Jokowi Sudah Mencoba, Siapa yang Bisa Mendamaikan Rusia-Ukraina?
Mediasi oleh pihak ketiga seringkali efektif untuk membuat pihak bertikai mencapai kesepakatan yang sama-sama menguntungkan. Tapi mencari mediator yang tepat itu cukup sulit, seperti yang terjadi dalam perang di Ukraina.
Perang Rusia-Ukraina tampaknya sulit untuk diakhiri di medan pertempuran. Menghentikan pertumpahan darah dan penghancuran di Ukraina bisa dirundingkan tapi negosiasi semacam itu harus dimediasi secara hati-hati.
Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu sudah memberanikan diri mencoba menjadi tokoh penengah untuk mendamaikan kedua pihak dengan menemui Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Kiev dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow seraya membawa misi perdagangan dan pemulihan ekspor bahan pangan. Namun upaya mendamaikan memang tidak membuahkan hasil.
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Kapan Presiden Jokowi meresmikan Bandara Panua Pohuwato? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato di Provinsi Gorontalo.
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa saja yang bertemu dengan Presiden Jokowi? Sejumlah petinggi PT Vale Indonesia Tbk bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/8) pagi. Petinggi PT Vale yang datang ke Istana di antaranya Direktur PT Vale Indonesia Febriany Eddy, Chairman Vale Base Metal Global Mark Cutifani, dan Chief Sustainable and Corp Affair Vale Base Metal Emily Olson.
-
Kenapa sapi Presiden Jokowi di Blora mengamuk? Diketahui, sapi tersebut mengamuk saat warga berupaya menjatuhkannya untuk kemudian disembelih.
Mediasi oleh pihak ketiga seringkali efektif untuk membuat pihak bertikai mencapai kesepakatan yang sama-sama menguntungkan. Tapi mencari mediator yang tepat itu cukup sulit, seperti yang terjadi dalam perang di Ukraina.
Rusia dan Ukraina hingga kini masih saling gempur dan dialog bilateral yang sudah dilakukan kedua negara gagal menghasilkan sesuatu yang berarti. Mediasi pihak ketiga dipandang perlu untuk mencapai negosiasi damai.
Dengan menjadi penyangga bagi kedua pihak bertikai, mediasi pihak ketiga bisa mendorong solusi yang membangun, dan menawarkan jalan keluar dari perselisihan. Mediasi pihak ketiga terbukti punya catatan meredakan ketegangan dan memecahkan masalah konflik di berbagai belahan dunia.
Tapi untuk menjalin hubungan dengan pihak ketiga, semua pihak harus sepakat percaya dengan pihak ketiga yang netral sebagai mediator. Di awal perang sejumlah kandidat mediator sudah mengajukan diri, terutama Israel, Vatikan, dan Turki. Bagaimana peluang mereka? Berikut analisis yang dikutip dari Program On Negotiation Harvard Law School di laman pon.harvard.edu:
Israel
Atas desakan pemerintah Jerman, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mulai menjadi pembawa pesan antara Rusia dan Ukraina di awal perang. Dia pergi ke Moskow untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin pada 5 Maret dan sudah berbicara beberapa kali dengannya dan juga dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, kata harian the Washington Post.
Bennett yang belum setahun menjadi perdana menteri Israel menjalankan tugasnya dengan menyampaikan pesan dari kedua pihak bertikai. Upaya itu membuat Putin dan Zelenskyy mau melunak dari pendirian mereka sebelumnya. Putin menjadi lebih terbuka menerima kedaulatan Ukraina dan Zelenskyy pun mengumumkan negaranya tidak akan bergabung dengan NATO.
Bennett berada di posisi yang cukup baik untuk menjadi mediator perselisihan karena "Israel adalah salah satu dari sedikit negara yang punya hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina," tulis Tia Goldenberg dari the Associated Press. Israel juga sudah memberikan bantuan kemanusiaan untuk Ukraina, bukan bantuan militer. Bennett juga tidak mengecam Putin atas invasinya dan tidak menjatuhkan sanksi apa pun kepada Rusia.
Vatikan
Pada 25 Februari sehari setelah Rusia memulai operasi militer ke Ukraina, Paus Fransiskus mendatangi Kedutaan Rusia di Vatikan untuk menyampaikan "keprihatinannya atas perang yang terjadi." Paus tidak mengecam Rusia atas perang yang terjadi dan Takhta Suci menyerukan gencatan senjata serta menawarkan untuk menjadi mediator.
Gereja Katolik selama ini dikenal memilih bersikap netral dalam konflik internasional agar bisa menjadi mediasi pihak ketiga di balik layar. Kinerja diplomatik Vatikan sudah pernah menjadi mediator konflik antara faksi-faksi di Sudan Selatan, Amerika Serikat dan Kubam Argentina dan Chile, menurut laporan Reuters.
Namun seiring korban sipil berjatuhan di Ukraina, Paus Fransiskus pada 5 Maret dalam misanya menyebut invasi itu "barbar" dan "agresi militer yang tidak dapat dibenarkan", "pembantaian" yang dilakukan tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan" yang menimbulkan "sungai darah dan air mata" meski dia tidak menyebut langsung nama Rusia.
Turkiye
Peran Turkiye sebagai mediator konflik Ukraina-Rusia berhasil membuka koridor bantuan kemanusiaan.
Turkiye pun mendapat pujian atas upayanya mendamaikan konflik Ukraina-Rusia dengan pernyataan Presiden Recep Tayyip Erdogan yang menyebut "perdamaian tidak akan menyisakan pecundang".
Turkiye yang mempunyai hubungan baik dengan Kremlin dan Kiev berhasil mengundang Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan sejawatnya dari Ukraina Dmytro Kuleba untuk hadir di Kota Antalya awal Maret lalu. Itu adalah pertemuan tingkat tinggi di antara kedua pihak bertikai sejak konflik dimulai 24 Februari.
Ukraina dan Rusia membuat kemajuan dari hasil perundingan di Istanbul dengan Rusia yang menjanjikan akan mengurangi operasi militer di Ukraina dan muncul rasa optimis dari juru runding Ukraina.
Posisi Turkiye cukup unik sebagai mediator. Turkiya memiliki batas maritim dengan Ukraina dan Rusia. Dia juga di saat yang sama adalah negara NATO sekaligus mitra dagang terbesar Rusia di Timur Tengah dan wilayah Afrika Utara.
Apakah Mediasi Pihak Ketiga Punya Peluang?
Dalam kondisi krisis negosiasi, tokoh besar kerap dipandang sebagai mediator yang berpeluang. Tapi seperti yang terlihat, kurangnya kepercayaan, takut gagal, dan kemungkinan ada kepentingan pribadi dari mediator bisa membuat upaya ini sulit memberikan hasil konkret. Sosok mediator profesional yang tidak punya kaitan dengan konflik bisa menjadi pilihan yang lebih baik.
Tapi terkadang muncul masalah besar lain: salah satu pihak bertikai enggan dengan adanya mediasi pihak ketiga.
"Orang-orang yang berkomunikasi dengan Putin ingin melakukan upaya itu, kata seorang diplomat Uni Eropa. "Tapi sejauh ini dia tidak memperlihatkan sikap bersedia untuk masuk ke tahap negosiasi atau mediasi."
(mdk/pan)