Tanpa Sebut Pelakunya Israel, PBB Akhirnya Buka Suara Soal Ledakan Pager di Lebanon
Teror pager di Lebanon pekan lalu membunuh lebih dari 30 orang dan melukai 3.000 orang.
Pekan lalu, Lebanon diguncang serangan teror ledakan perangkat komunikasi seperti pager dan walkie-talkie selama dua hari berturut-turut. Israel diduga kuat sebagai dalang dari serangan tersebut.
Ledakan yang terjadi pada Selasa (17/9) dan Rabu (18/9) tersebut menewaskan setidaknya 37 orang dan melukai hampir 3.000 lainnya, dengan target utama adalah perangkat komunikasi yang digunakan anggota Hizbullah.
- Bahan Peledak yang Dipasang Dalam Pager di Lebanon Tak Terdeteksi Mesin Pemindai
- Lebanon Kembali Diteror Ledakan Pager Gelombang Kedua, Total 12 Orang Tewas dan 3.000 Terluka
- Diduga Disadap Israel dan Dipasangi Peledak, Ahli Ungkap Bagaimana Pager Meledak Secara Bersamaan di Lebanon
- Teror Pager yang Meledak Bersamaan di Lebanon Tewaskan 9 Orang dan Lukai 1.200 Lainnya, Israel Diduga Berada di Balik Serangan Ini
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan peledakan perangkat komunikasi genggam di Lebanon dapat dianggap sebagai kejahatan perang. Pernyataan ini muncul setelah diplomat tinggi Beirut menuduh Israel merencanakan serangan "teroris."
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, menyampaikan kepada Dewan Keamanan dalam rapat darurat mengenai Lebanon yang diminta oleh Aljazair bahwa hukum kemanusiaan internasional melarang penggunaan perangkat jebakan yang tampak tidak berbahaya.
"Tindakan tersebut merupakan kejahatan perang jika dilakukan untuk menyebarkan teror di kalangan warga sipil," tegas Turk.
Turk juga mendesak PBB untuk melakukan penyelidikan "independen, teliti, dan transparan." Otoritas Lebanon menuduh Israel sebagai otak di balik serangan tersebut, dengan menyatakan bahwa perangkat yang menjadi sasaran telah dipasangi bom sebelum masuk ke negara itu. Hizbullah bertekad untuk membalas dan melakukan penyelidikan internal terkait ledakan ini.
Tak Wajar
Serangkaian serangan yang berlangsung di Lebanon mengejutkan banyak pihak.
"Saya sangat terkejut dengan skala dan dampak dari serangan tersebut," ungkap Turk.
"Serangan-serangan ini menandai kemunculan baru dalam konflik, di mana alat komunikasi digunakan sebagai senjata," tambah Turk.
"Ini tidak boleh dianggap sebagai hal yang wajar."
Dalam pidatonya di Dewan Keamanan PBB, diplomat utama Lebanon, Abdallah Bou Habib, menyebut serangan tersebut sebagai "metode perang yang belum pernah terlihat sebelumnya dalam hal kebrutalan dan teror."
"Israel, melalui tindakan teroris ini, telah melanggar prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional," tegas Habib, yang menyebut Israel sebagai "negara yang jahat."
Hingga saat ini, Israel belum memberikan tanggapan terkait ledakan tersebut.