Bukan Solusi Dua Negara, Netanyahu Blak-Blakan Soal Nasib Palestina di Masa Depan
Netanyahu menolak pembicaraan damai dengan Palestina, negara yang dijajah Israel sejak 1948.
Netanyahu menolak gagasan Presiden AS Joe Biden untuk menghidupkan kembali solusi dua negara.
Bukan Solusi Dua Negara, Netanyahu Blak-Blakan Soal Nasib Palestina di Masa Depan
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan kepada anggota Partai Likud yang dipimpinnya, bahwa hanya dirinya yang dapat mencegah berdirinya negara Palestina merdeka. Terang-terangan dirinya menentang rencana Presiden Joe Biden untuk menghidupkan kembali solusi dua negara pasca-serangan Israel yang merusak di Gaza.
Sumber: Middle East Monitor
- Ribuan Warga Palestina Masih Ditahan di Penjara Israel, Ini Datanya
- Palestina Ternyata Kaya Minyak dan Gas Alam, Jadi Alasan di Balik Israel Perangi Gaza?
- "Kami Satu Bangsa, Satu Darah, Bahasa Kami Satu. Palestina akan Segera Merdeka"
- "Ini Pertama Kalinya Saya Merasakan Kebebasan di Tanah Palestina yang Telah Lama Dirampas Israel"
Menurut laporan media Israel, Netanyahu menyatakan kepada legislator, "Saya satu-satunya yang akan mencegah adanya negara Palestina di Gaza dan Tepi Barat setelah perang."
Jewish Chronicle melaporkan Netanyahu memperkuat posisinya dan menolak pembicaraan damai dengan Palestina. Dilaporkan bahwa jika terpilih kembali, Netanyahu tidak akan membiarkan berdirinya negara Palestina. Menurutnya, mengikuti pembicaraan perdamaian untuk mencapai solusi dua negara hanya akan mengancam keamanan.
"Dalam keadaan saat ini di Timur Tengah, setiap wilayah yang Anda tinggalkan akan digunakan untuk negara Islam bersenjata melawan kami," ujar Netanyahu.
"Itulah yang terjadi di Lebanon. Itulah yang terjadi di Gaza. Dan sejak Kebangkitan Dunia Arab, itulah yang akan terjadi persis di Tepi Barat, di Yudea dan Samaria, jika kita meninggalkan wilayah itu," lanjutnya.
Sikap Netanyahu yang menghalangi ini secara langsung bertentangan dengan tujuan kebijakan Presiden Joe Biden untuk menghidupkan kembali solusi dua negara, yang dianggap penting bagi Gedung Putih untuk mempertahankan kemitraan dengan negara-negara Arab.
Netanyahu juga dilaporkan membanggakan pengabaiannya terhadap sikap AS yang menentang serangan darat dan penyerangan Rumah Sakit Shifa di Gaza. Ia mengklaim dirinya memiliki pengaruh pribadi atas Presiden Biden berkat jalinan hubungan 40 tahun."Saya telah mengenal Biden selama lebih dari 40 tahun, dan saya tahu cara berbicara kepada masyarakat Amerika," klaim Netanyahu seperti dilaporkan oleh Times of Israel.
Netanyahu juga menjelaskan kepada anggota partainya bahwa ia tidak berencana pergi ke mana pun setelah perang.
Sebanyak 80 persen warga Israel menyalahkan Netanyahu atas serangan mengejutkan Hamas ke kota-kota Israel pada 7 Oktober, menurut hasil survei Times of Israel. Ini termasuk 69 persen dari mereka yang memilih Partai Likud dalam pemilu tahun lalu.
Ketika ditanya siapa yang lebih cocok menjadi perdana menteri, 49 persen memilih pemimpin Partai Persatuan Nasional, Benny Gantz, dan hanya 28 persen yang memilih Netanyahu, sisanya belum memutuskan.
Terlepas dari tugas beratnya, Netanyahu telah terbiasa meraih kemenangan melawan segala rintangan, seperti yang diungkapkan Jewish Chronicle. Menurut survei, menjelang pemilu terakhir Israel ini, Netanyahu tertinggal jauh di belakang partai pusat-kiri, Persatuan Zionis.
Dengan lonjakan mengejutkan di menit-menit terakhir, Likud menutup kesenjangan dalam survei yang bocor sebelum proyeksi resmi. Namun pada akhirnya, Likud mengungguli bahkan melebihi angka-angka itu untuk mengalahkan Persatuan Zionis sebanyak enam kursi. Netanyahu membanggakan bahwa ini mencerminkan kredibilitas keamanan uniknya di kalangan pemilih sayap kanan.
Sumber: Middle East Monitor