Media Barat Bukan Dewa, New York Times, Washington Post dan Lainnya Lebih Pro-Israel dalam Pemberitaan Isu Palestina, Ini Buktinya
The Intercept melakukan analisis terhadap lebih dari 1.000 artikel yang diterbitkan media-media Barat terkait agresi Israel di Jalur Gaza, Palestina.
The Intercept melakukan analisis terhadap lebih dari 1.000 artikel yang diterbitkan media-media Barat terkait agresi Israel di Jalur Gaza, Palestina.
- Israel Bunuh Jurnalis Palestina, Media Barat Tutupi Kebenaran Genosida di Gaza
- 10 Jurnalis CNN dan BBC Ungkap Kantornya Lebih Pro-Israel dalam Perang Gaza, Langgar Prinsip Jurnalistik
- Media Israel Akhirnya Akui Negaranya Kalah Perang di Gaza
- New York Times Larang Jurnalisnya Gunakan Kata 'Genosida' dan 'Palestina' Saat Tulis Berita Soal Perang Israel di Gaza
Media Barat Bukan Dewa, New York Times, Washington Post dan Lainnya Lebih Pro-Israel dalam Pemberitaan Isu Palestina, Ini Buktinya
Pemberitaan sejumlah media Barat ternama terkait isu Palestina-Israel, khususnya terkait agresi Israel di Jalur Gaza, dinilai lebih berpihak ke Israel. Bias ini secara terus menerus ditunjukkan dalam pemberitaan media-media seperti The New York Times, Washington Post, dan Los Angeles Times, berdasarkan hasil analisis The Intercept.
Menurut The Intercept, media-media ini hanya sedikit membahas dampak dari agresi dan pengeboman mematikan Israel di Gaza, yang menewaskan banyak anak-anak dan jurnalis.
Analisis The Intercept menyatakan, media-media besar Amerika tersebut secara tidak proporsional membesar-besarkan korban dari pihak Israel, termasuk menggunakan bahasa yang lebih emosional dalam menggambarkan korban dari pihak Israel, namun hal itu tidak berlaku jika korbannya adalah warga Palestina. Selain itu, media-media ini juga menyajikan liputan yang tidak seimbang mengenai tindakan antisemitisme di AS, sementara sebagian besar mengabaikan rasisme anti-Muslim setelah peristiwa 7 Oktober.
Aktivis pro-Palestina menuduh media-media besar memiliki bias pro-Israel. Kantor New York Times di Manhattan juga menjadi sasaran demonstrasi, protes atas liputannya yang bias terkait serangan Israel di Gaza.
Foto: Lucas Jackson/Reuters
Analisis sumber terbuka ini fokus pada enam pekan pertama agresi Israel di Gaza, dimulai pada 7 Oktober di mana Hamas menyerang Israel, menewaskan 1.139 orang sampai 24 November ketika gencatan senjata disepakati kedua belah pihak disertai pertukaran tawanan. Selama periode ini, Israel telah membunuh 14.800 warga Palestina, termasuk 6.000 lebih anak-anak. Saat ini, jumlah korban jiwa di Gaza telah mencapai 23.000 lebih.
Dalam analisisnya, The Intercept mengumpulkan lebih dari 1.000 artikel dari New York Times, Washington Post, dan Los Angeles Times terkait agresi Israel di Gaza dan menghitung penggunaan istilah-istilah kunci tertentu dan konteks penggunaannya. Penghitungan tersebut mengungkapkan adanya ketidakseimbangan yang besar dalam cara pemberitaan terhadap tokoh-tokoh Israel dan pro-Israel dibandingkan dengan tokoh-tokoh Palestina dan pro-Palestina – dengan penggunaan yang lebih mendukung narasi Israel dibandingkan narasi Palestina.
"Untuk mendapatkan data ini, kami mencari semua artikel yang mengandung kata-kata yang relevan (seperti “Palestina”, “Gaza”, “Israel”, dll.) di ketiga situs berita. Kami kemudian menguraikan setiap kalimat di setiap artikel dan menghitung jumlah istilah tertentu. Untuk analisis ini, kami menghilangkan semua bagian editorial dan surat kepada editor," tulis The Intercept dalam laporannya.
The Intercept menemukan pemberitaan terkait korban jiwa dalam media-media tersebut tidak proporsional, di mana kata-kata seperti "Israel" dan "orang Israel" lebih sering muncul dari pada "Palestina/warga Palestina", walaupun jumlah korban di Palestina jauh lebih tinggi dari Israel. Untuk setiap dua kematian di Palestina, Palestina hanya disebut sekali. Sedangkan untuk setiap kematian di Israel disebut sampai delapan kali.
Foto: The Intercept
Bahasa emosional seperti "pembantaian" dan "mengerikan" hanya digunakan jika korbannya adalah orang Israel. Perbandingan penggunaan kata "slaughter (pembantaian) untuk Israel versus Palestina adalah 60:1, untuk kata "massacre" perbandingannya 125:2, dan "horrific (mengerikan)" perbandingannya 36:4.
Meskipun perang Israel di Gaza mungkin merupakan perang paling mematikan bagi anak-anak dalam sejarah modern, hanya ada sedikit penyebutan kata “anak-anak” dan istilah-istilah terkait dalam judul artikel yang disurvei oleh The Intercept.
Hanya dua headline dari 1.100 artikel berita dalam penelitian ini yang menyebutkan kata “anak-anak” yang berhubungan dengan anak-anak Gaza. Sebagai pengecualian, New York Times memuat berita di halaman depannya pada akhir bulan November, mengenai pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak Palestina, meskipun tajuk utama tersebut tidak menampilkan kedua kelompok tersebut.
Meskipun perang di Gaza telah menjadi salah satu perang yang paling mematikan dalam sejarah modern bagi para jurnalis – sebagian besar adalah warga Palestina – kata “jurnalis” dan sebutannya seperti “reporter” dan “jurnalis foto” hanya muncul di sembilan berita utama dari lebih dari 1.100 berita utama artikel yang diteliti. Ketika gencatan senjata, 48 jurnalis Palestina terbunuh dalam serangan Israel. Saat ini jumlahnya telah melampaui 100 jurnalis. Hanya 4 dari 9 artikel yang memuat kata jurnalis/reporter yang terkait dengan jurnalis Arab atau Palestina.