Polemik Larangan Jilbab Paskibraka, Muhammadiyah Minta BPIP Tak Jadi Pelopor Sekularisme
Haedar menyampaikan, meskipun sudah dibolehkan memakai jilbab bagi anggota Paskibraka, pihaknya menyayangkan keputusan melepas jilbab sebelumnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir berharap larangan berjilbab tidak terulang lagi bagi anggota pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Haedar menyampaikan, meskipun sudah dibolehkan memakai jilbab bagi anggota Paskibraka, pihaknya menyayangkan keputusan melepas jilbab sebelumnya.
Dia menyampaikan hal tersebut usai peletakan batu pertama pembangunan gedung kuliah bersama kampus II Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma).
Menurut Haedar, pelarangan berjilbab tidak sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia yakni Pancasila, terutama sila kesatu dan sila kedua.
“Jadi orang berjilbab itu menjalankan agama dan kita menghormati juga mereka yang beragama lain dan belum berjilbab. Tapi, ketika yang sudah berjilbab dan itu keyakinan agama itu sejalan dengan Pancasila. Sila satu, sila dua, berjalan dengan Pasal 29 (UUD 1945),” katanya, Jumat (16/8).
Dia mengaku sangat menyesalkan dan prihatin atas polemik melepas jilbab bagi Paskibraka yang dikeluarkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Menyayangkan, memprihatinkan dan tidak boleh terjadi lagi," ujarnya, dikutip dari Antara.
Haedar menghargai langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan panitia pengibar bendera pusaka yang telah memperbolehkan kembali bagi anggota Paskibraka yang berjilbab untuk mengenakan jilbab.
Dia menyampaikan, BPIP seharusnya dapat menjadi keteladanan untuk semua masyarakat dan jangan mempelopori sekularisasi. Indonesia tidak boleh menjadi negara sekuler.
Haedar menuturkan ketika umat beragama menjalankan agamanya tidak boleh ada pelarangan. Apalagi kebebasan beragama sudah dijamin konstitusi.
"Jadi, BPIP malah jangan justru mempelopori sekulerisasi di Indonesia karena itu bertentangan kata Bung Karno. Silakan dikutip. Ketika menjelaskan sila ketuhanan bukan hanya bangsa Indonesia yang ber-Tuhan, tapi negara itu harus ber-Tuhan,” kata dia.
“Artinya, Indonesia tidak boleh menjadi negara sekuler dan jangan ada pandangan orang memakai jilbab itu radikal. Kalau masih ada yang punya pandangan seperti itu, jangan-jangan dia yang radikal," tutup Haedar.