Bisakah Pasien Covid-19 yang Sudah Sembuh Terinfeksi Kembali?
Karena SARS-CoV-2, virus corona baru yang menyebabkan Covid-19, baru ditemukan beberapa bulan lalu, para ilmuwan masih berusaha menjawab sejumlah pertanyaan besar terkait dengan virus dan penyakit yang dipicu virus ini.
Dalam beberapa waktu belakangan ini, muncul berita di beberapa negara Asia ada pasien Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh kemudian kembali terinfeksi atau positif virus corona setelah dites. Pejabat Korea Selatan mengumumkan 111 kasus pada 12 April.
Karena SARS-CoV-2, virus corona baru yang menyebabkan Covid-19, baru ditemukan beberapa bulan lalu, para ilmuwan masih berusaha menjawab sejumlah pertanyaan besar terkait dengan virus dan penyakit yang dipicu virus ini.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Kenapa cromboloni viral di media sosial? Tips Membuat Cromboloni saat ini tengah ramai menjadi perbincangan di media sosial khususnya Tiktok.
-
Kenapa Covid Pirola mendapat perhatian khusus? Namun, para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka akan menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
-
Apa gejala Covid Pirola? Mengenai gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Pirola, diketahui belum ada gejala yang spesifik seperti disampaikan ahli virologi dari Johns Hopkins University, Andrew Pekosz, dilansir dari Liputan 6.Namun, tetap saja ada tanda-tanda yang patut untuk Anda waspadai terkait persebaran covid Pirola. Apabila terkena COVID-19 gejala umum yang terjadi biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, bersih, lelah, sakit kepala, nyeri otot serta kemampuan indera penciuman berubah, maka gejala covid Pirola adalah sakit tenggorokan, pilek atau hidung tersumbat, batuk dengan atau tanpa dahak, dan sakit kepala.
-
Bagaimana cara mencegah Covid Pirola? CDC menyarankan masyarakat untuk melindungi diri dari virus ini karena masih belum jelas tentang seberapa pesat varian ini dapat menyebar. Untuk itu, sebagai tindakan pencegahan masyarakat diminta untuk melakukan hal berikut:• Dapatkan vaksin Covid-19.• Jalani tes Covid.• Cari pengobatan jika Anda mengidap Covid-19 dan berisiko tinggi sakit parah• Jika Anda memilih untuk memakai masker, kenakan masker berkualitas tinggi yang pas di hidung dan mulut.• Tingkatkan ventilasi udara.• Selalu mencuci tangan usai beraktivitas.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang menyelidiki laporan pasien yang dites positif setelah sembuh, tetapi mengatakan belum ada temuan.
"Kami bekerja sama secara erat dengan para ahli klinis kami dan bekerja keras untuk mendapatkan lebih banyak informasi tentang kasus-kasus individual tersebut," jelas badan PBB itu, dilansir dari TIME, Selasa (14/4).
Dengan jenis virus corona lainnya, para ahli mengatakan antibodi yang diproduksi pasien selama infeksi memberi mereka kekebalan terhadap virus tertentu selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, tetapi para peneliti masih mencari tahu mengapa dan bagaimana cara kerja Covid-19 ini.
Apakah Orang Bisa Terinfeksi Kembali Setelah Sembuh?
Masih banyak ketidakpastian, tetapi para ahli yang diwawancara TIME mengatakan, kemungkinan adanya pasien tampaknya telah sembuh tapi kemudian dites kembali positif bukan contoh infeksi ulang, tetapi kasus infeksi yang menetap yang tidak terdeteksi saat dilakukan tes dalam jangka waktu tertentu.
Para ahli mengatakan, respons antibodi tubuh, dipicu oleh timbulnya virus, berarti tidak mungkin pasien yang telah pulih dari Covid-19 dapat terinfeksi kembali segera setelah tertular virus. Antibodi biasanya diproduksi di tubuh pasien sekitar tujuh hingga 10 hari setelah serangan awal virus, kata Vineet Menachery, seorang ahli virologi di Fakultan Kedokteran Universitas Texas.
Sebaliknya, tes positif setelah pemulihan bisa berarti hasil tesnya negatif palsu dan pasien masih terinfeksi.
"Mungkin karena kualitas spesimen yang mereka ambil dan mungkin karena tes itu tidak begitu sensitif," jelas David Hui, seorang ahli pengobatan pernapasan di Universitas China Hong Kong yang juga mempelajari wabah SARS 2002-2003.
