Jarang Dikenal, Tokoh Berpengaruh dalam Perfilman Indonesia
Sosok ini dikenal dengan sebutan ‘Bapak Film Indonesia’.
Industri film Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat, terlihat dari meningkatnya jumlah penonton yang menyaksikan film-film lokal.
Perkembangan perfilman Indonesia tidak terlepas dari peran Usmar Ismail, yang dikenal sebagai ‘Bapak Film Indonesia’.
-
Siapa yang dikenal sebagai Bapak Film Indonesia? Perkembangan film di Indonesia pastinya tidak lepas dari sosok penting salah satunya Usmar Ismail yang dinobatkan sebagai Bapak Film Indonesia.
-
Kapan film "Bangsal Isolasi" tayang? Pada tanggal 25 Juli 2024, film BANGSAL ISOLASI yang disutradarai oleh Adhe Dharmastriya akan tayang di bioskop.
-
Film apa yang dibintangi oleh Indah Permatasari? Film horor terbaru yang dibintangi Indah berjudul Sakaratul Maut, membuat penasaran dengan aktingnya.
-
Siapa yang membuat film bicara pertama di Indonesia? Tahun 1931, The Teng Chun muncul denga "Cina Motion Pictures" yang membuat film bicara pertama dengan judul 'Boenga Roos dari Tjikembang'.
-
Apa peran utama Baskara Mahendra dalam film *Bebas*? Baskara juga menerima penghargaan sebagai Aktor Pendukung Terpilih untuk perannya dalam film *BEBAS* pada acara Piala Maya tahun 2020.
-
Kapan Baskara Mahendra mulai berakting di film? Debut akting Baskara dimulai dengan film pendek "Cita dan Cinta," sebelum melanjutkan kariernya dengan bermain di film "My Generation" pada tahun 2017.
Usmar Ismail merupakan sosok penting dalam dunia perfilman nasional dan pendiri Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini). Karyanya yang berjudul Darah dan Doa (1950) menandai awal sejarah perfilman di Indonesia.
Mengutip dari Misbach Yusa Biran dalam Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa, disebutkan bahwa sebelumnya belum ada film yang bisa disebut sebagai film Indonesia, karena yang ada hanya pembuatan film di Indonesia.
Terjunnya Usmar di dunia film berawal pada masa pendudukan Jepang. Selama masa penjajahan Belanda, film dipandang sebagai hiburan ringan dan sering dianggap tidak bermutu oleh kalangan terpelajar.
Namun, pada era pendudukan Jepang, film dijadikan sebagai alat propaganda. Jepang menggunakan film sebagai alat seni sekaligus media informasi. Hal ini yang menyadarkan Usmar seberapa pentingnya film sebagai sarana komunikasi.
Sebelum mendirikan Perfini, Usmar ikut serta dalam revolusi fisik, di mana ia pernah menjadi anggota TNI kala Belanda dan Sekutu berusaha merebut kembali Indonesia pasca kemerdekaan.
- Film "Bila Esok Ibu Tiada" Berhasil Capai 1 Juta Penonton dalam Waktu 3,5 Hari
- Tak Banyak yang Tahu, Sederet Tim Khusus Penulis Bayangan Soekarno
- Sosok Njoo Cheong Seng, Penulis Sastra Melayu dan Sutradara Legendaris Keturunan Tionghoa
- Mengenal Lebih Dekat Sosok Sitor Situmorang, Penulis dan Wartawan Indonesia Asal Samosir
Pada 13 Maret 1950, Usmar mendirikan Perfini dengan modal dari uang pesangonnya setelah keluar dari militer.Tujuan Usmar mendirikan Perfini adalah untuk menghasilkan film-film Indonesia secara serius.
“Menghasilkan film-film Indonesia yang nasional coraknya, tinggi mutu teknik dan nilai artistiknya dan dapat disejajarkan dengan film-film dari manapun di dunia ini,” tulis Usmar Ismail dalam Memperingati Sewindu Perfini.
Karya Usmar Ismail
Karya pertama Perfini adalah film Darah dan Doa. Film ini mengisahkan hijrahnya prajurit Siliwangi dari Yogyakarta menuju Jawa Barat pada masa revolusi fisik pasca Agresi Militer I Belanda 1948.
Film Darah dan Doa menerima beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Para pengamat film dan seniman umumnya memuji karya tersebut, meskipun tidak sedikit juga kritik yang dilontarkan.
Mengutip dari Sofian Purnama dalam tesis Usmar Ismail dan Tiga Film Tentang Revolusi Indonesia (1950-1954), dikatakan bahwa Usmar Ismail banyak belajar dari pengalaman dalam film pertamanya.
Ketika menggarap produksi kedua Perfini, Enam Djam di Jogja (1951), Usmar lebih berhati-hati dalam mengambil langkah. Film tersebut berupaya merekonstruksi peristiwa penting, yaitu Serangan Umum 1 Maret 1949.
Usmar memilih untuk mengikuti pandangan umum tentang peristiwa tersebut, tanpa terlalu menonjolkan perspektif pribadinya. Lokasi syuting sengaja dilakukan di tempat asli kejadian tersebut.
Meskipun begitu, film ini mendapat kritik tajam dari sejumlah kritikus, termasuk dari lembaga sensor, dan setelah melalui banyak pemotongan, akhirnya film ini dapat dirilis.
Usmar Ismail Wafat
Berkat perspektif barunya dalam dunia perfilman, terutama mengenai konsepsi tentang apa yang dimaksud dengan film Indonesia itu sendiri, Usmar dinilai berhasil membawa maksud dari ‘film Indonesia’.
Artinya, ia tidak hanya menampilkan film dengan kisah-kisah romantis yang sesuai dengan selera mayoritas penonton, tetapi juga memperkenalkan karya yang lebih bermakna dan memiliki kedalaman artistik.
Usmar Ismail meninggal pada 2 Januari 1971 akibat pendarahan otak. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 109/TK/TH 2021, sebagai bentuk penghargaan atas perannya sebagai wartawan dan sutradara yang memberikan kontribusi penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti