Ilmuwan Coba Pecahkan Misteri Mengapa Ada Orang Tidak Bisa Terkena Covid-19
Sejumlah orang mengikuti uji coba tantangan Covid-19 pertama di dunia, di mana virus corona hidup dimasukkan melalui hidung agar mereka terinfeksi. Tapi ada sejumlah orang yang justru kebal virus. Inilah yang coba diteliti para ilmuwan.
Phoebe Garret menghadiri kuliah di kampus tanpa terpapar Covid; bahkan dia menggelar pesta di mana setiap orang yang setelah menghadiri acara itu dites positif Covid kecuali dia.
"Setahu saya saya pernah terpapar empat kali," kata perempuan 22 tahun dari High Wycombe, Inggris itu.
-
Bagaimana cara mencegah penyebaran Flu Singapura? Untuk mencegah penyebaran Flu Singapura, penting untuk menjaga kebersihan tangan dan lingkungan, serta menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi.
-
Bagaimana cara mencegah penyebaran virus cacar? Kebersihan tangan dan kuku sangat penting untuk mencegah penyebaran virus cacar ke area tubuh yang lain atau bahkan ke orang lain.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana para ilmuwan mengetahui virus mana yang berbahaya? Tim peneliti menggunakan sel amoeba untuk mengetahui virus apa yang berbahaya. Dalam penelitian, tim peneliti menemukan hanya satu virus yang dapat membunuh sel amoeba yaitu ‘lytic viruses’.
-
Apa yang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran virus cacar monyet? "Pola hidup sehat dengan menjaga asupan gizi dan kebersihan tangan serta tidak berkontak dengan pasien yang mengalami infeksi ini, dan tidak menggunakan barang bersama merupakan hal yang penting diperhatikan," ujar Hanny dilansir dari Antara.
-
Bagaimana cara mencegah Covid Pirola? CDC menyarankan masyarakat untuk melindungi diri dari virus ini karena masih belum jelas tentang seberapa pesat varian ini dapat menyebar. Untuk itu, sebagai tindakan pencegahan masyarakat diminta untuk melakukan hal berikut:• Dapatkan vaksin Covid-19.• Jalani tes Covid.• Cari pengobatan jika Anda mengidap Covid-19 dan berisiko tinggi sakit parah• Jika Anda memilih untuk memakai masker, kenakan masker berkualitas tinggi yang pas di hidung dan mulut.• Tingkatkan ventilasi udara.• Selalu mencuci tangan usai beraktivitas.
Pada Maret 2021, dia ikut uji coba tantangan Covid-19 pertama di dunia, di mana virus corona hidup dimasukkan melalui hidungnya, agar dia terinfeksi. Tapi tubuhnya tetap bertahan dari serangan virus itu.
"Kami menjalani serangkaian tes, dan tes dengan berbagai metode berbeda: usap tenggorokan, usap hidung, tes usap jenis lainnya yang belum pernah saya lakukan sebelumnya seperti nasal wicks - di mana Anda memegang alat usap di dalam hidung Anda selama semenit - juga tes darah, tapi saya tidak pernah mengalami gejala, tidak pernah dites positif," jelasnya, dikutip dari The Guardian, Rabu (9/3).
"Ibu saya selalu bilang kalau keluarga kami tidak pernah mengalami flu, dan saya heran mungkin ada sesuatu di balik itu."
Bagaimana Phoebe Garrett kebal virus ini masih misteri, tapi para ilmuwan mulai menemukan beberapa petunjuk.
Garrett bukan satu-satunya peserta uji coba tantangan Covid yang tak bisa terinfeksi. Dari 34 yang terpapar virus, 16 orang gagal mengalami gejala (ditentukan dengan dua kali tes PCR positif secara berturut-turut) - walaupun sekitar setengah dari mereka dites positif dengan kadar virus rendah, seringkali beberapa hari setelah terpapar virus corona.
Kemungkinan, ini adalah refleksi sistem imun yang dengan cepat mencegah infeksi embrionik atau awal.
"Dalam penelitian-penelitian kami sebelumnya dengan virus lain, kami melihat respons imun awal di hidung yang dikatikan dengan melawan infeksi," jelas Profesor Christhoper Chiu dari Imperial College London yang memimpin penelitian.
