Otak Buatan Ilmuwan di Laboratorium Mampu Main Video Game
Ilmuwan-ilmuwan lain turut senang dengan keberhasilan Dr Kagan. Namun tidak sedikit ilmuwan-ilmuwan lain yang menganggap Dr Kagan telah melewati batas.
Sebuah sel otak yang dikembangkan tim ilmuwan dalam lab berhasil merasakan dan merespons lingkungan sekitar. Dr Brett Kagan, seorang ilmuwan dari perusahaan Corctical Labs mengungkap jika “ciptaannya” itu adalah otak makhluk pertama yang tumbuh di dalam petri dish (piring kaca).
Dr Kagan dan timnya mengembangkan otak yang dibentuk dari campuran sel otak manusia asli dan beberapa embrio tikus yang berhasil tumbuh menjadi 800,000 sel.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan? Ilmuwan menemukan dua spesies dinosaurus baru, yang hidup 66 juta tahun lalu.
“Kami tidak dapat menemukan istilah yang lebih baik untuk menggambarkan perangkat (otak) ini,” kata Dr Kagan, seperti dilansir BBC, Rabu (12/10).
“Ia (otak) mampu mengambil informasi dari sumber eksternal, memprosesnya, dan kemudian meresponsnya secara langsung,” lanjutnya.
Ilmuwan-ilmuwan lain turut senang dengan keberhasilan Dr Kagan. Namun tidak sedikit ilmuwan-ilmuwan lain yang menganggap Dr Kagan telah melewati batas.
Sebelumnya, otak mini (otak kecil) pertama kali dikembangkan pada 2013 lalu. Pengembangan itu ditujukan untuk mempelajari mikrosefali atau kelainan genetik di mana otak terlalu kecil.
Semenjak itu, penelitian otak mini telah digunakan untuk penelitian perkembangan otak.
Namun hanya kali ini ilmuwan berhasil membuat otak itu merasakan lingkungan sekitarnya, bahkan sel otak itu memainkan video game terkenal tahun 1970an, yaitu Pong. Tim ilmuwan menjelaskan, mereka menghubungkan otak mini itu dengan video game melalui elektroda (penghantar listrik).
Setelah dihubungkan, sel otak mini itu memproduksi aktivitas listrik mereka sendiri. Bola dan pemukul ping pong pun juga bergerak.
Bahkan ketika bola meleset dari pemukul ping pong dan game mengulang, otak mini itu mengalibrasi situasi yang akan terjadi selanjutnya.
Otak mini itu sering gagal menangkis bola. Dan semakin lama permainan berlangsung, semakin sedikit otak itu memproduksi listrik.
Keberhasilan itu mendorong kepercayaan Dr Kagan tentang suatu saat penelitiannya dapat memajukan pengujian dan perawatan penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer.
“Ketika orang melihat otak di piring, pada saat itu mereka melihat apakah ada aktivitas atau tidak ada aktivitas. Tapi tujuan sel otak adalah memproses informasi secara langsung. Memanfaatkan fungsi mereka yang sebenarnya membuka lebih banyak area penelitian yang dapat dieksplorasi secara komprehensif,” jelas Dr Kagan.
Dr Kagan mengungkap dia ingin menguji otak itu ketika terkena alkohol untuk penelitian selanjutnya. Jika otak mini itu memiliki reaksi yang sama dengan otak manusia, maka penelitian itu mampu untuk menggantikan penelitian eksperimental lainnya.
Bagi peneliti lain, otak mini Dr Kagan bukanlah makhluk hidup karena tidak memiliki perasaan dan sensasi.
“Ada informasi yang diedarkan dan digunakan dengan jelas, menyebabkan perubahan, sehingga stimulus yang mereka terima ‘dipikirkan’ secara mendasar,” jelas Dr Dean Burnett, dari Sekolah Psikologi Cardiff.
Dr Burnett sendiri lebih menganggap otak mini Dr Kagan hanya memiliki “sistem berpikir”.
Meski demikian, Dr Kagan tetap akan melanjutkan penelitiannya dan tetap berjalan sesuai dengan etika biologi agar dia dan timnya tidak sengaja membuat otak yang memiliki kesadaran.
“Kita harus melihat teknologi baru ini sangat mirip dengan industri komputer yang baru lahir, ketika transistor pertama adalah prototipe buruk, tidak terlalu andal – tetapi setelah bertahun-tahun melakukan penelitian khusus, mereka menghasilkan keajaiban teknologi besar di seluruh dunia,” jelas Dr Kagan.
“Otak mini belajar tanpa diajarkan sehingga lebih mudah beradaptasi dan fleksibel,” jelas rekan Dr Kagan, Profesor Karl Kriston dari Universitas London.
Reporter Magang: Theofilus Jose Setiawan
(mdk/pan)