Jilbab Dilarang pada Masa Orba
Jilbab di masa lalu bukanlah sesuatu yang mudah dijumpai, bahkan sempat dilarang pemerintah.
Saat ini sudah banyak wanita Indonesia yang mengenakan hijab. Bahkan, seiring pesatnya wanita yang memakai hijab, berbagai model pun bermunculan.
Fenomena ini sebetulnya berbanding terbalik di masa lalu. Jilbab di masa lalu bukanlah sesuatu yang mudah dijumpai, bahkan sempat dilarang pemerintah.
Pada masa Orde Baru (Orba) jilbab mendapat larangan dari Presiden Soeharto. Pada awalnya, dari tahun 1930 hingga 1980-an, hanya sedikit orang yang mengenakan jilbab. Namun, seiring terbukanya waktu, semakin banyak yang mulai memakainya.
Presiden Soeharto melihat penggunaan jilbab dari sudut pandang politik, mengaitkannya dengan kebangkitan gerakan radikalisasi Islam.
Ketika penggunaan jilbab mulai meningkat, pemerintah Orba di bawah kekuasaan Soeharto menganggapnya sebagai ancaman.
"Organisasi-organisasi Islam khususnya dianggap secara luas sebagai semacam oposisi tidak resmi terhadap pemerintah. Banyak individu, baik orang-orang yang terkemuka maupun rakyat biasa, merasa keberatan terhadap aspek-aspek urusan pemerintah," tulis M.C. Rickefs dalam Sejarah Indonesia Modern.
Salah satu aspeknya yaitu pemerintah selalu berupaya menghalangi umat Islam dalam menerapkan syariah dalam kehidupan sehari-hari, seperti melarang perempuan mengenakan jilbab untuk menutup aurat.
Pemerintah juga turut campur dalam menghalangi penerapan syariah Islam, termasuk di lingkungan akademis.
Banyaknya siswi yang mengenakan jilbab di sekolah-sekolah mendorong pemerintah untuk mengeluarkan aturan baru, yaitu SK 052/C/Kep/D.82.
Surat keputusan ini dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen), Prof. Darji Darmodiharjo, S.H., pada 17 Maret 1982.
Keputusan tersebut memuat kebijakan baru tentang Seragam Sekolah Nasional yang berujung pada pelarangan jilbab di sekolah negeri.
Selama beberapa tahun, pemerintah Orde Baru tidak memberikan kelonggaran bagi siswi berjilbab di sekolah-sekolah negeri.
Pilihannya hanya dua, melanjutkan sekolah dengan melepas jilbab, atau tetap berjilbab namun harus pindah ke sekolah swasta.
Akhirnya di sepanjang tahun 1990, marak terjadi aksi demonstrasi oleh sebagian umat Islam di kota-kota besar karena merasa diskriminasi dan terpojokkan dengan peraturan pemerintah yang mendiskriminasi perempuan berjilbab.
Adanya tekanan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerintah mengenai potensi terganggunya stabilitas negara.
Selain itu, Soeharto mulai mempertimbangkan untuk mengurangi tekanan terhadap kelompok Islamis, politik Orde Baru mulai bergerak ke arah yang lebih kanan.
Karena pada masa itu Soeharto ingin memperoleh dukungan dari kalangan Muslim di Indonesia menjelang pemilu.
Oleh karena itu, Soeharto memperbolehkan kembali penggunaan jilbab berdasarkan Surat Keputusan nomor 100/C/Kep/D/1991, yang pada dasarnya mengizinkan para siswi untuk mengenakan pakaian sesuai dengan keyakinan mereka. Surat Keputusan ini dikeluarkan pada 16 Februari 1991.
Sejak dibebaskannya penggunaan jilbab, popularitasnya di Indonesia telah meningkat pesat. Saat ini, jilbab bukan hanya sekadar simbol syariat Islam, tetapi juga telah menjadi bagian dari tren mode dan fashion.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti