Peristiwa 26 April 1959: Wafatnya Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara
Bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara, dikenal sebagai penggagas dan pemerhati utama pendidikan karakter Indonesia pertama. Terkenal dengan tiga semboyan fenomenal dalam dunia pendidikan yakni: “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”
Ki Hadjar Dewantara merupakan figur yang selalu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia terutama di dalam dunia pendidikan. Ia dikenal sebagai tokoh yang mempunyai semangat pejuang yang tidak kenal kata menyerah, sebagai seorang pemimpin yang dapat menuntun anak buahnya, sebagai seorang yang kritis terhadap dunia pendidikan, yang telah menghasilkan berbagai gagasan yang meliputi masalah politik dan budaya, sehingga beliau dikenal sebagai seorang pejuang, pendidik sejati, dan sekaligus menjadi budayawan Indonesia.
Bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara, dikenal sebagai penggagas dan pemerhati utama pendidikan karakter Indonesia pertama. Terkenal dengan tiga semboyan fenomenal dalam dunia pendidikan yakni: “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” yang mempunyai arti ketika berada di depan harus mampu menjadi teladan (contoh baik), ketika berada di tengah-tengah harus mampu membangun semangat, serta ketika berada di belakang harus mampu mendorong orang-orang dan atau pihak-pihak yang dipimpinnya.
-
Di mana Jumhari tinggal? Selama ini kakek berusia 84 tahun tersebut tinggal seorang diri di rumahnya di Dusun Sawahan, Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng.
-
Kapan Hari Jamu Nasional diperingati? Hari Jamu Nasional, yang diperingati setiap tanggal 27 Mei, merupakan momen penting untuk merayakan dan mengapresiasi kekayaan warisan budaya Indonesia dalam bentuk jamu.
-
Kapan Hari Musik Nasional dirayakan di Indonesia? Hari Musik Nasional dirayakan setiap tanggal 9 Maret di Indonesia.
-
Apa yang terjadi pada Waduk Jatiluhur saat ini? Terdampak Kemarau, Begini Potret Waduk Jatiluhur yang Kini Surut Waduk Jatiluhur bahkan surut hingga 10 meter. Sebagai sumber penampungan sungai yang dibendung, waduk seharusnya menampung banyak air.Namun di musim kemarau ini kondisi berbeda justru ditemui di Waduk Jatiluhur yang mengalami kondisi surut.
-
Apa yang terjadi di jalan Tol Jakarta - Cikampek pada Senin siang? Banyak pemudik yang melanggar batas jalur contraflow saat melintas di jalan Tol Jakarta - Cikampek (Japek) atau selepas Exit Tol Cikampek Utama mengarah ke Jakarta di KM 70 sampai KM 65, pada Senin (15/4) siang.
-
Kenapa kata-kata lucu hari ini penting? Ya, kata-kata hari ini lucu tidak bisa dianggap sepele. Sebab, kata-kata ini justru sering kali membantu Anda dalam mengatasi kebosanan dengan cara menyenangkan dan menghibur.
Hari ini tepat 63 tahun beliau pergi dari hadapan bangsa Indonesia yang mencintainya. Beliau wafat pada 26 April 1959 pada usia 69 tahun.
Berikut lebih jauh informasi lengkap mengenai wafatnya bapak pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara telah dirangkum merdeka.com melalui kemendikbud.go.id pada Senin, (25/04/2022).
Masa Kecil Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Beliau adalah putra kelima dari Soeryaningrat putra dari Paku Alam III. Pada waktu dilahirkan, ia diberi nama Soewardi Soeryaningrat, karena beliau masih keturunan bangsawan maka mendapat gelar Raden Mas (RM) yang kemudian nama lengkapnya menjadi Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.
Ki Hadjar Dewantara mengganti nama itu ketika beliau berusia 39 tahun. Alasan beliau mengganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara adalah karena keinginan beliau untuk lebih merakyat atau lebih dekat dengan rakyat. Dengan mengganti nama tersebut, akhirnya Ki Hadjar Dewantara dapat leluasa bergaul dengan rakyat kebanyakan. Sehingga dengan demikian perjuangannya menjadi lebih mudah diterima oleh rakyat pada masa itu.
Ki Hadjar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat) kecil mendapat pendidikan formal pertama kali pada tahun 1896, akan tetapi ia kurang senang karena teman sepermainannya tidak dapat bersekolah bersama karena hanya seorang anak dari rakyat biasa. Hal ini yang kemudian mengilhami dan memberikan kesan yang sangat mendalam di dalam hati nuraninya, dalam melakukan perjuangannya baik dalam dunia politik sampai degan pendidikan.
Selain itu, Ki Hadjar Dewantara juga menentang kolonialisme dan feodalisme yang menurutnya sangat bertentangan dengan rasa kemanusiaan, kemerdekaan dan tidak memajukan hidup dan penghidupan manusia secara adil dan merata.
Menikah dengan R.A Soetartinah
Pada 4 November 1907 dilangsungkan “Nikah Gantung” antara R.M. Soewardi Soeryaningrat dengan R.A. Soetartinah. Keduanya merupakan cucu dari Sri Paku Alam III. Pada akhir Agustus 1913 beberapa hari sebelum berangkat ke tempat pengasingan di negeri Belanda. Pernikahannya diresmikan secara adat dan sederhana di Puri Soeryaningratan Yogyakarta.
Jadi Ki Hadjar Dewantara dan Nyi Hadjar Dewantara adalah sama-sama cucu dari Paku Alam III atau satu garis keturunan.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Tinggi Taman Siswa di Yogyakarta pada 3 Juli 1922. Di mana menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah alat mobilisasi politik dan sekaligus sebagai penyejahtera umat. Dari pendidikan akan dihasilkan anak bangsa yang akan memimpin rakayat dan mengajaknya memperoleh pendidikan yang merata, pendidikan yang bisa dinikmati seluruh rakyat Indonesia.
Gagasan mendirikan sekolah atau pendidikan pada saat itu berasal dari sarasehan (diskusi) tiap hari Selasa-Kliwon. Di mana peserta diskusi sangat prihatin terhadap keadaan pendidikan kolonial. Sistem pendidikan kolonial yang materialistik, individualistik dan intelektualistik diperlukan lawan tanding yaitu pendidikan yang humanis dan populis yang memayu hayuning bawana ( memelihara kedamaian dunia).
Dalam merealisasikan cita-citanya, Ki Hadjar Dewantara mengubah metode pengajaran kolonial dengan metode yang lebih cocok dengan bangsa Indonesia, yakni dari metode "perintah dan sanksi (hukuman)" menjadi pendidikan pamong.
Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan yang mengena kepada bangsa Timur adalah pendidikan yang humanis, kerakyatan, dan kebangsaan. Tiga hal inilah dasar jiwa Ki Hadjar Dewantara untuk mendidik bangsa dan mengarahkannya kepada politik pembebasan atau kemerdekaan. Pengalaman yang diperoleh dalam mendalami pendidikan yang humanis ini dengan menggabungkan model sekolah Maria Montessori (Italia) dan Rabindranath Tagore (India). Menurut Ki Hadjar Dewantara dua sistem pendidikan yang dilakukan dua tokoh pendidik ini sangat cocok untuk sistem pendidikan bangsa Indonesia kala itu.
Wafatnya Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 Apri 1959, di rumahnya Mujamuju Yogyakarta. Dan pada tanggal 29 April, jenazah Ki Hadjar Dewantara dipindahkan ke pendopo Taman Siswa. Dari pendopo Taman Siswa, kemudian diserahkan kepada Majelis Luhur Taman Siswa.