Kerusuhan Semakin Meluas di Prancis Setelah Polisi Tembak Mati Seorang Pemuda di Lampu Merah
Kerusuhan semakin memanas dan meluas ke berbagai kota di Prancis.
Kerusuhan Semakin Meluas di Prancis Setelah Polisi Tembak Mati Seorang Pemuda di Lampu Merah
Kerusuhan meluas ke sejumlah kota besar di Prancis pada Kamis, tiga hari setelah insiden penembakan seorang remaja keturunan Aljazair dan Maroko oleh polisi di lampu merah. Presiden Prancis, Emmanuel Macron berusaha menghentikan kekacauan ini. Sebanyak 40.000 anggota polisi dikerahkan ke seluruh Prancis, hampir empat kali lebih banyak daripada yang dikerahkan pada Rabu. Penembakan remaja tersebut terjadi di daerah Nanterre, daerah kelas pekerja di sebelah barat pinggiran kota Paris. Pemuda 17 tahun bernama Nahel M ditembak mati pada Selasa.
Di Nanterre, pengunjuk rasa membakar mobil, menutup jalan-jalan, dan melempar proyektil ke polisi, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (30/6).
Para pengunjuk menuliskan "Balas dendam untuk Nahel" di tembok-tembok gedung dan melakukan aksi pembakaran di pinggir sungai pada malam hari sebelum pasukan pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api dan unit polisi khusus diterjunkan untuk menjaga kendaraan yang ada di sekitar daerah tersebut.
Kerusuhan Meluas
Kepolisian Nasional Prancis pada Kamis malam mengatakan anggotanya menghadapi insiden baru di Marseille, Lyon, Pau, Toulouse, dan Lille. Di kota-kota itu ada aksi pembakaran dan kembang api.
Insiden ini merupakan efek dari protes yang sangat panjang terkait kekerasan polisi dan rasisme sistemik di dalam lembaga penegak hukum oleh kelompok hak asasi manusia dan di pinggiran kota berpenghasilan rendah yang dihuni warga ras campuran di sekitar kota-kota besar di Prancis.
Kronologi Penembakan Remaja
Nahel ditembak pada Selasa pagi di saat jam sibuk lalu lintas. Dia awalnya tidak berhenti saat ditilang setelah mobil Mercedes AMG yang dia kendarai terlihat ada di jalur bus. Dia kemudian ditilang polisi di lampu merah.
Saat dia berusaha kabur, salah satu polisi menembaknya dari jarak dekat melalui jendela pengemudi. Nahel tewas akibat satu tembakan di lengan kirinya dan dadanya, menurut jaksa penuntut umum Nanterre, Pascal Prache. Menurut jaksa, polisi tersebut mengakui melakukan tembakan mematikan, beralasan dia ingin mencegah mobil Nahel kabur karena takut dia atau orang lain akan celaka setelah pemuda itu diduga melakukan beberapa pelanggaran lalu lintas. Pengacara polisi tersebut, Laurent-Franck Lienard mengatakan kliennya telah meminta agar keluarga korban memaafkan tindakannya. Menurutnya, kliennya awalnya menargetkan menembak kaki pemuda tersebut tapi terbentuk yang kemudian menyebabkan dia menembak dada pemuda itu."Dia harus dihentikan, tapi yang jelas dia tidak ingin membunuh pengemudi tersebut."
Laurent-Franck Lienard, pengacara polisi pelaku penembakan.
Presiden Macron mengatakan pada Rabu, penembakan itu tidak dapat dimaafkan. Saat memerintahkan rapat darurat, dia juga mengecam kerusuhan yang terjadi.
Saat protes untuk mengenang Nahel berlangsung di Nanterre, para pengunjuk rasa menentang impunitas polisi dan mengecam kegagalan reformasi penegakan hukum di negara tersebut. Ribuan orang memadati jalan-jalan. Ibu Nahel yang memakai kaos putih bertuliskan "Keadilan untuk Nahel" dan tanggal kematian anaknya menyapa para pengunjuk rasa.
"Saya tidak menentang polisi. Saya menentang satu orang, dia yang membunuh putra saya. Dia seharusnya tidak membunuh anak saya."
Ibu Nahel, korban penembakan polisi.
Pembunuhan Nahel ini merupakan penembakan mematikan ketiga di lampu merah di Prancis yang terjadi pada 2023. Tahun lalu ada 13 insiden mematikan di lampu merah, menurut kepolisian nasional Prancis. Ada tiga kasus pembunuhan yang sama pada 2021 dan dua kasus pada 2020, menurut data Reuters. Sedangkan mayoritas korban dari kejadian ini sejak 2017 adalah orang kulit Hitam atau keturunan Arab. Dewan lokal di Blanc Mesnil, Karima Khatim mengatakan kesabaran masyarakat semakin menipis. "Kami telah mengalami ketidakadilan berkali-kali sebelumnya," ujarnya.