Setahun Ada 365 Hari, Tapi Mengapa Hanya 7 yang Diberi Nama?
Ada beberapa alasan utama mengapa hanya ada tujuh hari yang diberi nama:
Penamaan tujuh hari dalam seminggu memiliki akar sejarah yang sangat tua dan terkait dengan peradaban kuno. Meskipun setahun memiliki 365 hari, pembagian menjadi sepekan yang terdiri dari tujuh hari adalah hasil dari keputusan budaya dan agama, bukan berdasarkan alasan ilmiah seperti perhitungan astronomis.
Ada beberapa alasan utama mengapa hanya ada tujuh hari yang diberi nama:
-
Kapan angka 7 mulai digunakan? Pembagian ini memiliki akar sejarah yang mendalam, dengan bukti penggunaannya di berbagai peradaban kuno, termasuk Mesopotamia dan Babilonia.
-
Kenapa 7 Desember dirayakan sebagai Hari Bendera? Tujuan utama peringatan ini adalah untuk mengumpulkan dana yang memungkinkan rehabilitasi keluarga para martir dan korban perang, menjamin kesejahteraan personel yang bertugas dan tanggungan mereka, dan untuk berkontribusi pada kesejahteraan dan pemukiman kembali para veteran dan keluarga mereka.
-
Dimana angka 7 muncul di alam? Dalam sistem tata surya, kita mengenal tujuh planet yang dapat dilihat dengan mata telanjang dari Bumi.
-
Dimana kalender 72 musim digunakan? Terutama Jepang, untuk menandai berlalunya waktu dan memahami variasinya sepanjang tahun, kalender Jepang membagi musim dalam setahun menjadi lebih rinci lagi yakni 72 musim.
-
Kenapa 7 Agustus dipilih sebagai Hari Hutan Indonesia? Tanggal 7 Agustus dipilih, didasarkan pada alasan refleksi dari disahkannya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
-
Mengapa angka 7 dianggap suci? Dalam berbagai tradisi agama, angka 7 sering dianggap suci dan penuh makna. Dalam Kristen, angka ini muncul dalam banyak konteks, seperti penciptaan dunia dalam tujuh hari, tujuh sakramen, dan tujuh dosa mematikan.
Pengaruh Kalender Babilonia: Peradaban Babilonia kuno, yang sangat mahir dalam astronomi dan astrologi, membagi pekan menjadi tujuh hari karena mereka menyembah tujuh benda langit yang mereka anggap suci: Matahari, Bulan, Mars, Merkurius, Jupiter, Venus, dan Saturnus. Pengaruh Babilonia ini kemudian menyebar ke kebudayaan lain.
Kepercayaan Religius: Dalam tradisi Yahudi, pekan tujuh hari tercermin dalam kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian di Alkitab, di mana Tuhan menciptakan dunia dalam 6 hari dan beristirahat pada hari ke-7 (Sabath). Ini kemudian mempengaruhi banyak kalender, termasuk kalender Masehi yang kita gunakan sekarang.
Sistem Astronomis dan Alam: Banyak budaya kuno melihat angka 7 sebagai angka sakral atau mistik karena hubungannya dengan benda langit yang terlihat dan fase bulan (sekitar 29,5 hari dalam satu siklus bulan dibagi menjadi empat fase, masing-masing sekitar 7 hari).
Dianggap praktis
Pembagian waktu dalam kelompok yang lebih kecil, seperti 7 hari, juga membantu mengorganisir kehidupan sehari-hari dan pekerjaan. Meski tahun memiliki lebih dari 300 hari, pembagian ini dianggap praktis untuk penggunaan harian.
Tujuh hari dalam sepekan telah digunakan dalam sistem penanggalan selama ribuan tahun, digunakan di berbagai wilayah seperti China, India, Timur Tengah, dan Eropa.
Tidak seperti bulan atau tahun, yang terkait erat dengan peristiwa astronomi, penentuan jumlah hari dalam sepekan tidak terkait seratus persen dengan benda langit. Penentuan ini sekitar 23 persen dari bulan lunar, namun telah digunakan secara luas selama berabad-abad.
Gagasan tentang tujuh hari dalam seminggu berasal dari orang Babilonia, yang merupakan astronom terampil. Sekitar tahun 2300 SM, Raja Sargon I dari Akkad meresmikannya.
Diambil dari nama Dewa Petir
Orang Babilonia memandang angka tujuh sebagai sesuatu yang istimewa. Sebelum teleskop, mereka mengidentifikasi tujuh benda langit penting: Matahari, Bulan, dan lima planet yang terlihat tanpa alat apa pun.
Bukan suatu kebetulan bahwa ada tujuh hari dalam seminggu; setiap hari diberi nama berdasarkan salah satu benda langit, yang mereka yakini berkeliaran di langit. Struktur ini kemudian mempengaruhi penamaan hari dalam banyak bahasa, seperti dikutip dari Greek Reporter, Kamis (26/9).
Misalnya, hari Minggu atau Sunday diambil dari kata "Sun" (Matahari) dan Sabtu atau Saturday diambil dari nama Saturnus. Pengaruhnya juga terlihat dalam bahasa Romawi, dimana “Martes” (Selasa) berasal dari Mars, dan “Jueves” (Kamis) dari Jupiter.
Mitologi Nordik juga berperan dalam bahasa Inggris, dengan nama Kamis (Thursday) diambil dari nama Thor, dewa petir, dan Rabu (Wednesday) diambil dari nama dewa Woden.
Tujuh hari seminggu juga berakar pada agama. Dalam Yudaisme, kisah dalam kitab Kejadian mengatakan bahwa Tuhan beristirahat pada hari ketujuh, yang menjadikan minggu itu strukturnya kekal.
Sementara itu, penetapan sehari ada 24 jam berasal dari zaman Mesir Kuno. Orang Mesir kuno yang pertama membagi hari menjadi 24 bagian.
Mereka membagi waktu antara matahari terbit dan terbenam menjadi 12 jam, lalu melakukan hal yang sama pada malam hari, dari matahari terbenam hingga matahari terbit. Sistem ini memberi kita waktu 24 jam yang masih kita gunakan sampai sekarang.
Pembagian jam menjadi 60 menit dan menit menjadi 60 detik kemungkinan besar berasal dari angka 60 yang sangat berguna untuk perhitungan.
Angka 60 dapat dengan mudah dibagi dengan banyak angka yang lebih kecil, seperti 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, dan 30. Hal ini membuatnya praktis bagi para ahli matematika dan astronom awal, itulah sebabnya mengapa angka ini telah digunakanselama berabad-abad.