Penelitian Baru: Manusia Kemungkinan Tak Bisa Miliki Imunitas Lawan Covid-19
Hanya 4 persen dari 23.000 yang memiliki antibodi - tetapi mereka memperkirakan setidaknya 25 persen bisa tertular penyakit ini.
Manusia mungkin tidak pernah memiliki kekebalan atau imunitas terhadap Covid-19, menurut penelitian baru tentang antibodi oleh para ilmuwan China dan Amerika.
Kesimpulan mereka didasarkan pada penelitian pada pekerja rumah sakit di Wuhan yang secara langsung terpapar pasien yang terinfeksi pada tahap awal wabah telah memiliki antibodi ini. Wabah ini pertama kali muncul di Wuhan, China tengah, akhir tahun lalu.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa itu virus? Virus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus merupakan parasit intraseluler obligat yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel organisme biologis.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Kenapa cromboloni viral di media sosial? Tips Membuat Cromboloni saat ini tengah ramai menjadi perbincangan di media sosial khususnya Tiktok.
-
Di mana virus dapat menyebar? Virus juga dapat menyebar melalui udara, air, makanan, dan kontak langsung dengan individu yang terinfeksi.
-
Di mana virus-virus kuno itu ditemukan? Ilmuwan berhasil menghidupkan kembali virus prasejarah berusia 48.500 tahun yang terperangkap dalam permafrost (lapisan tanah beku) di Siberia.
Setidaknya seperempat dari lebih dari 23.000 sampel yang diuji bisa terinfeksi virus pada tahap tertentu, menurut para ilmuwan. Tetapi hanya 4 persen yang berhasil mengembangkan atau memiliki antibodi pada April.
"Orang-orang tidak mungkin menghasilkan antibodi pelindung jangka panjang terhadap virus ini," demikian kesimpulan para peneliti dalam makalah non-peer-review yang diunggah di situs pracetak medRxiv.org pada Selasa, seperti dikutip dari South China Morning Post, Kamis (18/6).
Para peneliti melakukan tes antibodi pada sampel dari pekerja rumah sakit yang terpapar pasien yang terinfeksi pada tahap awal wabah. Hanya 4 persen dari 23.000 yang memiliki antibodi - tetapi mereka memperkirakan setidaknya 25 persen bisa tertular penyakit ini.
Penelitian di Wuhan
Banyak upaya untuk memerangi pandemi ini dilakukan dengan asumsi bahwa orang yang terkena Covid-19 akan menghasilkan antibodi yang akan melindungi mereka dari infeksi ulang. Upaya-upaya itu termasuk negara-negara yang mempertimbangkan untuk mengeluarkan "sertifikat kekebalan", lebih dari 100 vaksin potensial dalam pengembangan, dan pasien yang pulih didorong untuk menyumbangkan darah untuk obat dan terapi eksperimental.
Tetapi penelitian baru di Wuhan menunjukkan tidak semua orang yang terinfeksi memproduksi antibodi, atau memproduksi antibodi yang tahan lama.
Antibodi adalah molekul yang dihasilkan oleh sistem kekebalan untuk mengikat protein lonjakan virus dan menghentikannya dari menginfeksi sel. Beberapa, seperti immunoglobulin G, atau IgG, dapat bertahan dalam sistem untuk waktu yang lama - telah ditemukan pada pasien SARS parah 12 tahun setelah mereka terinfeksi.
Dipimpin Wang Xinhuan dari Rumah Sakit Zhongnan Universitas Wuhan, dan ilmuwan dari Universitas Texas Galveston AS, penelitian ini meneliti sampel dari pekerja kesehatan dan staf umum rumah sakit di kota itu.
Mereka menemukan, 4 persen dari pekerja perawatan kesehatan dan 4,6 persen dari staf rumah sakit umum memiliki antibodi IgG. Penelitian sebelumnya menemukan 2,5 persen dari karyawan rumah sakit di Wuhan terinfeksi Covid-19 selama wabah, tetapi telah diperkirakan bahwa proporsi sebenarnya dari infeksi di antara kelompok ini dapat mencapai 25 persen.
Dua pekan setelah terinfeksi
Beberapa orang memiliki gejala ringan atau tanpa gejala ketika terinfeksi virus corona, dan bahkan mungkin mereka tidak tahu telah terinfeksi. Dan dengan penularan dari manusia ke manusia yang tidak dikonfirmasi sampai akhir Januari, banyak dokter dan perawat di Wuhan tidak memakai alat pelindung tambahan dalam merawat pasien.
"Mereka baru saja terinfeksi Sars-CoV-2 dan melawan virus dengan sistem kekebalan mereka sendiri," kata Wang dan timnya, menggunakan nama klinis untuk virus corona.
Pasien dengan infeksi yang dikonfirmasi, di mana gejalanya biasanya lebih jelas, cenderung menghasilkan lebih banyak antibodi, menurut para peneliti. Sebuah penelitian sebelumnya menemukan semua kasus yang dikonfirmasi yang mereka teliti telah mengembangkan antibodi IgG dua pekan setelah terkena penyakit.
Tim Wang juga memperkirakan lebih dari 10 persen orang dalam penelitian mereka mungkin kehilangan perlindungan antibodi dalam waktu kurang lebih sebulan.
"Temuan kami memiliki implikasi penting untuk kekebalan kawanan (herd immunity), terapi berbasis antibodi, strategi kesehatan masyarakat, dan pengembangan vaksin," jelas mereka.
Masih banyak yang jadi misteri
Berdasarkan penelitian mereka, mereka mengatakan tes antibodi mungkin tidak cukup untuk mengetahui apakah seseorang telah terinfeksi, dan keberadaan antibodi seperti IgG belum tentu memberikan kekebalan di masa depan.
"Gagasan sertifikat kekebalan untuk pasien Covid-19 yang telah sembuh tidak valid," tulis Wang.
Sementara itu, penelitian terpisah oleh tim di Universitas Tsinghua di Beijing menunjukkan bahwa semakin banyak antibodi yang diproduksi oleh pasien Covid-19, semakin buruk hasilnya - pasien dengan respons antibodi terkuat dalam penelitian mereka meninggal.
Mereka menunjuk sebuah fenomena yang dikenal sebagai peningkatan yang tergantung pada antibodi, di mana virus “mencari tumpangan” pada antibodi untuk menginfeksi sel yang tidak bisa mereka masuki sebaliknya.
Wang mengatakan itu adalah "masalah besar untuk diawasi secara ketat".
Tetapi Wu Yingsong, direktur penelitian rekayasa antibodi di Southern Medical University di Guangzhou, mengatakan penelitian Wuhan ini harus ditanggapi dengan hati-hati. Dia mencatat sebagian besar tes antibodi hanya memeriksa beberapa antibodi untuk menghemat waktu dan biaya - dan itu bisa berarti hasil yang salah.
"Masih ada banyak hal mendasar tentang virus corona yang tidak kita mengerti," pungkasnya.
(mdk/pan)