Menanti 10 Tahun, Perempuan Palestina Akhirnya Lahirkan Bayi Kembar, Serangan Udara Israel Menewaskan Keduanya
Menanti 10 Tahun, Ibu Palestina Akhirnya Lahirkan Bayi Kembar, Serangan Udara Israel Menewaskan Keduanya
- Intelijen Perempuan Israel Ketahuan Selingkuh dengan Pria Palestina, Sampai Ditangkap 2 Kali
- Israel Mulai Kekurangan Tentara, Sampai Rekrut Warga Berumur 40 Tahun Lebih
- Baru Sehari Pulang Dari Gaza, Tentara Israel Bunuh Diri Tembak Kepalanya Sendiri
- WHO Ungkap Israel Bikin 8.000 Anak Palestina di Bawah Usia 5 Tahun Menderita Gizi Buruk Parah, Tubuhnya Kurus Kering
Menanti 10 Tahun, Ibu Palestina Akhirnya Lahirkan Bayi Kembar, Serangan Udara Israel Menewaskan Keduanya
Rania Abu Anza membutuhkan waktu 10 tahun dan tiga tahap prosedur bayi tabung untuk membuatnya hamil dan melahirkan bayi kembar sepasang: laki-laki dan perempuan.
Serangan udara Israel Sabtu lalu ke Rafah, Palestina menewaskan kedua bayinya yang baru berusia lima bulan.
Tak hanya itu, suami dan 11 kerabat keluarga juga tewas dalam serangan itu sementara sembilan lainnya hilang tertimbun reruntuhan bangunan. Demikian menurut para penyintas dan pejabat kesehatan setempat.
Rania bangun sekitar pukul 10 malam untuk menyusui Naeim, anak laki-lakinya, dan kembali tidur dengan menggendong Naeim di satu tangan dan Wissam, anak perempuannya, di tangan yang lain. Suaminya tidur di samping mereka.
Sebuah ledakan terjadi 1 setengah jam kemudian, dan rumah mereka roboh seketika.
"Saya berteriak memanggil anak-anak dan suami saya," katanya sambil terisak dan mendekap selimut bayi di dadanya. "Mereka semua sudah meninggal. Ayah mereka membawa mereka dan meninggalkan saya."
"Jiwa saya lenyap," tangis Rania saat para pelayat menghiburnya. Dia menolak ketika diminta untuk melepaskan jenazah salah satu bayinya sebelum dimakamkan. "Biarkan dia bersama saya," katanya, dengan suara lirih.
"Kami sedang tidur, kami tidak sedang menembak dan kami tidak sedang berkelahi. Apa salah mereka? Apa salah mereka, apa salahnya?" Rania berkata. "Bagaimana saya bisa melanjutkan hidup sekarang?"
Serangan udara Israel bertubi-tubi menghantam rumah-rumah warga yang penuh sesak sejak dimulainya perang, bahkan di Rafah, yang disebut Israel sebagai zona aman pada Oktober lalu, kini menjadi target serangan darat berikutnya.
Serangan-serangan itu terjadi tanpa ada peringatan, dan terjadi di tengah malam, ketika warga Rafah sedang tertidur.
Israel mengklaim mereka berusaha menghindari melukai warga sipil dan menuduh kelompok militan Hamas atas kematian mereka karena menempatkan anggotanya di terowongan dan peluncur roket di daerah pemukiman yang padat.
Tapi militer Israel, bagaimanapun, jarang membahas serangan-serangan individu, yang sering menyebabkan kematian perempuan dan anak-anak.
Israel tidak mengomentari serangan ini namun mengatakan mereka "mengikuti hukum internasional dan melakukan tindakan pencegahan yang layak untuk mengurangi bahaya bagi warga sipil."
Dr. Marwan al-Hams, direktur rumah sakit tempat jenazah diambil, menyatakan dari 14 orang yang terbunuh di rumah Rania, enam adalah anak-anak dan empat lainnya perempuan. Rania kehilangan suami dan anak-anaknya, serta saudara perempuan, keponakan, sepupu yang sedang hamil, dan anggota keluarga lainnya.
Farouq Abu Anza, seorang kerabat, mengatakan sekitar 35 orang tinggal di rumah tersebut, beberapa di antaranya merupakan pengungsi dari daerah lain.
Dia mengatakan mereka semua adalah warga sipil, kebanyakan anak-anak, dan tidak ada militan di antara mereka.
Rania dan suaminya, Wissam, keduanya berusia 29 tahun, menghabiskan satu dasawarsa untuk mencoba hamil. Setelah menjalani dua tahap prosedur bayi tabung dia akhirnya hamil awal tahun lalu. Si kembar lahir pada 13 Oktober.
Suaminya bekerja sebagai buruh harian, sangat bangga atas kelahiran anak-anaknya. Ia berkeras menamai putrinya sama dengan namanya sendiri, katanya.
Bagi anak-anak yang masih hidup, perang telah membuat hidup mereka seperti di neraka, kata para pekerja kemanusiaan, dan sebagian dari mereka yang berada di utara Gaza berada di luar jangkauan perawatan.
Rafah juga berada di wilayah Gaza yang kian menyusut. Tapi Israel mengatakan Rafah akan menjadi sasaran berikutnya, dan sekitar 1,5 juta orang yang telah mengungsi di sana akan direlokasi, tanpa mengatakan ke mana.
"Kami tidak memiliki hak," kata Rania. "Saya kehilangan orang-orang yang saya sayangi. Saya tidak ingin tinggal di sini. Saya ingin keluar dari negara ini. Saya lelah dengan perang ini."