Kades Garut Ini Keliling Kampung untuk Sosialisasi Stunting, Aksinya Penuh Perjuangan
Kepala Desa Karangsewu, Kabupaten Garut ini terus memastikan kesehatan bagi warga di wilayahnya. Tanpa lelah pria bernama Tasmana itu menyusuri kampung demi kampung agar warganya terbebas dari stunting.
Kepala Desa Karangsewu, Kabupaten Garut ini terus memastikan kesehatan warga di wilayahnya. Tanpa lelah, pria bernama Tasmana itu menyusuri kampung demi kampung agar warganya terbebas dari stunting.
Kondisi tersebut setidaknya sudah ia lakukan sejak 2017 lalu. Di mana saat itu dirinya mendapati sebanyak 50 orang masuk ke dalam kategorikan stunting versi data mahasiswa KKN di Desa Karangsewu ketika itu.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Apa nama surat kabar pertama yang terbit di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama “Mataram Courant” dan satunya lagi bernama “Bintang Mataram”.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
-
Apa saja yang ditemukan di Situs Banten Girang sebagai bukti peradaban di masa lampau? Di area tersebut terdapat kompleks bangunan, arca hingga makam dari tokoh agama yang cukup berpengaruh kala itu.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
"Di waktu itu saya diundang oleh (Dinas) Kesehatan awalnya toh kenapa stunting itu ada (tetapi) tidak terjadi apa-apa. Tapi stunting itu banyak mengganggu, sewaktu sesudah saya terima (data kasus) stunting itu jelek, saya berkordinasi ke Dinas Kesehatan. Sesudah berkordinasi dengan Dinas Kesehatan, bahkan saya (bertanya-tanya) toh kenapa di Karangsewu ada stunting. Memang itu hasil (penelitian) mahasiswa UIN katanya, awalnya mahasiswa UIN," terang Tasmana, di Karangsewu, seperti Merdeka lansir dari garutkab.go.id, Rabu, (07/04/2021).
Berasal dari Belum Terfasilitasinya Akses Kesehatan di Masyarakat
©2021 garutkab.go.id/editorial Merdeka.com
Dari hasil pendalaman itu, Tasmana pun menceritakan bahwa adanya stunting merupakan dampak dari gaya hidup yang belum ditunjang sarana dan prasarana kesehatan.
Ia pun membenarkan jika di desanya memang masih sangat terbatas fasilitas kesehatan, sehingga ia bergerak untuk mengupayakan terpenuhinya penunjang kesehatan warga tersebut.
"Satu masalah belum ada posyandu waktu itu. Paling awal membangun posyandu, musyawarah untuk membangun posyandu sambil sosialiasasi, itu dananya dari dana desa. Kedua dari (aspek) kesehatan, ini masalah prilaku, prilaku seperti apa yang harus diubah. Pertama kebiasaan jamban, kebiasaan yang kadang-kadang buang air besar sembarangan. Kami arahkan juga waktu itu, diusahakan kepada semua mayarakat, warga Karangsewu membikin septic tank. Meskipun sampai sekarang belum mencapai 100 persen, tapi alhamdulillah sudah ada realisasi," tutur Tasmana.
Berkeliling Desa Menggunakan Sepeda Motor
Berangkat dari keresahan itu, ditambah keterbatasan yang terdapat di desanya ia pun berupayan berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya menggunakan roda dua yang dibantu oleh aparat di bawahnya.
Dari situ ia terus berdialog secara personal melalui berbagai kesempatan tatap muka, termasuk terus meyakinkan warganya agar berupaya mengubah perilaku sehingga bisa sehat dan terbebas dari stunting.
Atas upayanya itu, angka stunting di desanya perlahan turun. Data tersebut berdasarkan validasi di lapangan sejak 2018 lalu, yang mulanya terdapat 50 orang sampai tersisa 22 orang.
"2018 diusulkan, dibuktikan ciri-ciri stunting yang paling detail itu seperti apa. Jadi waku 2018 divalidasi, ternyata ada 22 yang termasuk kategori stunting. Kita berupaya lagi untuk pertolongan yang 22, ya Alhamdulillah posyandu sudah terbangun. Waktu itu ada 3 posyandu. Sekarang sudah ada 6 posyandu yang di bangun," ungkap Tasmana.
Terus Turun Melalui Sosialisasi Gizi
Upayanya memberantas stunting juga didukung perangkat desa lain, sehingga Tasmana pun menambah cakupan sosialisasi termasuk soal gizi, sanitasi, hingga air bersih yang membuat angka stunting menurun drastis hingga tersisa 7 orang di akhir 2020 lalu.
