Menelisik Awal Perselisihan Jilbab di India yang Makin Tajam
Larangan jilbab di kampus-kampus di negara bagian Karnataka, India selatan, telah memicu perselisihan besar di tengah munculnya kekhawatiran bahwa serangan terhadap simbol Muslim itu adalah bagian agenda kelompok Hindu sayap kanan yang ingin menerapkan nilai-nilai mayoritas terhadap minoritas.
Larangan jilbab di kampus-kampus di negara bagian Karnataka, India selatan, telah memicu perselisihan besar di tengah munculnya kekhawatiran bahwa serangan terhadap simbol Muslim itu adalah bagian agenda kelompok Hindu sayap kanan yang ingin menerapkan nilai-nilai mayoritas terhadap minoritas.
Minoritas Muslim yang jumlahnya 200 juta di negara itu khawatir larangan jilbab melanggar kebebasan beragama mereka yang dijamin konstitusi India. Duta besar AS untuk Kebebasan Beragama Internasional pada Jumat mengatakan larangan jilbab akan menstigmatisasi dan meminggirkan para perempuan dan anak perempuan.
-
Apa yang dilakukan pemerintah India terkait larangan sekolah madrasah? Pemerintah negara bagian juga harus memastikan anak-anak berusia antara 6 hingga 14 tahun tidak dibiarkan masuk tanpa izin ke lembaga-lembaga yang diakui,” tulis Hakim Subhash Vidyarthi dan Vivek Chaudhary dalam perintah mereka, yang dibuat berdasarkan permohonan banding dari pengacara Anshuman Singh Rathore.
-
Apa yang membuat tupai raksasa India dijuluki 'tupai pelangi'? Meskipun perut dan lengan mereka berwarna krem, bagian-bagian lainnya dengan warna oranye, ungu, dan merah yang menawan. Karena keunikan ini, mereka diberi julukan ‘tupai pelangi’.
-
Siapa yang memimpin pengumpulan beras untuk India? Bupati Banyuwangi saat itu,R. Oesman Soemodinoto, menjadi ketua komite yang mengurus pengumpulan beras dan proses pemberangkatan kapal ke India.
-
Siapa yang mengklaim Lempeng India sedang 'delaminasi'? Simon Klemperer dari Universitas Stanford mengemukakan argumen mereka setelah mempelajari kadar helium yang ada di mata air Tibet.
-
Apa yang dirayakan pada Hari Bendera Angkatan Bersenjata di India? Hari Bendera India, juga dikenal sebagai Hari Bendera Angkatan Bersenjata, diperingati melalui pengumpulan dana melalui pembagian bendera.
-
Siapa yang menjadi sorotan karena menari ala India? Nursyah, ibu dari Indah Permatasari, telah berhasil memikat perhatian netizen dengan aksinya menari ala India yang menjadi viral di media sosial.
Partai Bharatiya Janata (BJP), yang menguasai pemerintah di Karnataka juga di pemerintah pusat, mendukung larangan diskriminatif tersebut. Selama puluhan tahun BJP mengampanyekana penerapan Uniform Civil Code (UCC), yang diyakini minoritas akan sama dengan penerapan hukum Hindu.
Pada Selasa, siswa Muslim yang memakai jilbab dilarang masuk sekolah dan kampus di seluruh wilayah Karnataka.
Pemandangan sejumlah remaja Muslim yang dipaksa melepas jilbab mereka di luar sekolah memicu kemarahan. Pengguna media sosial menyebutnya "penghinaan", sementara penulis buku Ants Among Elephants, Sujatha Gidla mengatakan hal itu mengingatkannya pada kepolisian Prancis yang meneror perempuan yang memakai burkini pada 2016.
"Sekitar 13 dari kami dibawa ke ruang terpisah karena kami memakai jilbab untuk seragam sekolah," kata seorang siswa Karnataka Public School di distrik Shivamogga, Aliya Meher, kepada Al Jazeera.
"Mereka mengatakan kami tidak bisa mengikuti ujian pre-board jika kami tidak melepas jilbab kami. Kami merespons dengan mengatakan: 'Dalam kasus itu, kami tidak akan mengikuti ujian. Kami tidak bisa berkompromi soal jilbab.'"
"Tiba-tiba, mereka meminta kami melepas jilbab."
Reshma Banu, ibu salah satu siswa dilarang memasuki sekolah yang sama, mengatakan larangan jilbab "tak dapat diterima".
"Jilbab adalah bagian integral dari keyakinan kami. Kami memasukkan anak-anak kami ke sini karena kami pikir hak-hak mereka akan dihormati," ujarnya kepada Al Jazeera, dikutip Rabu (16/2).
Kepala Karnataka Public School, Susheela V mengatakan lembaganya hanya terikat oleh perintah pemerintah.
Para siswa Muslim telah menggugat larangan jilbab ini ke Pengadilan Tinggi Karnataka.