Tes positif setelah pemulihan juga dapat mendeteksi sisa RNA virus yang tersisa dalam tubuh, tetapi tidak dalam jumlah yang cukup tinggi untuk menyebabkan penyakit, kata Menachery. "Viral RNA dapat bertahan lama bahkan setelah virus yang sebenarnya telah dihentikan."
Apakah Virus Bisa Aktif Kembali Walau Pasien Sudah Sembuh?
Saat mengumumkan bahwa pasien yang sembuh kembali tes positif, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan (KCDC) menawarkan teori baru: bahwa virus itu bisa "diaktifkan kembali."
Tetapi para ahli lebih skeptis. Oh Myoung-don, seorang profesor kedokteran internal di Universitas Nasional Seoul dan anggota Kelompok Penasihat Strategis dan Teknis WHO untuk Bahaya Menular, mengatakan penjelasan yang paling masuk akal adalah bahwa tes tersebut mengambil bahan genetik virus yang bertahan, daripada infeksi yang muncul kembali.
Bahkan setelah virus mati, fragmen asam nukleat (RNA) masih tetap ada di dalam sel, kata Oh. Dia mengatakan reaktivasi virus tidak mungkin terjadi.
Di Korea Selatan, pasien harus melakukan tes negatif dalam dua tes dalam waktu 24 jam sebelum mereka dibebaskan dari karantina.
Penelitian Terkait Infeksi Kembali
Sebuah penelitian pada pasien Covid-19 yang sembuh di kota Shenzhen, China selatan menemukan 38 dari 262, atau hampir 15 persen dari pasien, dites positif setelah mereka dipulangkan.
Mereka dikonfirmasi melalui tes PCR (polymerase chain reaction), yang saat ini menjadi standar utama tes virus corona. Sebanyak 38 pasien, kebanyakan berusia muda (di bawah usia 14) dan menunjukkan gejala ringan selama periode infeksi. Para pasien umumnya tidak bergejala pada saat tes positif kedua.
Di Wuhan, China, tempat pandemi dimulai, para peneliti mengamati studi kasus empat pekerja medis yang memiliki tiga tes PCR positif berturut-turut setelah sembuh.
Mirip dengan penelitian di Shenzhen, pasien tidak menunjukkan gejala dan anggota keluarga mereka tidak terinfeksi.
Apakah Pasien yang Sembuh Bisa Kebal Virus Corona?
Belum ada cukup waktu untuk meneliti apakah pasien yang sembuh bisa kebal terhadap virus corona dan jika demikian, berapa lama kekebalan akan bertahan. Namun, penelitian pendahuluan memberikan beberapa petunjuk.
Sebagai contoh, satu penelitian yang dilakukan para peneliti China menemukan antibodi pada monyet rhesus menyebabkan primata yang sembuh dari Covid-19 tidak terinfeksi lagi setelah terpapar virus.
Sementara belum adanya informasi lebih lanjut, para peneliti merujuk pada hal-hal diketahui terkait anggota keluarga dari virus corona lainnya. "Kami hanya tiga setengah bulan memasuki pandemi," kata Hsu Li Yang, seorang profesor dan ahli penyakit menular di Universitas Nasional Singapura.
"Pendapat kami berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya tentang virus corona dan SARS lainnya. Tetapi apakah itu termasuk memperhitungkan Covid-19, kami tidak begitu yakin saat ini. "
Satu kajian yang dilakukan oleh para peneliti Taiwan menemukan, orang yang selamat dari wabah SARS pada tahun 2003 memiliki antibodi yang bertahan hingga tiga tahun. Hui mencatat, orang yang selamat dari sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS, yang juga disebabkan oleh virus yang terkait dengan penyebab Covid-19) ditemukan hanya sekitar satu tahun.
Menachery memperkirakan, antibodi Covid-19 akan tetap berada dalam sistem pasien selama "dua hingga tiga tahun," berdasarkan apa yang diketahui tentang virus corona lain, tetapi ia mengatakan masih terlalu dini untuk memastikan.
Tingkat kekebalan juga bisa berbeda dari setiap orang tergantung pada kekuatan respons antibodi pasien. Orang yang lebih muda, lebih sehat kemungkinan akan menghasilkan respons antibodi yang lebih kuat, memberi mereka lebih banyak perlindungan terhadap virus di masa depan.
"Kami berharap bahwa jika Anda memiliki antibodi yang menetralkan virus, Anda akan memiliki kekebalan," kata Menachery.
"Berapa lama antibodi bertahan masih dipertanyakan," pungkasnya.
(mdk/pan)