Menurutnya kunci sukses dari upayanya itu adalah melakukan sosialisasi gabungan bersama pihak Puskesmas dan bidan desa untuk bertemu personal secara tatap muka di tempat tinggal warga masing-masing.
"Hasilnya 2019 itu, 2018 akhir dari 22 itu tinggal 13, sampai 2020 tinggal 7 dari yang 50 awal. Ya hasil dari pemeriksaan semua unsur yang termasuk kategori stunting itu masih ada 7 orang," beber Tasmana.
Akses hingga Luas Wilayah Menjadi Penghambat
Dalam kesempatan acara Lokakarya untuk Pendalaman Serta Penguatan Strategi Komunikasi Perubahan Prilaku dalam Pencegahan Stunting di Kabupaten Garut, digagas oleh Yayasan Cipta dan Satgas Penanganan Stunting Kabupaten Garut, beberapa waktu lalu itu, Tasmana juga mengungkapkan kesulitannya dalam mengajak warga untuk sehat.
Di antaranya adalah luasnya daerah, dengan kondisi penduduk yang masih sedikit yakni hanya 23.000 jiwa, termasuk akses transportasi yang bisa dibilang masih sulit untuk dijangkau.
Selain itu, sinyal juga menjadi masalah yang cukup mendasar, terlebih untuk melancarkan proses komunikasi dalam menyosialisasikan program bebas stunting.
"Wilayahnya luas penduduknya sedikit, sangat bingung segala kekurangan, transportasi jelek, kendaraan masih sangat jarang. Mobil yang nyampai itu yang pakai handel, kalau mobil-mobil angkutan itu engkel yang digabungkan lah, diubah jadi masih belum jalan kendaraan yang umum ke wilayah kami," kata Tasmana.
"Kedua, kekurangan waktu sekarang yang dibutuhkan di dalam perjalanan ini sangat sulit untuk komunikasi itu sinyal pak. Sinyal mohon bantuan dari semua unsur masalah sinyal," tambahnya.
Minim Anggaran
Tasmana melanjutkan bahwa penghambat lainnya adalah kendala soal jarak serta ketersediaan anggaran. Wilayah desa yang cukup jauh dari pusat kota membuat kegiatan pelatihan kader posyandu pun seringkali tak maksimal.
Bahkan akibat minimnya sinyal internet terkait undangan, membuat para kader posyandu yang mengikuti kegiatan pembinaan harus berangkat satu hari sebelum hari H acara.
"Undangan kalau besok harinya ada acara, hari ininya itu udah berangkat, yang paling pedih anggaran belum punya, kader posyandu 6 posyandu yang harus berangkat ya 3 orang dari satu posyandu berarti jumlahnya kurang lebih 18 ditambah pendamping ti desa satu orang rata-rata," ucapnya.
Perjalanan dari Desa Karangsewu ke pusat kota Garut pun seringkali terhambat. Ia menerangkan, jika para kadernya harus melakukan pembinaan di kota, waktu tempuh perjalanan harus dilalui selama 7 jam.
Belum lagi, perjalanan dari desa ke kantor kecamatan yang harus memakan jarak 14 kilometer. Pihaknya pun harus menyiapkan dana kurang lebih 500 ribu rupiah per orang untuk keperluan perjalanan.
"Kalau dari Karangsewu ke Garut biaya (transportasi) Rp500 ribu pulang pergi pak, uang makan nginap, ongkos transportasi Rp500 ribu per orang rata-rata. Kalau memberangkatkan 18 tinggal dikalikan. Kalau berangkat dua orang tiga orang Rp500 ratusan. Kalau banyak mah dari Cisewunya bisa (sewa angkutan) umum," katanya.
Harapan Tasmana
©2021 garutkab.go.id/editorial Merdeka.com
Adapun kades berusia 50 tahun itu juga menitipkan harapan agar dalam proses penanganan stunting ini berbagai pihak bisa melakukan kolaborasi lintas sektor agar bisa berjalan maksimal.
Dalam penanganannya, pemberantasan stunting bisa dilakukan secara sederhana, swadaya maupun bantuan dari Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD). Semisal kedua hal tersebut belum terepenuhi, Tasmana mengusulkan ke tingkat Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat kecamatan.
"Harapan mah stunting yang ada di Desa Karangsewu khususnya bisa tuntas meskipun tidak tercapai 100 persen minimal 90 persen lah tercapai sukses tidak ada stunting lagi," pungkasnya.