Daniel Maukar, Pilot yang Tembaki Istana Merdeka Presiden Sukarno
Peristiwa Maukar terjadi di tengah kondisi politik yang penuh gejolak. Ketika berbagai pemberontakan muncul di daerah-daerah yang menginginkan otonomi daerah.
Pada 9 Maret 1960, terjadi penembakan di Istana Merdeka yang dilakukan oleh Daniel Alexander Maukar. Aksi penembakan ini merupakan bentuk ancaman terhadap Presiden Sukarno.
Peristiwa Maukar terjadi di tengah kondisi politik yang penuh gejolak. Ketika berbagai pemberontakan muncul di daerah-daerah yang menginginkan otonomi daerah.
- Diduga Kabur Setelah Digulingkan Pemberontak, Intip Profil Presiden Suriah Bashar al-Assad
- Usai Penyelamatan Pilot Susi Air, Jokowi Minta TNI-Polri Kawal Setiap Kegiatan di Papua
- Pilot Pesawat Jatuh di BSD Dimakamkan Hari Ini di Semarang
- Istana Minta Keluarnya Maruarar Sirait dari PDIP Tak Dikaitkan dengan Jokowi
Pada masa itu, banyak kalangan yang menargetkan pembunuhan kepada Presiden Sukarno karena merasa kurang puas dengan kebijakan pemerintah.
Peristiwa Maukar berawal dari ajakan Sam Karundeng, seorang anggota Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Sam mengajak Letnan Dua Daniel Alexander Maukar, seorang pilot AURI, untuk menembaki Istana Merdeka sebagai usaha mendesak pemerintah Republik Indonesia agar melakukan diplomasi dengan Permesta.
Tak Niat Membunuh Sukarno
Awalnya Daniel menolak, namun akhirnya ia setuju setelah mengetahui tujuannya adalah untuk menuntut perdamaian nasional. Permesta dibentuk karena kekecewaan rakyat terhadap sistem pembangunan dan ekonomi yang dianggap tidak adil.
Daniel Alexander Maukar, Letnan Udara Dua pilot AURI, yang memiliki call sign Tiger menembaki Istana Merdeka menggunakan pesawat tempur Mig-17.
Menurut pengakuan Daniel, aksi penembakannya merupakan bentuk ancaman kepada Bung Karno, namun ia tidak berniat membunuh Bung Karno.
Buktinya, serangannya itu dilakukan setelah ia yakin Bung Karno tidak berada di tempat dengan memastikan bendera kuning tidak sedang dikibarkan. Bendera kuning dikibarkan jika sang presiden sedang berada di istana.
“Memang sebelumnya ia sempat bertanya kepada petugas pangkalan yang baru kembali dari depan istana. Ia bertanya apakah ada bendera kuning berkibar di depan istana,” tulis Walentina Waluyanti de Jonge dalam Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen.
Bung Karno Ada di Istana
Pernyataan ini berbeda dengan pengakuan Bung Karno.Namun, dalam buku Penyambung Lidah Rakyat, Sukarno menceritakan kesaksiannya saat peristiwa Maukar terjadi kepada Cindy Adams.
Saat itu, ia berada di kediamannya, di Istana Merdeka. Kursi rotan di Istana Merdeka yang Sukarno namakan ‘kursi presiden’ itu menjadi saksi bisu peristiwa 9 Maret 1960.
Di kursi itulah Sukarno sering duduk merenung sambil memandangi taman. Karena suatu alasan, pada hari itu ia tidak duduk di kursi yang biasanya ia tempati.
Tiba-tiba, sebuah pesawat terbang rendah dan melepaskan tembakan tepat di tempat ia biasanya duduk.
Beruntung, ia selamat dari serangan tersebut karena saat itu ia tidak berada di kursi tersebut. Setelah melancarkan serangannya, Daniel terbang ke Bandung kemudian menuju Malangbong untuk mendarat.
Daniel Bebas era Soeharto
Rencananya, Daniel akan mendarat setelah mendapat kode asap dari Sam. Akan tetapi, karena kurangnya koordinasi, Daniel tidak melihat asap tersebut.
Sampai akhirnya ia kehabisan bahan bakar sehingga mengharuskannya untuk melakukan pendaratan darurat di persawahan di Desa Leles, Kecamatan Kadungora, Garut, Jawa Barat.
Disebutkan dalam buku Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen, Daniel ditangkap saat sedang mengendarai mobil sekitar 60 km dari Bandung. Setelah ditangkap ia divonis hukuman mati.
Eksekusi Maukar awalnya dijadwalkan pada 16 Juli 1960, namun berkat lobby beberapa pihak hukuman mati tersebut batal dilaksanakan dan Sukarno mengampuninya. Akhirnya, pada tahun 1968 masa pemerintahan Suharto, Daniel Maukar dibebaskan.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti