Asal Usul Nama Sukarno Ditambahi Nama Depan Achmad
Demi menarik dukungan politik dari masyarakat Arab, secara sepihak nama Sukarno pernah ditambah di depannya dengan 'Achmad'. Sukarno tak berkenan?
Demi menarik dukungan politik dari masyarakat Arab, secara sepihak nama Sukarno pernah ditambah di depannya dengan 'Achmad'. Sukarno tak berkenan?
Penulis: Hendi Jo
-
Dimana Soekarno diasingkan? Penganan Pelite rupanya juga menjadi kue favorit Bung Karno saat berada dipengasingan di Kota Muntok sekitar tahun 1949.
-
Siapa yang bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
-
Bagaimana reaksi Soekarno saat bertemu Kartika? Bung Karno yang mengetahui kedatangan istri dan putrinya, seketika mengulurkan tangan dan seolah-olah ingin mencapai tangan Kartika.
-
Bagaimana Soekarno mempelajari bahasa Sunda? Inggit didapuk jadi penerjemah Bahasa Sunda masyarakat, dan membantu Soekarno saat kesulitan mengucap Bahasa Sunda.
-
Apa yang dimaksud dengan kata-kata Soekarno tentang bangsa yang besar? "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya."
-
Di mana Soekarno belajar untuk memimpin? Soekarno, yang tinggal di Surabaya pada era 1920-an, belajar untuk menundukkan hati rakyat dan menjadi inspirasi bagi mereka dalam melawan penjajah serta mencapai kemerdekaan Indonesia.
Ketika mengulas gerakan orang-orang Islam di dunia dalam menentang penjajahan, Fathi Yakan menyebut nama Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat aktif dan gigih. Dalam bukunya Alamul Islami wal maka-idud dauliyah khi lalal qarnin (diterjemahkan oleh penerbit Gema Insani Pers menjadi Islam di Tengah Persekongkolan Musuh Abad ke-20), penulis terkemuka dari Lebanon itu menyebut nama Achmad Sukarno sebagai pemimpin pergerakan orang-orang Islam di Indonesia.
Sejatinya, riwayat nama 'Achmad (atau Achmed)' di depan nama Sukarno berawal dari insiatif para mahasiswa Indonesia yang merupakan aktivis pro kemerdekaan Indonesia di Mesir. Pada 1946-1947, mereka sangat terlibat aktif mengkampanyekan nama Indonesia, bahkan sampai ke negara-negara Arab lainnya.
Selain mengadakan kegiatan amal dan diskusi, para aktivis pro kemerdekaan Indonesia juga ikut mempromosikan nama-nama pemimpin Republik Indonesia (RI) ke tengah masyarakat Arab.
"Mereka menggunakan Islam sebagai alat pendekatan," ungkap sejarawan Rushdy Hoesein.
Menurut M. Zein Hasan dalam Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, usaha politik itu tidak sia-sia. Memanfaatkan posisi RI sebagai negara yang rakyatnya mayoritas menganut agama Islam, simpati pun bermunculan dari masyarakat Arab.
"Sentimen agama terbukti sangat efisien menarik sokongan masyarakat Arab atas dasar solidaritas Islam," ungkap salah satu aktivis pro kemerdekaan Indonesia di Mesir saat itu.
Namun ada satu hal yang masih mengganjal: nama Sukarno sebagai presiden RI dianggap 'tidak berbau Islam'. Saat berkampanye, tak jarang muncul pertanyaan dari orang-orang Arab: apakah Sukarno seorang muslim?
Demi menjawab pertanyaan itu, para aktivis pro kemerdekaan Indonesia kemudian sepakat memberikan nama tambahan “Achmad” di depan nama Sukarno. Maka jadilah presiden Republik Indonesia dikenal di dunia Arab sebagai Achmad Sukarno.
"Jika ada wartawan dan orang Mesir (atau Arab) bertanya soal itu, maka kami malah akan bertanya balik: kenapa bukan Muslim? Bukankah nama lengkap dia adalah Achmad Sukarno?" ungkap Zein.
Sukarno sendiri awalnya senang-senang saja dengan penambahan 'Achmad' di depan namanya. Itu terbukti dengan tidak adanya reaksi saat sang presiden harus menandatangani surat-surat resmi untuk negara-negara Arab.
Bung Karno Pertanyakan Tambahan Nama Achmad
Masalah tiba-tiba muncul saat Presiden Sukarno berpidato dalam rapat umum menyambut kedatangan Presiden Uni Sovyet K. Voroshilov di Surabaya pada 1959. Dia mempertanyakan, siapa yang menambah namanya dengan 'Achmad'?
Begitu seriusnya pertanyaan Sukarno itu hingga dalam rapat di Departemen Luar Negeri, Zein (yang saat itu berposisi sebagai diplomat senior) menjelaskan maksud penambahan nama tersebut.
"Tujuannya: menarik sokongan umat Islam se-dunia bagi perjuangan Indonesia sesudah proklamasi," ujar Zein.
Tak jelas benar, apakah klarifikasi dari Zein itu sampai ke telinga Sukarno atau tidak. Yang jelas beberapa tahun kemudian, Sukarno kembali menyitir soal itu dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia (disusun oleh Cindy Adams). Anehnya, dia justru menyalahkan wartawan dalam persoalan itu.
"Sekali ada seorang wartawan yang menulis nama awalku adalah Achmad. Namaku hanya Sukarno saja," ujar Si Bung Besar.