Awal larangan jilbab
Situasi ini memanas pekan lalu ketika sekelompok siswa Muslim yang memakai jilbab berkemah di luar kampus di distrik Udupi, Karnataka setelah pihak sekolah tak mengizinkan mereka masuk. Segera setelah video protes mereka muncul di internet, ada gelombang solidaritas di seluruh India dimana para aktivis meminta larangan itu dibatalkan.
Tapi pihak kampus dan pemerintah tidak menanggapi tuntutan itu dan justru larangan itu meluas, di mana beberapa kampus lainnya di distrik itu menerapkan larangan yang sama setelah mahasiswa Hindu dan aktivis yang memakai selendang safron yang identik dengan Hinduisme melakukan protes balasan.
Pengadilan tinggi Karnataka, yang menyidangkan dua petisi yang menentang larangan jilbab, membatasi para siswa memakai "pakaian religius" termasuk jilbab, sampai pengadilan menjatuhkan putusan. Para pengacara mengkritik perintah pembatasan ini, mengatakan hal itu sama dengan "penangguhan hak asasi".
Selasa lalu, insiden kekerasan sporadis dilaporkan di beberapa wilayah Karnataka ketika mahasiswa Hindu bentrok dengan polisi. Di satu tempat, seorang siswa Muslim diserbu oleh sekelompok pengunjuk rasa Hindu di luar kampusnya, memicu kemarahan besar.
Apa yang tadinya merupakan masalah seragam sekolah telah berubah menjadi isu Hindu-Muslim, di mana siswa Hindu mulai memakai syal safron di kampus-kampus untuk menentang pemakaian jilbab.
Menurut unggahan di Twitter, kelompok supremasi Hindu di negara bagian Uttar Pradesh dan Madhya Pradesh berunjuk rasa menentang jilbab.
Hindutva, ideologi yang menetapkan kebudayaan India dalam hal hal nilai-nilai Hindu, telah menginspirasi supremasi Hindu India selama puluhan tahun.
Isu seputar jilbab pertama kali muncul awal Desember lalu ketika sekelompok siswa Muslim dikeluarkan dari kelas di semuah kampus pra-universitas negeri di Udupi karena memakai jilbab.
Organisasi mahasiswa Muslim di negara bagian selatan India, Campus Front of India (CFI), mendukung para siswa Muslim tersebut, berpendapat bahwa kampus melanggar hak beragama dan hak pendidikan mereka.
Aktivis mahasiswa, Syed Sarfraz mengatakan kepada Al Jazeera, pemerintah mendukung dan memprovokasi respons kelompok nasional Hindu untuk menentang jilbab.
"Sejumlah video muncul dari berbagai distrik di mana para pemimpin kelompok Hindu nasionalis berada di antara pengunjuk rasa anti jilbab memakai syal safron," jelasnya.
Menurut investigasi situs The News Minute, pengunjuk rasa anti jilbab tidak muncul secara spontan "tetapi rencana Hindutva yang diperhitungkan yang telah dibangun di atas polarisasi komunal selama bertahun-tahun di Karnataka untuk memobilisasi siswa”.
Kelompok Hindutva
Udupi, pusat kontroversi ini, adalah sebuah distrik di wilayah pesisir Karnataka yang dianggap sebagai benteng kuat BJP.
Menurut Samar Halarnkar, jurnalis senior yang berasal dari ibu kota Karnataka, Bangalore, kelompok Hindutva didukung dan diperkuat BJP dan sekarang pendukungnya semakin banyak. Kelompok ini mulai aksinya dengan menyerang perempuan yang minum di pub dan menyerang kawan-kawannya yang beda agama.
Halarnkar mengatakan, fundamentalisme baik Hindu maupun Muslim, menemukan lahan subur di distrik pesisir Karnataka itu, di mana Muslim membentuk 15 persen dari populasi.
Selama bertahun-tahun, Karnataka telah melihat peningkatan aktivitas kelompok Hindutva dan penargetan minoritas terutama Muslim dan Kristen.
Bulan lalu, majelis negara bagian Karnataka mengesahkan UU yang melarang warga pindah agama, di mana pemerintah BJP menuduh kelompok misionaris Kristen melakukan "pemaksaan pindah agama" terhadap orang-orang Hindu, tuduhan yang dibantah para tokoh agama Kristen.
Halarnkar juga mengatakan, kelompok fundamentalis Hindu memanfaatkan isu jilbab ini untuk semakin meradikalisasi masyarakat.
Namun BJP membela larangan jilbab itu, mengatakan jilbab mengganggu "keseragaman" para siswa.
"Konsep seragam adalah untuk mencegah diskriminasi antar siswa. Tidak ada tempat baik untuk jilbab ataupun syal safron dalam lembaga-lembaga pendidikan," kata juru bicara BJP, Smriti Hartis kepada Al Jazeera.
Dia menyebut tuntutan para siswa terkait jilbab sebagai "kontroversi tak penting", sementara membela penentangan para Hindu nasionalis dengan menyebutnya hal yang "sangat normal".
(mdk/pan)