Kisah Menegangkan di Balik Misi dan Sepak Terjang Mata-Mata Indonesia
Mereka bergerak dan menjalankan tugas dalam diam. Menanggalkan identitas asli diri sendiri. Menyamar demi keberhasilan misi dan operasi. Selalu ada cerita menegangkan di balik aksi-aksi mereka menjadi memata-matai musuh.
Mereka adalah orang-orang yang 'siap mati'. Mereka bertaruh nyawa atas nama perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia. Tak mengharapkan bintang jasa atau pengakuan.
Mereka bergerak dan menjalankan tugas dalam diam. Menanggalkan identitas asli diri sendiri. Menyamar demi keberhasilan misi dan operasi. Selalu ada cerita menegangkan di balik aksi-aksi mereka menjadi memata-matai musuh.
-
Apa isi dari Buku Mati? Buku yang memiliki judul ganda, ‘The Spells of Coming Forth by Day,’ atau dikenal dengan sebutan Buku Mati, ternyata menyimpan makna mendalam dalam dunia gaib. Selain memuat berbagai mantra, buku ini juga dipenuhi dengan kidung yang diyakini memiliki kekuatan gaib.
-
Bagaimana Atta Halilintar melaporkan? Laporan sudah diterima semalam," kata Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (5/9).
-
Di mana Atta Halilintar melaporkan? Laporan sudah diterima semalam," kata Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (5/9).
-
Di mana Ina Marika menimba ilmu selama kuliah? Artis FTV yang memulai debut karirnya pada tahun 2015 ternyata sedang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana, dengan mengambil jurusan Ilmu Komunikasi.
-
Mengapa gerhana matahari total menarik perhatian ilmuwan? Peristiwa ini menawarkan kesempatan unik bagi para ilmuwan untuk mempelajari korona matahari, yaitu lapisan luar atmosfer matahari yang biasanya tersembunyi oleh cahaya terang dari matahari itu sendiri.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
Salah satunya Ngatimin. Sang pejuang asal Karanganyar, Jawa Tengah. Meski usianya kini senja, semangat perjuangan pria bertubuh kurus dan rambut putih ini tidak pernah padam. Ditemui merdeka.com, Minggu (15/8/2021), Mbah Min sapaan akrabnya, menceritakan semangat patriotismenya terlibat dalam perang mengusir penjajah.
Ada beberapa warga pribumi yang menjadi mata-mata Belanda. Mereka menyamar dan ikut berbaur saat warga bergotong-royong membuat jebakan tank, dan mendata para pejuang untuk dilaporkan ke Belanda.
"Banyak yang ikut ditembak. Ada sepuluh lebih. Saya marah dan bertekad untuk ikut berjuang, meskipun saya masih anak-anak," katanya lagi.
Sejak peristiwa itu, Ngatimin mulai mengikuti gerak-gerik tentara Indonesia. Khususnya Angkatan Darat. Dia bahkan sudah terbiasa melihat dentuman senjata, bom yang dilancarkan penjajah Belanda.
"Saya juga ikut tentara Indonesia menyerbu gudang senjata di Panasan. Saya melihat dari jauh tentara-tentara Indonesia meletakkan senjata di sebuah kebun," lanjut Mbah Min.
Ngatimin menceritakan, dalam penyerbuan itu tentara Indonesia hanya mengandalkan senjata pisau. Saat tengah hari sekitar pukul 11.30 WIB, mereka menyerbu wilayah yang diduduki tentara Belanda. Pada saat tentara Indonesia menyerbu ke gudang, Ngatimin berinisiatif mengamankan senjata yang ditinggalkan di kebun agar tidak ketahuan musuh. Dia menutup senjata-senjata itu dengan dedaunan.
Pura-Pura jadi Anak Tidak Normal
©2021 Merdeka.com
Atas aksinya itu, Ngatimin diberikan tugas khusus oleh pimpinan tentara Indonesia. Yakni memata-matai pergerakan tentara Belanda. Umur Ngatimin yang masih remaja relatif aman dari ancaman musuh.
"Saya diberi tugas menjadi mata-mata. Saya melihat musuh dari jauh dan melaporkan ke komandan. Usia saya masih di bawah umur, jadi tidak dicurigai musuh dan antek Belanda," kenangnya.
