Mengenal Baju Adat Aceh untuk Pria dan Wanita, Ini Makna Filosofis di Dalamnya
Pakaian adat Aceh dikenal dengan nama Ulee Balang. Bentuk pakaian ini dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam. Pakaian adat Aceh ini awalnya selalu memakai bahan baku dari kain yang ditenun sendiri, baik dari sutera atau dari bahan kapas.
Salah satu hasil keberagaman budaya di Indonesia yang menarik adalah pakaian adatnya. Selain menjadi ciri khas suatu daerah, pakaian adat juga sering digunakan dalam upacara-upacara budaya, seperti contohnya saat acara pernikahan atau pertunjukan kesenian.
Salah satu pakaian adat Indonesia yang menarik untuk dibahas adalah pakaian adat dari Aceh. Pakaian adat Aceh dikenal dengan nama Ulee Balang. Bentuk pakaian ini dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam. Dilansir dari laman maa.acehprov.go.id, pakaian adat Aceh ini awalnya selalu memakai bahan baku dari kain yang ditenun sendiri, baik dari sutera atau dari bahan kapas.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Kapan Adzam lahir? Balita yang lahir 11 Desember 2021 ini terlihat lebih kurus dari sebelumnya, dengan banyak spekulasi bahwa sakitnya Adzam menjadi penyebabnya.
-
Siapa Pak Raden? Tanggal ini merupakan hari kelahiran Drs. Suyadi, seniman yang lebih akrab disapa dengan nama Pak Raden.
-
Kapan Rafathar potong rambut? 3 Namun, ternyata Raffi dan Nagita ingin anak mereka tampil berbeda menjelang Hari Raya Idul Fitri yang tidak lama lagi.
-
Kapan Raden Rakha lahir? Raden Rakha memiliki nama lengkap Raden Rakha Daniswara Putra Permana. Ia lahir pada 16 Februari 2007 dan kini baru berusia 16 tahun.
-
Kapan Jalur Lingkar Barat Purwakarta dibangun? Sebelum dibangun jalan lingkar pada 2013, Kecamatan Sukasari yang berada paling ujung di Kabupaten Purwakarta aksesnya tidak layak.
Bahan-bahan ini nantinya akan digunakan untuk membuat kain pinggang (ija pinggang), destar (tangkulok), kain pembungkus sirih (bungkoih ranub), celana kaum perempuan (siluweue inong), kain selendang (ija sawak), yang sesuai dengan cara memakainya juga disebut ija tob ulee (penutup kepala), ija slendang (selendang), ija seulimbot (selimut), kain lambung (ija lambong), yaitu kain yang dilipat tiga secara memanjang sehingga dapat menutupi sebagian badan.
Dikutip dari laman goodnewsfromindonesia, pakaian adat Aceh ini awalnya hanya digunakan oleh para keluarga kerajaan saja. Namun kini, penggunaan baju adat Aceh menjadi berkembang dan digunakan sebagai pakaian adat tradisional Aceh.
Terdapat dua nama dalam pakaian adat Ulee Balang, yaitu Linto Baro untuk baju adat Aceh bagi laki-laki, dan Daro Baro yang merupakan baju adat Aceh bagi perempuan.
Linto Baro
Linto Baro merupakan baju adat Aceh yang khusus diperuntukkan bagi kaum pria. Dalam pakaian Linto Baro terdapat tiga bagian, yaitu atas, tengah, dan bawah dengan disertai senjata tradisional sebagai pelengkap pakaian adat.
Meukeutop
Pada bagian atas terdapat meukeutop. Benda ini berbentuk lonjong ke atas dan berfungsi sebagai penutup kepala layaknya mahkota. Meukeutop juga dilengkapi dengan lilitan yang disebut tengkulok, yang berbahan kain sutera, dan memiliki pola berbentuk bintang persegi delapan.
Ada lima warna yang terdapat pada meukeutop. Masing-masing warna tersebut memiliki arti yang berbeda-beda. Merah melambangkan kepahlawanan, hijau melambangkan agama Islam, kuning melambangkan kesultanan, hitam melambangkan ketegasan, dan putih melambangkan kesucian.
Meukasah
Kemudian ada meukasah, yang berada di bagian tengah. Bagian ini terbuat dari benang sutera yang ditenun. Warna meukasah umumnya adalah hitam, yang mencerminkan simbol kebesaran menurut masyarakat Aceh.
