4 Pejabat Israel Mundur dari Kabinet Perang Netanyahu
4 Pejabat Israel Mundur dari Kabinet Perang Netanyahu
Mereka mundur karena sudah tidak sejalan dengan kepemimpinan Benjamin Netanyahu dalam menghadapi perang di Gaza.
- Bertentangan dengan Keinginan Netanyahu, Pejabat Tinggi Israel Akui Mustahil Lenyapkan Hamas
- Banyak Menterinya Mundur dan Tentara Tewas di Gaza, Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang
- Janji Patuhi Mahkamah Internasional, Negara Eropa Ini Akan Tangkap Netanyahu dan Pejabat Israel karena Kejahatan Perang
- Ini yang Bakal Terjadi Jika Mahkamah Internasional Tuntut Netanyahu atas Kejahatan Perang di Gaza
4 Pejabat Israel Mundur dari Kabinet Perang Netanyahu
Salah satu anggota kabinet perang Israel Benny Gantz mengumumkan pengunduran dirinya dari pemerintahan darurat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kemarin.
Gantz merupakan satu-satunya kekuatan sentris dalam koalisi ekstrem kanan kepemimpinan Netanyahu di tengah perang berbulan-bulan di Gaza.
Gantz yang merupakan rival Utama Netanyahu, mantan Menteri pertahanan, dan pemimpin Partai kanan-tengah Persatuan Nasional bergabung dengan kabinet perang Netanyahu sebagai Menteri selepas serangan Hamas pada 7 Oktober.
Kepergian partai sentris Gantz tidak akan menjadi ancaman langsung bagi pemerintah. Namun, hal ini tetap dapat berdampak serius, membuat Netanyahu bergantung pada kelompok garis keras, tanpa akhir yang jelas dari perang Gaza dan kemungkinan eskalasi pertempuran dengan Hizbullah Libanon.
Bulan lalu, Gantz memberi Netanyahu tenggat waktu pada 8 Juni untuk membuat strategi yang jelas bagi Gaza,
di mana Israel melancarkan serangan militer terhadap kelompok militan Palestina yang berkuasa, Hamas.
Netanyahu menepis ultimatum tersebut segera setelah diberikan.
Gantz mengatakan politik telah mengaburkan keputusan-keputusan strategis yang menentukan dalam kabinet Netanyahu.
Berhenti ketika para sandera masih berada di Gaza dan tentara bertempur di sana adalah keputusan yang menyiksa, katanya, seperti yang dikutip dari Reuters, Senin (10/6).
“Netanyahu menghalangi kami untuk maju menuju kemenangan sejati,” kata Gantz dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan di televisi.
“Itulah sebabnya kami meninggalkan pemerintahan darurat hari ini, dengan berat hati namun dengan keyakinan penuh.”
Netanyahu merespons melalui sebuah unggahan di media sosial, dan mengatakan kepada Gantz sudah bukan waktunya lagi untuk meninggalkan medan perang.
Dengan perginya Gantz, Netanyahu akan kehilangan dukungan dari blok sentris yang telah membantu memperluas dukungan bagi pemerintah di Israel dan di luar negeri, di tengah meningkatnya tekanan diplomatik dan tekanan dalam negeri selama delapan bulan setelah perang Gaza.
Mundurnya partai Gantz juga berarti Gadi Eisenkot, jenderal militer dan pengamat di cabinet perang, dan Menteri Chili Tropper mundur dari jabatan mereka.
Sementara koalisinya tetap memegang kendali atas 64 dari 120 kursi parlemen, Netanyahu kini harus lebih mengandalkan dukungan politik dari partai-partai ultra-nasionalis, di mana para pemimpinnya telah membuat Washington geram bahkan sebelum perang dan sejak itu mereka menyerukan pendudukan penuh Israel atas Gaza.
Hal ini kemungkinan akan meningkatkan ketegangan yang sudah terlihat dalam hubungan dengan Amerika Serikat dan mengintensifkan tekanan publik di dalam negeri, dengan kampanye militer yang telah berlangsung berbulan-bulan dan belum mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu penghancuran Hamas dan kembalinya lebih dari 100 orang yang masih disandera di Gaza.
Berbagai jajak pendapat menunjukkan Gantz, mantan komandan militer dan menteri pertahanan, merupakan saingan politik yang paling berat bagi Netanyahu, yang citranya sebagai penjaga keamanan hancur akibat serangan 7 Oktober yang dilakukan Hamas terhadap Israel.
Gantz bergabung dengan pemerintahan persatuan segera setelah 7 Oktober sebagai bagian dari kabinet perang
dalam negeri Netanyahu di mana ia, Netanyahu dan menteri pertahanan Yoav Gallant sendiri memiliki hak suara.
Seperti Gantz, Eisenkot memiliki ungkapan yang keras terhadap cara penanganan panel tersebut selama perang dalam sebuah surat pengunduran diri kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
“Terlepas dari upaya banyak pihak, bersama dengan kolega saya, kabinet yang Anda pimpin untuk waktu yang lama terhalang untuk membuat keputusan-keputusan yang menentukan, yang diperlukan untuk merealisasikan tujuan-tujuan perang dan meningkatkan posisi strategis Israel,” tulis mantan kepala militer Israel itu.
“Pertimbangan-pertimbangan dari luar dan politik telah menyusup ke dalam diskusi,” katanya. “Oleh karena itu, sudah saatnya kita meninggalkan pemerintah.”
Di hari yang sama Brigjen Avi Rosenfeld, kepala Divisi Gaza Pasukan Pertahanan Israel, mengumumkan pengunduran dirinya atas perannya dalam kegagalan yang mengakibatkan serangan kelompok teror Hamas pada tanggal 7 Oktober.
Ia menyatakan dalam suratnya “pada tanggal 7 Oktober, saya gagal dalam misi hidup saya untuk melindungi [masyarakat perbatasan Gaza]”.