Tugas itu dilakukan dengan ikhlas dan penuh semangat. Beberapa kali dia harus berpura-pura menjadi anak tidak normal saat ketemu dengan tentara Belanda agar tak dicurigai.
"Saya kalau ada tentara Belanda lewat pura-pura jadi anak tidak normal. Mereka tidak curiga. Dan saya bisa melaporkan kegiatan dan keberadaan mereka ke tentara kita," jelasnya.
Selain menjadi mata-mata, Ngatimin juga mendapatkan tugas baru. Yakni memastikan senjata-senjata tentara Indonesia aman disembunyikan di wilayah musuh. Salah satunya yang disembunyikan di timur lapangan udara Panasan.
"Saya harus berusaha agar tidak tertangkap tentara Belanda. Bisa mati kalau ketahuan," katanya lagi.
Dalam perjalanan tugasnya, Ngatimin mengaku dikejar-kejar tentara Belanda. Bahkan ia harus bertahan hidup dengan makan seadanya atau bahkan tanpa makan apapun selama 20 hari persembunyian.
"Makan daun atau tak makan sudah biasa," tuturnya.
Tukang Cuci dan Masak di Markas Belanda
Frans Mendoer, IPPHOS, Hendi Jo©2022 Merdeka.com
Masyitah, mempertaruhkan keselamatan nyawanya dengan menjadi pembantu di markas Belanda. Tugasnya menggali informasi kekuatan musuh. Lalu melaporkan ke komandannya.
Perempuan yang akrab disapa Nini Utoh adalah pejuang Perang Kemerdekaan yang memiliki peran penting bagi kiprah pasukan Divisi Siliwangi di wilayah selatan Cianjur.
Nini Utoh dikenal dengan sebutan 'tukang gambar'. Di masa revolusi, istilah itu digunakan kaum gerilyawan Republik di Cianjur kepada pejuang yang bertugas sebagai telik sandi di sarang musuh. Terminologi gambar bukanlah gambar sembarangan. Tapi pemetaan yang menggambarkan seluk beluk atau situasi di markas pasukan Belanda.
"Kebetulan saya ini dipercaya sama dua pos tentara Belanda untuk jadi babu, jadi bisa tahu banyak," ujarnya sambil terkekeh.
Ketika Divisi Siliwangi harus hijrah ke Jawa Tengah dan Yogyakarta pada 1948, Nini Utoh termasuk pejuang yang ikut turun gunung. Sosoknya sempat tertangkap mata kamera Frans Mendur (fotografer legendaris Indonesia pada era revolusi).
"Tugas saya yang utama sebenarnya adalah sebagai mata-mata…" ujar Utoh.
Nini Utoh 'diselusupkan' ke markas tentara Belanda di wilayah Cibeber sebagai tukang cuci pakaian dan masak. Sepulang bertugas di markas musuh, dia menyetor informasi ke atasannya di TNI tentang berbagai hal. Mulai situasi markas, perkembangan serta info rencana-rencana yang dapat dicuri dengar olehnya.
"Sekalian saya juga bawa keju dan roti buat kawan-kawan yang kadang kelaparan di hutan," ujarnya sambil terkekeh.
Dikejar Kapal Penghancur Milik Inggris
©2016 merdeka.com/istimewa
Kisah menegangkan sepak terjang mata-mata Indonesia juga datang dari operasi Dwikora. Saat itu hubungan diplomasi antara Indonesia dengan Malaysia bersitegang. Salah satunya ketika Malaysia memproklamasikan pembentukan Federasi Malaysia, 16 September 1963. Ini dianggap sebagai suatu upaya Neokolonialisme Inggris di wilayah Kalimantan Utara oleh Presiden Sukarno.
Presiden Sukarno tidak ragu-ragu menerapkan strategi konfrontasi dengan jalan memutus segala hubungan diplomatis dengan Malaysia dan melancarkan operasi Dwi Komando Rakyat (Dwikora).
Presiden Sukarno melanjutkan upaya konfrontasi dengan membentuk Komando Siaga (Koga), yaitu komando gabungan yang betugas menyelenggarakan operasi-operasi militer. Selain itu, Bung Karno juga menunjuk beberapa perwira sebagai mata-mata dalam operasi tersebut. Salah satunya adalah Letnan Dua Pierre Tendean.
