Mengenal Waldjinah, Maestro Musik Keroncong Indonesia
Waldjinah lahir di Solo, 7 November 1945. Dia adalah seorang diva sekaligus maestro keroncong Indonesia. Banyak penghargaan yang telah ia raih, salah satunya dari Presiden Soekarno.
Waldjinah lahir di Solo, 7 November 1945. Semasa mudanya, dia merupakan seorang penyanyi keroncong. Bahkan kariernya itu mengantarkannya menjadi seorang diva sekaligus maestro keroncong Indonesia.
Bahkan, namanya juga dikenal di luar negeri. Berbagai rekaman lagu ia hasilkan dan banyak pula penghargaan musik yang telah ia terima.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Bakat menyanyinya itu telah terlihat semenjak Waldjinah masih duduk di bangku SD. Pada masa itu, ia kerap kali mewakili sekolahnya dalam lomba menyanyi. Hal inilah yang membuatnya memiliki cita-cita menjadi seorang penyanyi.
Namun impiannya ini awalnya tidak mendapat restu dari keluarganya. Pada saat itu, menjadi seorang penyanyi memang merupakan profesi yang dianggap sebelah mata.
Lalu bagaimana seorang Waldjinah memperjuangkan cita-citanya hingga akhirnya berhasil menjadi seorang diva? Berikut selengkapnya.
Tak Dapat Dukungan Orang Tua
©YouTube/BPNB DIY
Sejak kecil, Waldjinah memang sudah senang bernyanyi keroncong. Namun potensi yang ia miliki tak mendapat restu dari orang tua karena waktu itu musik keroncong masih dianggap sebagai musik jalanan.
Hal inilah yang membuat Waldjinah muda berkali-kali harus menghadapi tekanan dari keluarganya. Namun tekanan itu berangsur memudar setelah Waldjinah membuktikan kalau ia bisa menghasilkan uang dari hasil ia menyanyi.
“Jadi waktu kecil itu saya sudah sering menyanyi di RRI. Jadi waktu itu orang RRI datang ke rumah saya, saya diminta masuk di RRI jadi honorer. Itu waktu itu saya masih usia belasan tahun,” kata Waldjinah mengutip dari kanal YouTube BPNB DIY.
Ratu Kembang Kacang
©YouTube/BPNB DIY
Pada 1958, Waldjinah mendapat julukan sebagai “Ratu Kembang Kacang”. Julukan itu ia peroleh setelah memenangkan sebuah kontes menyanyi “Ratu Kembang Kacang” yang diselenggarakan oleh RRI dan Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Kontes itu diadakan sebagai respons atas kepopuleran lagu “Kembang Kacang” yang saat itu menjadi soundtrack film “Delapan Penjuru Angin”.
Dari sinilah kemudian Waldjinah terus memperoleh penghargaan Bintang Radio se-Indonesia hingga memperoleh penghargaan dari Presiden Soekarno sebagai Pengabdi Seni Nasional pada tahun 1965. Berbagai penghargaan ini mengantarnya untuk menghasilkan album musik di dapur rekaman Lokananta yang ada di Kota Solo.
“Waktu itu yang berperan penting namanya Bapak Sapari, gitaris ROS (Radio Orkes Surakarta). Dia bilang, ‘nduk, koe gelem ra rekaman?’, ‘ten pundi pak?’, ‘ten Lokananta’. Waktu itu saya senang luar biasa,” kenang Waldjinah.
Menyanyi Hingga ke Luar Negeri
©YouTube/BPNB DIY
Kepopuleran Waldjinah sebagai penyanyi keroncong di Indonesia menarik minat salah satu partai besar saat itu, Partai Golkar, merekrutnya menjadi penyanyi tetap di setiap kampanye mereka. Karena dianggap memberi kontribusi pada kemenangan Partai Golkar di pemilu tahun 1971, Waldjinah diberi hadiah untuk mengadakan konser di Singapura.
“Karena Golkar menang, saya juga ikut menang. Terus saya dihadiahi Pak Menteri pergi ke Singapura. Waktu itu kita pergi satu grup sama dengan kru Bintang Surakarta,” kata Waldjinah mengutip dari YouTube BPNB DIY.
Ibu Rumah Tangga Biasa
©YouTube/BPNB DIY
Di luar sosoknya sebagai seorang diva keroncong, Waldjinah memang hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang mendidik lima orang anaknya. Namun selain mendidik anaknya, di rumahnya yang sederhana Waldjinah membuka bimbingan musik keroncong.
Banyak generasi muda khususnya anak-anak yang berdatangan untuk belajar musik dengannya. Hal ini sejalan dengan misinya untuk menyebarkan musik keroncong pada tiap generasi muda di Indonesia.
“Jadi kita melatihnya begini, mereka ditanya lagu kesukaannya apa. Misalnya mereka suka pop, tapi nanti diiringi musik keroncong. Lalu kalau sudah senang, nanti dia disuruh belajar lagu “Bengawan Solo”. Itu dulu yang gampang. Setelah “Bengawan Solo” bisa, baru lagu keroncong yang lain,” ungkap Waldjinah.
Sosok Waldjinah di Mata Kerabat
©2018 Merdeka.com/Arie Sunaryo
Dyna Putri, murid Waldjinah, berharap gurunya itu tetap eksis dan menjadi motivasi para generasi muda untuk terus mengembangkan dan melestarikan budaya keroncong. Hal yang sama juga diungkapkan Nuning Darmono, sahabat dekat Waldjinah. Ia berharap sahabatnya itu diberi kesehatan dan umur yang panjang.
“Makanya selalu kita doakan ibu (Waldjinah) selalu sehat dan tetap eksis sampai kapanpun. Wong ibu itu cantik kok. Jadi kalau kita ke mana-mana sama ibu itu kita bangga. Sama satu lagi, ibu itu pribadinya tidak sombong,” kata Nuning dikutip Merdeka.com dari akun YouTube BPNB DIY.