"Bersamaan, temuan-temuan ini menyiratkan ada perjuangan antara virus dan inang, yang pada peserta kami yang 'tidak terinfeksi' menghasilkan pencegahan penularan."
Beberapa dari mereka juga melaporkan beberapa gejala ringan, seperti hidung tersumbat, sakit tenggorokan, kecapekan, atau sakit kepala - karena ini biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, mungkin tidak terkait dengan paparan virus.
"Bagaimanapun, kadar virus tidak naik cukup tinggi untuk memicu terdeteksinya tingkat antibodi, sel T, atau faktor inflamasi dalam darah yang biasanya terkait dengan gejala," jelas Chiu.
Faktor genetik?
Penelitian lain menunjukkan, mungkin saja melawan infeksi Covid pada masa-masa awal infeksi. Contohnya, selama gelombang pertama pandemi, Dr Leo Swadling dari Universitas College London dan rekannya secara intensif memantau kelompok tenaga kesehatan yang rutin terpapar dengan pasien yang terinfeksi Covid tapi tak pernah terinfeksi. Tes darah menunjukkan sekitar 15 persen dari mereka memiliki sel T yang reaktif terhadap Sars-CoV-2.
Kemungkinan, sisa sel T dari infeksi virus corona sebelumnya yaitu virus penyebab flu biasa, bereaksi silang dengan virus corona baru dan melindungi mereka dari Covid.
Proporsi kecil orang mungkin secara genetik resisten terhadap Covid-19. Pada Oktober, konsorsium peneliti internasional meluncurkan perburuan global orang-orang yang resisten terhadap Covid, dengan harapan bisa mengidentifikasi gen pelindung.
"Kami tidak mencari varian gen biasa yang memberikan perlindungan sederhana terhadap infeksi, yang kami cari adalah potensi varian gen yang sangat langka yang benar-benar melindungi seseorang terhadap infeksi," jelas Profesor Andras Spaan dari Universitas Rockefeller New York, yang memimpin penelitian.
Mereka secara khusus tertarik pada orang yang tinggal serumah dan satu tempat tidur dengan orang yang terinfeksi, dan mereka sendiri justru tidak terinfeksi.
"Contohnya, pada suatu hari saya ngobrol dengan perempuan lansia dari Belanda, yang merawat suaminya selama gelombang pertama. Suaminya akhirnya dibawa ke ICU, tapi dia merawat suaminya berminggu-minggu, tinggal di ruangan yang sama, dan tanpa masker," jelas Spaan.
"Kami tidak bisa menjelaskan mengapa dia tidak terinfeksi," lanjutnya.
Perlindungan itu juga ada pada penyakit lain seperti HIV, malaria, dan virus noro. Dalam kasus ini, kelainan genetik berarti beberapa orang kekurangan reseptor yang digunakan patogen untuk memasuki sel, jadi mereka tidak bisa terinfeksi.
"Bisa seperti itu, pada beberapa orang, ada semacam kelainan pada reseptor yang digunakan Sars-CoV-2," jelas Spaan.
Mengidentidikasi gen semacam itu bisa mendorong pengembangan pengobatan baru untuk Covid-19.
Menurut Spaan, tidak mungkin sebagian besar dari mereka yang tak bisa terpapar Covid menjadi resisten secara genetik, bahkan walaupun mereka memiliki perlindungan kekebalan parsial. Ini artinya tidak ada jaminan mereka pada akhirnya tidak akan terinfeksi Covid, seperti Garrett pada akhir Januari lalu. Bisa lolos dari infeksi virus hampir dua tahun, dia kaget hasil tes Covid-nya positif. Tak lama setelah itu, dia mengalami gejala Covid ringan, tapi telah sembuh.
Ironinya, berhasil tidak tertular Covid dari keluarga dekat, teman, dan saat menjadi peserta uji coba, kemungkinannya dia malah tertular orang asing.
"Saya tidak tahu saya tertular dari mana; bisa jadi seseorang di kelompok paduan suara saya, atau mungkin dari pusat kebugaran," kata Garrett.
(mdk/pan)