Dalam buku Sang Patriot Kisah Seorang Pahlawan Revolusi: Biografi Resmi Pierre Tendean dijelaskan, Letnan Dua Pierre Tendean dinilai memiliki kemampuan dan kecakapan untuk melaksanakan tugas secara maksimal. Maka dari itu, dalam usianya yang masih muda dia mendapatkan panggilan untuk masuk sekolah intelijen TNI AD pada tahun 1963 di Bogor.
Pierre Tendean menjalani kursus intelijen di Bogor selama kurang lebih tiga bulan. Kursus tersebut berhasil diselesaikan dengan baik. Hal ini terbukti dengan Tendean yang langsung mendapat tugas berat melakukan penyusupan ke Malaysia. Melalui surat perintah Dirzi No. SP 507/11/1963, Tendean ditugaskan memimpin pasukan gerilya sukarelawan yang akan menyusup ke Negara Federasi Malaysia
Sebagai persiapan operasi, Tendean dan pasukannya diperbantukan kepada Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (Dipiad) dan ditempatkan di garis depan. Pierre Tendean dan rekannya ditempatkan di Kawasan basis A tepatnya di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau dan operasi dilakukan dengan menggunakan perahu kecil.
Dalam sumber lain yakni, buku Spesialis Pertempuran Laut Khusus disebutkan, Pierre Tendean juga bertugas sebagai Komandan Basis Y yang terletak di daerah Pasir Panjang, Kepulauan Karimun, Riau.
Pada saat Operasi Dwikora, Kopaska diberi tugas maju ke Kepulauan Riau untuk melaksanakan misi intelijen dan pengamanan. Selain itu, Kopaska diberi tugas mendirikan titik-titik pengintaian di Tarakan, Nunukan, dan Sebatik di wilayah Kalimantan Timur.
Tugas dari empat tim pasukan katak yang dikerahkan adalah untuk melaksanakan intelijen dan sabotase di sejumlah wilayah strategis Federasi Malaysia. Sesuai rencana yang telah ditetapkan, aksi sabotase akan dilaksanakan pada 15 Maret 1964. Apabila misi tersebut berhasil, maka akan timbul kesan bahwa pendirian Federasi Malaysia tidak dikehendaki oleh warganya.
Basis Y yang dipimpin Pierre Tendean merupakan Tim Kedua dari Kopaska yang menyusup ke daerah Malaka dan Johor. Komandan dari tim tersebut adalah Serda Wawa Winowoda. Operasi penyusupan berhasil dilakukan Tim Dua pada awal Maret 1964.
Akan tetapi, sabotase belum berhasil dilakukan lantaran beberapa anggota tim ditangkap aparat Malaysia. Salah satunya adalah Kelasi Dua Pelaut So’eh yang tertangkap dan harus menjalani hukuman di Malaysia.
Pierre Tendean kerap kali mendapatkan tugas penyusupan ke Malaysia dari Selat Panjang, Kepulauan Meranti, Riau. Setiap melakukan operasi penyusupan, Pierre Tendean terlebih dahulu melewati Pekanbaru, Riau Daratan.
Selama setahun bertugas, Pierre Tendean telah berhasil menyusup ke daratan Malaysia sebanyak tiga kali. Pertama kali Ia menyamar sebagai turis dan berbelanja oleh-oleh di Malaysia untuk ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Kedua kalinya, Tendean dapat merebut senjata dan verrekijker (teropong) dari tentara lawan. Benda tersebut tersimpan di Museum Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Sewaktu melakukan operasi yang ketiga, nyawanya sempat berada di ujung tanduk. Ketika berada di tengah laut, Pierre dipergoki dan dikejar oleh kapal perang destroyer milik Inggris.
Dalam keadaan genting itu, Pierre memutuskan turun dari speadboatnya dan berenang menuju perahu nelayan terdekat. Selama berhari-hari dia memegang perahu nelayan dari belakang sembari berenang, sebelum dapat lolos dari kejaran tentara Inggris.
Pengalaman ini juga direkam oleh Jenderal Besar A.H. Nasution dalam buku Memenuhi Tugas. Seperti kita ketahui, Pierre Tendean adalah ajudan dari Jenderal Besar A. H. Nasution yang gugur dalam peristiwa berdarah G30S.