Sudah Ada Sejak 6.200 Tahun Lalu, Tidak Ada Kaya-Miskin di Kota Pertama di Dunia
Sudah Ada Sejak 6.200 Tahun Lalu, Tidak Ada Kaya-Miskin di Kota Pertama di Dunia
Manusia prasejarah bisa dianggap ‘dalang’ utopia.
-
Bagaimana para arkeolog memetakan kota kuno tersebut? Dengan waktu yang terbatas karena ketinggian air Sungai Tigris terus meningkat, para peneliti berhasil dengan cepat memetakan kota tersebut.
-
Di mana situs arkeologi dengan rumah kosong dan terowongan tersembunyi berada? Rumah kosong ini berada di situs arkeologi Distre, Prancis barat, berasal dari sekitar abad ke-10 sampai ke-12.
-
Di mana letak kota kuno yang ditemukan arkeolog? Reruntuhan kota kuno Sigiriya yang misterius dan luas membuat pengunjung dan arkeolog yang melihatnya kagum sekaligus bingung dengan teknik pembuatan dan desainnya.
-
Mengapa arkeolog heran dengan penemuan kota kuno ini? Meskipun kota ini berasal dari masa lampau, penemuan mengagumkan ini menunjukkan apa yang dapat diraih oleh pencapaian luar biasa dari semangat manusia.
-
Apa yang membuat para arkeolog terkejut dengan penemuan kuburan abad pertengahan ini? Para arkeolog menemukan kuburan abad pertengahan saat penggalian di lokasi pembangunan terminal bus di kota tua tepi pantai Sozopol, Bulgaria.
-
Kenapa temuan ini penting bagi arkeologi? Artefak tersebut rusak di sisi kanan dan kiri, serta sisi atas dan bawah dalam keadaan semula. Oleh karena itu, kami rasa potongannya lebih panjang,” kata Schachner. “Artefak ini adalah karya unik Bogazkoy. Untuk pertama kalinya, kita dihadapkan pada sebuah karya yang dihias dengan pemandangan yang dibuat dengan begitu rumit dan indah.
Sudah Ada Sejak 6.200 Tahun Lalu, Tidak Ada Kaya-Miskin di Kota Pertama di Dunia
Dilansir dari IFL Science, Selasa (27/2), seluruh kota-kota besar manusia pertama diperkirakan tidak berbeda antara satu dengan lainnya, kesetaraan sosial yang ada, berhasil menarik ribuan orang ke pemukiman prasejarah yang masif ini.
Menurut sebuah analisis baru, hilangnya kesetaraan ini dan munculnya tatanan sosial yang lebih bertingkat mungkin telah memicu ditinggalkannya kota-kota metropolis kuno ini.
Terletak di Pontic Steppe di wilayah yang pada saat ini menjadi Ukraina, Moldova, dan Rumania, sebutan situs mega Trypillia pertama kali muncul sekitar 6.200 tahun yang lalu.
Permukiman Neolitikum ini meluas hingga sekitar 790 hektar, dengan setiap situs menampung hingga 15.000 orang selama masa kejayaan budaya Trypillia.
- Jumlah Situs Berita Hoaks di AS Lebih Banyak Dari Surat Kabar Resmi, Ini Perbandingan Jumlahnya
- Kesabaran Seluas Angkasa, Perempuan Ini Rawat Suaminya Selama 10 Tahun Sampai Terbangun dari Koma
- Bulan Terbuat dari Apa? Ilmuwan Akhirnya Punya Jawabannya, Ternyata Mirip Bumi
- Ilmuwan Gali Lubang Terdalam di Dunia, Terdengar Ada 'Suara Neraka'
Meskipun berkembang menjadi pemukiman prasejarah terbesar di dunia, situs-situs ini sebagian besar tidak berpenghuni sekitar 5.600 tahun yang lalu.
Untuk mencoba menentukan bagaimana dan mengapa pusat-pusat Trypillia berkembang dengan sangat spektakuler sebelum akhirnya terlupakan, para penulis studi menggunakan koefisien Gini sebagai alat untuk menilai ketimpangan rumah tangga di kota-kota kuno ini.
Sering digunakan untuk mengukur ketidaksetaraan pendapatan dalam suatu masyarakat, koefisien Gini adalah alat yang mapan untuk mendeteksi ketidakmerataan.
Dalam kasus ini, para peneliti menggunakan metode ini untuk menganalisis variasi ukuran lantai sekitar 7.000 rumah dari 38 situs Trypillia yang berbeda.
"Dengan asumsi variabilitas dalam ukuran lantai rumah mencerminkan perbedaan kekayaan rumah tangga, kita dapat melihat penurunan ketidaksetaraan sosial di komunitas Trypillia hingga setidaknya tahun 3800 [Sebelum Masehi]," kata para penulis penelitian.
Selain kurangnya perbedaan dalam ukuran rumah, para peneliti juga mencatat "arsitektur rumah (yaitu denah dan konstruksi) menunjukkan tingkat standarisasi yang tinggi, begitu juga dengan perabotan rumah dan kegiatan ekonomi yang dapat dideteksi di dalamnya.”
Menelaah keseluruhan desain situs Trypillia, para peneliti selanjutnya menjelaskan tata letak bulat atau oval dari permukiman ini "memastikan akses yang sama ke elemen struktural dan infrastruktur."
Sementara itu, kehadiran "rumah pertemuan multifungsi" di ruang publik mengindikasikan seluruh masyarakat mungkin telah berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik.
"Perkembangan yang diuraikan di sini menunjukkan ideologi egaliter dan mekanisme yang efektif untuk menghindari kesenjangan sosial pasti ada di dalam komunitas Trypillia," tulis para penulis studi.
"Hal ini menyiratkan adanya mekanisme intra-pemukiman untuk mendamaikan kepentingan dan mendistribusikan surplus yang mungkin telah dibangun secara kolektif," tambah mereka.
Berdasarkan interpretasi ini, para peneliti menyatakan kesetaraan sosial "mungkin menjadi penentu untuk menarik, untuk sementara waktu, sejumlah besar orang ke komunitas-komunitas ini."
Namun, sejak sekitar 3800 SM dan seterusnya, penataan ruang permukiman Trypillia mulai berubah, yang mungkin mencerminkan peningkatan ketidaksetaraan dan perkembangan hirarki sosial.
Pada masa ini pula, situs besar Trypillia mulai berkurang ukurannya karena komunitas-komunitas yang lebih kecil mulai bermunculan di pedesaan sekitarnya.
Menurut penulis studi, hal ini mungkin mengindikasikan orang-orang memutuskan untuk meninggalkan kota-kota primordial setelah mimpi egaliter mulai memudar.
"Runtuhnya pemukiman besar Trypillia dan pembentukan komunitas yang lebih kecil di daerah sekitarnya dimulai tepat ketika ketimpangan sosial mulai meningkat lagi," tulis para peneliti.
"Dengan demikian, akhir dari komunitas Trypillia yang teragregasi dan situs-situs besar bertepatan dengan saat mekanisme penyamarataan sosial dan partisipasi politik mulai gagal dan ketidaksetaraan sosial muncul kembali," kata kesimpulan peneliti.
Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Antiquiy.