari Resimen Tjakrabirawa kepada Polisi Militer Angkatan Darat.
Tidak lebih dari tiga hari setelah serah terima pelaksanaan tugas pengawalan terhadap Kepala Negara berlangsung, Direktur Polisi Militer langsung mengeluarkan Surat Keputusan dengan Nomor: Kep-011/AIII/1966 tanggal 25 Maret 1966 yang berisi tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas POMAD) di mana ditunjuk Letnan Kolonel Cpm Norman Sasono sebagai Komandan Satgas Pomad Para.Satgas Pomad Para yang berkedudukan di bawah Direktorat Polisi Militer yang terdiri dari Batalyon Pomad Para sebagai inti, dibantu Denkav Serbu, Denzipur dan Korps Musik dari Kodam V/Jayakarta, Batalyon II PGT (Pasukan Gerak Tjepat) Angkatan Udara, Batalyon Brimob Polisi Negara, serta batalyon Infanteri 531/Para Raiders yang kemudian diganti oleh Batalyon Infanteri 519/Raider Para keduanya dari Kodam VIII/Brawijaya.
Dengan tugas mengawal Kepala Negara RI dan Istana Negara, serta melaksanakan tugas-tugas protokoler kenegaraan, Satgas Pomad Para berkedudukan di bawah Direktorat Polisi Militer dengan unsur-unsurnya antara lain terdiri dari 2 Batalyon Pomad, 1 Batalyon Infanteri Para Raider, serta 1 Detasemen Kaveleri Panser.
Sesuai dengan perkembangan organisasi dilingkunangan TNI-AD Batalyon II Pomad akhirnya dilikuidasi.
Kemudian pada tanggal 10 Juni 1967 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat (Jenderal TNI Soeharto) dengan Nomor: KEP-681/VI/1967 yang berisi penetapan pembebasan Direktur Polisi Militer Angkatan Darat dari tugas pengkomandoan terhadap Satgas Pomad. Untuk pembinaan selanjutnya kesatuan khusus tersebut ditetapkan secara langsung berada di bawah kendali Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Presiden Soeharto selaku Panglima tertinggi ABRI sejak awal tahun 1970 turun langsung membenahi organisasi ABRI hingga tertata dan terintegrasi di bawah satu komando Panglima ABRI.
Satgas Pomad Para yang dibawah kendali Markas Besar ABRI ikut dibenahi dengan dikeluarkannya Surat Perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 tanggal 13 Januari 1976 yang berisi pokok – pokok organisasi dan prosedur Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES).Melalui surat perintah tersebut ditentukan tugas pokok Paswalpres yaitu Menyelenggarakan pengamanan fisik secara langsung bagi Presiden Republik Indonesia serta menyelenggarakan juga tugas-tugas protokoler khusus pada upacara-upacara kenegaraan. Berdasarkan Surat Keputusan Pangab Nomor Kep /02/II/1988 tanggal 16 Februari 1988 Paswalpres masuk dalam struktur PaspampresBais TNI.
Dalam perkembangan selanjutnya mengingat kata pengamanan dinilai lebih tepat digunakan daripada pengawalan karena mengandung makna yang menitikberatkan kepada keselamatan objek yang harus diamankan.
Sesuai dengan tuntutan tugas sebagai Pasukan Pengawal Presiden nama satuan Paswalpres diubah menjadi PASPAMPRES (Pasukan Pengamanan Presiden). Berdasarkan keputusan Pangab Nomor Kep /04/VI/1993 tanggal 17 Juni 1993 Paspampres tidak lagi di bawah Badan Intelejen ABRI, akan tetapi berkedudukan di bawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden, Wakil Presiden Republik Indonesia serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan keluarganya termasuk undangan pribadi serta tugas Protokoler khusus pada upacara Kenegaraan yang dilakukan baik dilingkungan Istana Kepresidenan maupun di luar.