Cara Qadha Puasa beserta Niatnya yang Benar, Mudah Diamalkan
Anda harus tahu tentang cara qadha puasa agar tidak salah dalam mengamalkannya.
Puasa di bulan Ramaḍan adalah perintah yang ditetapkan bagi umat Islam pada tahun kedua setelah Hijrah ke Madinah. Amalan ini diturunkan secara bertahap sampai akhirnya menjadi sesuatu yang wajib bagi kaum muslimin di seluruh dunia.
Meski ini adalah amalan wajib di bulan Ramadan, ada beberapa orang yang memang tidak diperbolehkan untuk berpuasa. Di antara orang yang tidak wajib untuk berpuasa yaitu wanita yang haid dan nifas, ibu hamil dan menyusui, orang yang sedang sakit, dan orang yang sedang bersafar.
-
Apa itu Puasa Rajab? Salah satu amalan sunnah yang identik dengan bulan Rajab adalah Puasa Rajab, yaitu puasa sunnah yang dikerjakan selama bulan Rajab.
-
Apa itu puasa Rajab? Puasa Rajab merupakan salah satu puasa sunnah yang dilakukan pada Bulan Rajab dan bisa dimulai sejak tanggal 1 Rajab.
-
Apa saja keutamaan puasa Rajab? Keutamaan puasa Rajab pertama adalah sehari berpuasa lebih utama dibandingkan dengan berpuasa 30 hari pada bulan lainnya, kecuali bulan Ramadhan.
-
Kapan puasa Arafah jatuh? Puasa Arafah dilaksanakan pada hari ke-9 bulan Dzulhijjah, sehari sebelum Idul Adha.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Kapan Puasa Rajab dilakukan? Waktu yang diutamakan untuk mengamalkan Puasa Rajab adalah pada ayyamul bidh atau pertengahan bulan.
Bagi orang-orang yang puasanya terhalang oleh alasan-alasan tersebut wajib menggantinya di luar bulan Ramadan atau dengan kata lain mengqadha puasa.
Qadha maksudnya adalah ketika suatu ibadah yang memiliki batasan waktu dikerjakan di luar waktunya tersebut. Namun, Anda juga harus tahu bahwa ada cara qadha puasa agar tidak salah dalam mengamalkannya.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut kami sampaikan apa saja cara qadha puasa yang penting untuk Anda perhatikan.
Orang yang Mendapat Keringanan Qadha Puasa
ukim.org
Cara qadha puasa yang pertama adalah kita harus tahu siapa saja orang yang mendapatkan keringanan untuk mengqadha puasanya. Beberapa golongan yang diberi keringanan atau diharuskan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan sehingga harus mengqadha puasanya, yaitu:
1. Orang yang sakit dan sakitnya memberatkan dirinya untuk puasa. Selain itu, adalah wanita hamil dan menyusui apabila berat untuk puasa, maka boleh untuk tidak berpuasa.
2. Seorang musafir yang karena safarnya sehingga membuat dirinya sulit untuk berpuasa.
Dalil golongan pertama dan kedua ini adalah firman Allah SWT yang artinya,
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).
3. Wanita yang haid dan nifas.
Dalil terkait wanita haid dan nifas didasarkan pada hadis dari ‘Aisyah, beliau mengatakan,
“Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintarkan untuk mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.” (HR. Muslim).
Qadha Boleh Ditunda
Cara qadha puasa yang kedua, yaitu diperbolehkannya menunda qadha puasa. Maksud ditunda di sini adalah tidak harus dilakukan setelah bulan Ramadan, yaitu bulan Syawal. Anda boleh melakukan qadha puasa di bulan Dzulhijah sampai bulan Sya’ban, sebelum masuk Ramadan berikutnya.
Hal ini didukung dari hadis yang menceritakan bahwa ‘Aisyah pernah menunda qadha puasanya sampai bulan Sya’ban. (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun tetap, yang paling dianjurkan adalah qadha Ramadan yang dilakukan dengan segera (tanpa ditunda-tunda), karena Allah berfirman,
“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minun: 61)
Mengakhirkan Qadha hingga Ramadan Berikutnya
Cara qadha puasa yang ketiga terkait penundaan qadha yang diakhirkan hingga Ramadan berikutnya. Dalam hal ini, Syaikh Ibnu Baz menjelaskan,
“Orang yang menunda qadha puasa sampai Ramadan berikutnya tanpa uzur, wajib bertaubat kepada Allah dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qadha puasanya… Dan tidak ada kafarah (tebusan) selain itu. Hal inilah yang difatwakan oleh beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.”
Namun, apabila dia menunda qadha puasanya karena ada uzur seperti sakit atau safar, atau pada wanita yang sedang hamil atau menyusui sehingga membuatnya sulit untuk berpuasa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka selain mengqadha puasanya.” (Majmu' Fatawa Ibnu Baz).
Namun, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin beranggapan bahwa memberi makan orang miskin karena menunda qadha puasa sampai Ramadan berikutnya diangggap sebagai sunnah dan bukan hal yang wajib. Alasannya, pendapat yang menyebutkan hal tersebut hanyalah perkataan sahabat dan menyelisihi nash (dalil) yang menyatakan puasa hanya cukup diganti (diqadha) dan tidak ada tambahan selain itu.
Tidak Wajib Berurutan
Cara qadha puasa yang keempat dan yang perlu diketahui yaitu kita tidak wajib untuk melaksanakan qadha puasa secara berurutan. Ya, kita bisa mengqadha puasa di hari ini, kemudian dilanjutkan 2-3 hari berikutnya.
Dasar diperbolehkannya hal ini adalah firman Allah yang artinya,
“Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Tidak mengapa jika (dalam mengqadha puasa) tidak berurutan”. (ukhari).
Wajib Niat Sebelum Subuh
iStock
Cara qadha puasa yang kelima adalah niat qadha puasa wajib kita baca di malam hari atau sebelum subuh, sama seperti halnya puasa Ramadan.
Niat puasa wajib memang berbeda dengan puasa sunnah. Ketika hendak melaksanakan puasa wajib, kita harus membaca niat di malam harinya atau sebelum masuk waktu subuh. Sedangkan puasa sunnah, masih diperbolehkan untuk berniat di pagi harinya.
Dari Hafshah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah).
Namun, para ulama berselisih tentang apakah hadis ini marfu’— sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam — ataukah mauquf — hanya sampai pada sahabat. Yang menyatakan hadis ini marfu’ adalah Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi, An-Nawawi. Sedangkan yang menyatakan hadis ini mauqufadalah Al-Imam Al-Bukhari dan itu yang lebih sahih.
Untuk niat puasa qadha, Anda bisa melafalkan bacaan berikut:
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’i fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ
Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”