Indonesia Kecam Nasionalisme Vaksin karena Distribusi Tidak Adil dan Merata
Mengamankan akses yang adil, merata, dan tepat waktu dinilai Indonesia penting, tidak hanya untuk negara berkembang tetapi juga untuk negara maju.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi kembali mengkritik praktik nasionalisme vaksin, menyusul laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai ketimpangan dalam proses vaksinasi COVID-19.
“Kehadiran vaksin merupakan kemajuan yang menggembirakan. Namun, mentalitas ‘negaraku yang utama’ atau nasionalisme vaksin juga terus meningkat,” ujar Retno saat menyampaikan pidato kunci dalam seminar virtual yang diselenggarakan Universitas Padjajaran, Rabu, seperti dilansir Antara, Rabu (24/2).
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kenapa Covid Pirola mendapat perhatian khusus? Namun, para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka akan menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
-
Apa gejala Covid Pirola? Mengenai gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Pirola, diketahui belum ada gejala yang spesifik seperti disampaikan ahli virologi dari Johns Hopkins University, Andrew Pekosz, dilansir dari Liputan 6.Namun, tetap saja ada tanda-tanda yang patut untuk Anda waspadai terkait persebaran covid Pirola. Apabila terkena COVID-19 gejala umum yang terjadi biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, bersih, lelah, sakit kepala, nyeri otot serta kemampuan indera penciuman berubah, maka gejala covid Pirola adalah sakit tenggorokan, pilek atau hidung tersumbat, batuk dengan atau tanpa dahak, dan sakit kepala.
Mengutip keprihatinan Sekjen WHO mengenai vaksinasi COVID-19 yang “sangat tidak merata dan tidak adil”, Retno menjelaskan bahwa beberapa negara maju ada yang memiliki kelebihan pesanan vaksin bahkan sampai lima kali lipat dari populasinya.
Sebanyak 130 negara bahkan belum memulai vaksinasi dan hanya enam negara Afrika yang telah memulai program vaksinasi COVID-19.
“Kita juga melihat beberapa daerah dan negara memberlakukan pembatasan ekspor vaksin,” tutur Retno.
WHO telah menyatakan bahwa dibutuhkan sedikitnya 70 persen populasi global yang memiliki kekebalan, untuk menghentikan pandemi COVID-19. Namun, dengan laju dua miliar dosis vaksin per tahun saat ini, dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memvaksin populasi global.
“Situasi ini menyoroti semakin mendesaknya kerja sama dan kolaborasi internasional untuk mengatasi tantangan ini. Sejak awal pandemi, Indonesia telah menyuarakan pentingnya multilateralisme vaksin,” kata Retno, menegaskan.
Mengamankan akses yang adil, merata, dan tepat waktu dinilai Indonesia penting, tidak hanya untuk negara berkembang tetapi juga untuk negara maju.
“Ini adalah tanggung jawab kolektif semua negara untuk mempromosikan solidaritas dan komitmen politik yang lebih besar untuk tujuan ini,” ujar Retno.
Untuk meningkatkan perannya dalam multilateralisme vaksin, Indonesia menjalankan tugas sebagai salah satu Ketua Bersama COVAX AMC Engagement Group, yang berupaya memastikan akses dan distribusi vaksin COVID-19 bagi 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Selain COVAX, Indonesia juga mendukung beberapa sarana multilateral WHO yang penting serta berkomitmen untuk meningkatkan pasokan vaksin melalui keanggotaannya di CEPI Investors Council dan kemitraan Bio Farma dengan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) dalam pembuatan vaksin global.
Sejalan dengan itu, Indonesia juga telah mempromosikan komitmen ini tahun lalu lewat Kebijakan Luar Negeri dan Inisiatif Kesehatan Global (FPGH) dengan tema “Perawatan Kesehatan yang Terjangkau untuk Semua”.
“Ke depannya, melalui sarana dan jalan apa pun, Indonesia akan selalu memperjuangkan pemerataan akses vaksin untuk semua,” tutur Retno.
(mdk/pan)