Meski Aceh kental dengan budaya Melayu dan Islam, namun baju adat mereka juga terdapat sedikit sentuhan dari budaya China. Tapi ini adalah hal yang wajar, mengingat sejarah Aceh yang dulu sempat menjadi jalur lintas perdagangan bagi bangsa China.
Sileuweu
Kemudian lanjut ke bagian bawah, ada yang disebut sileuweu, yang juga dikenal dengan istilah celana cekak musangnya para pria. Sileuweu adalah celana panjang dengan warna hitam yang terbuat dari kain katun yang ditenun. Di bagian bawah terdapat hiasan dengan pola terbuat dari benang emas.
Sileuweu juga dilengkapi dengan sarung songket sutera, yang dikenal dengan nama Ija Lamgugap. Kain ini nantinya akan dikenakan di bagian pinggang dengan panjang rata-rata di atas lutut. Kain ini wajib digunakan para pria dengan tujuan untuk dapat menambah kewibawaan dari pemakainya.
Rencong
Kemudian untuk pelengkap terakhir, senjata tradisional Rencong dilibatkan dalam pakaian adat Linto Baro ini. Rencong atau Siwah adalah sebuah belati yang menyerupai huruf L, yang bagian kepalanya terbuat dari perak atau emas. Ada juga batu permata sebagai hiasan di senjata ini. Senjata ini dahulu digunakan oleh para sultan dan pembesar. Rakyat biasa juga bisa menggunakan rencong, namun bagian kepalanya terbuat dari tanduk hewan. Mata belati Rencong terbuat dari kuningan atau besi yang berwarna putih.
Daro Baro
Sedangkan baju adat Aceh bagi perempuan dikenal dengan nama Daro Baro. Berbeda dengan pakaian Linto Baro bagi kaum pria yang didominasi dengan warna hitam, Daro Baro justru dihiasi dengan beragam warna, seperti hijau, kuning, merah, dan ungu.
Selain itu, pakaian adat Daro Baro juga terdapat banyak aksesoris berupa perhiasan sebagai pelengkap. Untuk bajunya, yaitu baju kurung, didesain berdasarkan pengaruh budaya Arab, Melayu, dan China, sehingga terlihat longgar. Desain ini bertujuan untuk menutupi lekuk tubuh wanita.
Baju Kurung
Baju adat Aceh pada wanita memiliki bahan dasar yang sama dengan yang digunakan oleh pria, yaitu terbuat dari tenunan benang sutera dengan motif dari benang emas. Penggunaan baju kurung ini akan dilengkapi dengan sarung songket, yang berfungsi untuk menutupi bagian pinggul wanita.
Songket ini akan diikat menggunakan tali pinggang yang terbuat dari perak atau emas, yang bernama Taloe Ki leng Patah Sikureueng. Sedangkan pada bagian leher atau kerah, terdapat perhiasan wanita khas Aceh yang bernama Boh Dokma.
Cekak Musang
Celana Cekak Musang sebenarnya memiliki desain serupa dengan celana Sileuweu yang ada pada baju adat Aceh pria. Jadi, Cekak Musang memiliki model yang melebar ke bawah, namun dengan warna yang cerah, yang menyesuaikan warna Baju Kurung yang dikenakan. Celana ini juga dilapisi dengan sarung tenun yang panjangnya sampai ke lutut.
Terdapat hiasan di pergelangan kaki pada celana Cekang Musang. Hiasan ini memiliki bentuk sulaman yang terbuat dari benang emas sehingga mempercantik desain celana tersebut. Cekak Musang sering digunakan para wanita Aceh ketika mereka menampilkan tarian tradisional khas Aceh.
Perhiasan
Kemudian untuk perhiasannya, para wanita akan dilengkapi dengan berbagai perhiasan, seperti Patam Dhoe yaitu perhiasan berbentuk mahkota, Subang atau anting-anting, dan Taloe Tokoe Bieung Meuih yaitu perhiasan berupa kalung.
Pada Patam Dhoe, terdapat tulisan kaligrafi bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad pada bagian tengahnya, yang dikelilingi dengan motif bunga dan bulatan-bulatan. Motif tersebut disebut juga dengan Bungoh Kalimah oleh masyarakat Aceh. Mahkota ini menjadi bukti wanita tersebut telah menikah dan telah menjadi tanggung jawab suaminya.
Tak hanya pada mahkota saja, keunikan perhiasan pada pakaian adat Aceh juga terdapat pada Taloe Tokoe Bieung Meuih atau perhiasan berupa kalung, di mana kalung emas tersebut memiliki enam batu berbentuk hati dan satu berbentuk kepiting.