Jembatan Kali Progo: Tempat Militer Belanda Membantai Kaum Republik
Selama setahun (1948-1949), ribuan orang yang dituduh sebagai pejuang Indonesia dibantai di atas Sungai Progo oleh militer Belanda. Sebuah tragedi sejarah yang jarang dikisahkan.
Selama setahun (1948-1949), ribuan orang yang dituduh sebagai pejuang Indonesia dibantai di atas Sungai Progo oleh militer Belanda. Sebuah tragedi sejarah yang jarang dikisahkan.
Penulis: Hendi Jo
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana sejarah Lembah Anai terbentuk? Konon, dulunya air terjun ini menjadi saksi bisu pergerakan rakyat Minang dalam melawan penjajahan. Pada masa kolonial, masyarakat setempat dipaksa untuk menjadi pekerja membangun jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara Kota Padang dan Padang Panjang via Lembah Anai.Masyarakat Minang yang bekerja dalam proyek pembangunan jalan tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan bisa berhari-hari dari tempat mereka tinggal menuju lokasi pembangunan jalan.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
Empat tahun lalu, masyarakat Temanggung dikejutkan dengan runtuhnya Jembatan Kali Progo akibat hantaman air sungai yang tengah banjir. Jembatan yang dibangun pada masa era Hindia Belanda tersebut kondisinya memang sudah sangat tidak layak. Selain, konstruksinya rapuh, aspal yang melapisi permukaannya sudah terlepas hingga menyebabkan badan jembatan bolong-bolong.
"Memang jembatan itu resminya sudah tak dipakai lagi. Hanya digunakan untuk memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus dan hari pahlawan 10 November saja," ungkap Darmadi, salah satu pedagang durian yang mangkal di sekitar wilayah tersebut.
Hal yang menarik, sekitar dua meter dari mulut jembatan terdapat tugu kokoh berwarna kelabu putih. Itu sebuah tanda peringatan bagi para korban pembunuhan yang dilakukan militer Belanda pada akhir 1948 hingga pertengahan 1949.
Ada tulisan di dalamnya berbunyi:
Aku ta’ ketjewa, aku rela… Mati untuk tjita-tjita sutji nan mulja: Indonesia merdeka, adil, makmur dan bahagia.
Temanggung, 22/12-48-10/8-49
Tempat Pembantaian
Bambang Purnomo sempat memberikan kesaksiannya dua tahun sebelum jembatan itu runtuh. Menurut mantan pejuang Republik di Temanggung itu, apa yang diinformasikan di tugu itu memang benar adanya.
Beberapa hari setelah agresi militer Belanda II hingga Agustus 1949, ratusan (bahkan disebutkan di tugu itu: 1.200) orang yang dituduh sebagai bagian dari kaum Republik dihabisi nyawanya di atas Jembatan Kali Progo oleh militer Belanda.
"Mereka mendatangi kampung, pasar, dan rumah warga yang dianggap secara sembarang sebagai orang-orang TNI lalu membawa ke jembatan dan langsung dieksekusi," ujar lelaki kelahiran tahun 1924 itu
Hal senada juga diungkapkan oleh Parto Dimedjo (84). Sejak militer Belanda menyerang Temanggung pada Desember 1948, praktik pembantaian selalu terjadi di atas jembatan itu.
"Kalau mau berangkat ke sekolah, hampir setiap hari saya selalu melihat ceceran darah di sepanjang jembatan Kali Progo," kenangnya.
Suatu hari menjelang senja, saat tengah mengangon bebek, dia melihat sekumpulan tentara Belanda menyiksa seorang lelaki yang matanya tertutup secarik kain hitam. Demi melihat pemandangan itu, tanpa banyak cakap, Parto lari tunggang-langgang meninggalkan bebek-bebeknya.
"Tapi belum jauh saya lari, sudah terdengar bunyi tembakan. Selanjutnya saya tidak tahu lagi nasib orang itu," ujarnya dalam bahasa Jawa.
Lolos dari Eksekusi Mati
Bambang Purnomo menyatakan, sebagian besar korban pembantaian adalah rakyat biasa. Kebanyakan dari mereka, ditembak mati karena memberi makan dan minum para gerilyawan Republik atau hanya memberikan beranda rumahnya sebagai tempat istirahat sejenak para pejuang Indonesia. Namun dia pun tak menafikan jika banyak juga pejuang Indonesia yang gugur di atas jembatan tua itu.
Salah satu korban yang dikenalnya sangat baik adalah Mayor Sarno Samsiatmodjo, salah satu komandan batalyon di Temanggung. Sarno gugur setelah dia tertangkap lantas dieksekusi di atas Jembatan Kali Progo. Setelah ditembak, mayat sang mayor lantas dihanyutkan ke Sungai Progo dan hingga kini tak pernah jelas nasib jasadnya.
Jika Mayor Sarno tak bisa menghindar dari pembantaian, tak demikian dengan Sukomihardjo. Mata-mata TNI yang juga saat itu berprofesi sebagai pamongpraja di Desa Kowangan bisa lolos dari maut di Jembatan Kali Progo dan sempat hidup hingga tahun 1990-an.
Ceritanya, Suko tertangkap dalam suatu operasi pembersihan. Setelah dijebloskan ke dalam penjara selama beberapa minggu, pada suatu hari dia mendapat giliran untuk dieksekusi. Setelah rambutnya digunduli, bersama tiga rekannya, Suko dibawa dengan sebuah traktor ke Jembatan Kali Progo.
Begitu tiba di Kranggan, mereka berempat digiring ke tengah Jembatan Kali Progo. Di sana Suko dan ketiga kawannya dijejerkan dengan posisi agak menyerong. Dor! Senjata menyalak. Orang di belakang Suko pun terjatuh ke Sungai Progo. Berikutnya giliran Suko yang dibidik. Namun sebelum peluru menghambur dari laras senjata, tanpa pikir panjang dia terjun ke bawah jembatan dan langsung disambut dengan limpahan coklat air Sungai Progo yang tengah banjir.
Karena kenekatannya itu, Sukomihardjo berhasil lolos dari maut. Dia kemudian mengganti namanya dan melanjutkan kiprahnya sebagai pejuang Republik hingga pada 1984 sempat mengisahkan pengalamannya itu kepada jurnalis sejarah T. Wedy Utomo.