32 Biksu Thailand Lakukan Prosesi Cuci Kaki di Cirebon, Intip Makna Mendalamnya
Kegiatan itu dilakukan oleh umat Buddha yang ada di wilayah Kota Cirebon, Jawa Barat, dengan makna khusus. Warga setempat turut antusias menyambut kedatangan biksu-biksu tersebut.
Sebanyak 32 biksu melakukan perjalanan rohani dari Nakhon Si Thammarat, Thailand menuju Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan kini telah sampai di wilayah Cirebon, Jawa Barat, Kamis (18/5) sore. Di sana, mereka lantas beristirahat dan menjalani prosesi cuci kaki.
Kegiatan itu dilakukan oleh umat Buddha yang ada di wilayah Kota Cirebon, Jawa Barat, dengan makna khusus. Warga setempat turut antusias menyambut kedatangan biksu-biksu tersebut.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Apa nama surat kabar pertama yang terbit di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama “Mataram Courant” dan satunya lagi bernama “Bintang Mataram”.
-
Apa kabar terbaru dari Nunung? Nunung bilang badannya sekarang udah sehat, ga ada keluhan lagi dari sakit yang dia alamin. Kemo sudah selesai "Nggak ada (keluhan), karena kemo-nya sudah selesai sudah baik, aman, Alhamdulillah," tuturnya.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
“Pertama kali ketika biksu Thudong itu datang, kita sambut dengan prosesi cuci kaki,” kata warga Cirebon yang melaksanakan kegiatan pencucian kaki 32 biksu, Welli Widadi, dikutip dari kanal YouTube Fokus Indosiar, Jumat (19/5).
Menyiram kaki para biksu
©2023 YouTube Fokus Indosiar/ Merdeka.com
Para biksu sendiri ketika datang langsung diarahkan untuk masuk ke halaman rumah Welli. Di sana sejumlah umat Buddha di Kota Cirebon sudah bersiap untuk menyiramkan air bersih dan mengelapnya dengan kain putih secara sukarela.
Kegiatan ini diikuti khususnya oleh anak-anak dan remaja yang berjajar dan membantu pencucian kaki secara bergantian.
Menurut Welli, terdapat makna mendalam sebagai bentuk penghormatan yang dilakukan oleh kalangan muda terhadap biksu yang memiliki ilmu lebih tinggi.
Penghormatan dan ungkapan berbakti kepada para guru
©2023 YouTube Fokus Indosiar/ Merdeka.com
Welli melanjutkan, jika penghormatan ini memiliki posisi yang lebih tinggi. Umat Buddha di Cirebon meyakini bahwa 32 biksu tersebut merupakan orang tua sekaligus guru yang mengayomi kehidupan.
“Nah cuci kaki ini maknanya kita berbakti kepada guru kita, kepada para biksu atau kepada para orang tua kita,” tambahnya.
Setelah rangkaian prosesi cuci kaki selesai, biksu-biksu itu lantas beristirahat di ruangan rumah, sembari dijamu minum. Hal ini karena selama melakukan perjalanan, mereka tidak membawa bekal makanan maupun minuman sama sekali sebagai bentuk ketaatan.
Sehari-hari, makanan dan minuman didapatkan dari masyarakat yang menyambut di pinggir jalan sebagai bentuk toleransi keagamaan.
Jalankan ritual Thudong untuk menjadi Buddha
Dikutip dari Liputan6, para biksu ini melakukan jalan kaki dari Thailand menuju Candi Borobudur di Magelang untuk menyambut hari raya Waisak. Kegiatan ini diberi nama Thudong yang artinya perjalanan suci spiritual.
Ini juga memiliki arti kehidupan mengembara, bertapa, menyendiri dan meditatif. Adapun perjalanan ini dilakukan oleh penganut Buddha dengan mazhab Theravada.
Dalam praktiknya, mereka tidak membawa uang dan perbekalan sehingga didapatkan dari umat yang mereka lintasi. Untuk makanan dan minuman yang dikonsumsi pun tidak boleh berlandaskan kesenangan duniawi dan harus sesuai kebutuhan.
Dikutip dari Instagram @youngbuddhistassociation, untuk waktu makannya sendiri diatur. Biksu-biksu itu hanya bisa makan makanan di pagi dan siang hari, mulai dari matahari terbit sampai tepat tengah hari. Setelah waktu itu, mereka hanya boleh minum sampai esok pagi.