Anggaran-Anggaran Fantastis di RAPBD Pemprov DKI Jakarta 2020
Banyak ditemukan anggaran yang tak masuk akal yang nilainya fantastis dan mengundang polemik dalam rancangan APBD DKI Jakarta tahun 2020.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sedang menjadi sorotan publik. Sebab banyak ditemukan anggaran yang tak masuk akal yang nilainya fantastis dan mengundang polemik dalam rancangan APBD DKI Jakarta tahun 2020.
Karena menuai polemik di masyarakat, beberapa pos anggaran dicoret Pemprov DKI. Berikut ini anggaran-anggaran yang menuai polemik dan klarifikasi dari Pemprov DKI Jakarta:
-
Bagaimana cara Pemprov DKI Jakarta menangani kasus DBD? Heru menyampaikan, Dinas Kesehatan (Dinkes) telah menangani kasus DBD yang cenderung meningkat dengan melakukan fogging atau tindakan pengasapan dengan bahan pestisida yang bertujuan membunuh nyamuk khususnya pembawa (vektor) penyakit DBD.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
PKD Pemilu itu kepanjangan dari apa? Kepanjangan PKD pemilu adalah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kelurahan/Desa.
-
Bagaimana cara Pemprov DKI ingin mengurangi kemacetan? Salah satu ide yang diusulkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono adalah pembagian jam masuk kerja para pekerja di Jakarta. Menurutnya, cara itu bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
-
Apa yang diuji coba oleh Pemprov DKI Jakarta? Penjelasan Pemprov DKI Uji Coba TransJakarta Rute Kalideres-Bandara Soekarno Hatta Dikawal Patwal Selama uji coba dengan menggunakan Bus Metro TransJakarta dikawal dengan petugas Patwal hingga ada penutupan sementara di beberapa persimpangan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta menjajal langsung TransJakarta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dimulai dari Terminal Kalideres.
-
Apa itu DPK? DPK adalah singkatan dari Daftar Pemilih Khusus. DPK adalah daftar pemilih yang memiliki identitas kependudukan tetapi belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Anggaran Rp124 M untuk Ballpoint
Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) atau KUA-PPAS 2020 menjadi sorotan publik. Anggota Fraksi PSI DPRD DKI, William Aditya Sarana, menemukan anggaran tak wajar pada KUA-PPAS 2020. Ditemukan anggaran pengadaan ballpoint senilai Rp124 miliar yang diajukan Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur.
Selain anggaran ballpoint, ada pula anggaran untuk 7.313 unit komputer dengan harga Rp121 miliar yang diusulkan Dinas Pendidikan. Beberapa unit server dan storage senilai Rp66 miliar yang diusulkan Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik.
"Itu baru sebagian saja, masih ada puluhan lainnya yang akan kami tanyakan satu-satu. Kami sudah ikuti rapat Komisi beberapa hari ini," ujar William dalam rilis yang diterima merdeka.com, Rabu (30/10).
William mengaku tidak puas dengan alasan SKPD yang mengaku salah input di sistem e-budgeting. Apalagi, pembahasan anggaran sudah memasuki tahap final sebab ditargetkan rampung akhir bulan ini.
"Apa benar kesalahan input atau jangan-jangan baru diperbaiki karena masyarakat teriak? Di sistem e-budgeting kan tercatat kronologis penginputan, saya minta bukan hanya data komponen dibuka, tapi juga rekaman digital siapa input komponen apa dan kapan supaya terang benderang," kritik William.
Anggaran Influencer Rp5 Miliar
Publik juga dihebohkan dengan rancangan anggaran DKI untuk tahun 2020 terkait anggaran Rp5.008.691.930 untuk membayar lima influencer luar negeri guna mempromosikan pariwisata Ibu Kota kepada warganet yang menjadi pengikutnya di media sosial.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Edy Junaedi menjelaskan terkait anggaran Rp5 miliar untuk lima influencer. Ia mengatakan anggaran Rp5 miliar bukan hanya untuk membayar influencer saja melainkan untuk biaya belanja event dan biaya promosi atau iklan pariwisata Jakarta.
Namun karena menuai polemik, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan memutuskan mencoret anggaran Rp5 miliar untuk membayar influencer.
"Anggaran sudah dihapus bukan karena naik ke media terus ribut-ribut baru dihapus. Ini memang sudah dihapus dari awal Oktober," jelas Edy, Selasa (28/10).
Pembangunan Jalur Sepeda Rp73 Miliar
Selanjutnya ada anggaran pembangunan jalur sepeda senilai Rp73 miliar dalam KUA-PPAS DKI 2020 menjadi sorotan. Anggaran yang mencapai Rp73 miliar untuk membangun jalur sepeda dinilai sangat tinggi. Kepala Dinas DKI Jakarta, Syafrin Liputo memberikan klarifikasi.
Menurut Syafrin, terdapat sejumlah komponen dalam pengajuan anggaran sebesar Rp73 miliar dalam KUA-PPAS DKI 2020. Salah satu anggaran tersebut yakni pembuatan jalur sepeda yang dimasukan dalam rencana anggaran Pemeliharaan Prasarana Rekayasa Lalu Lintas di Koridor Busway tersebut.
"Jadi anggaran Rp73 miliar itu ada beberapa komponen, tidak pure jalur sepeda sebenarnya. Karena di anggaran sudah di awal tambahan, sebagian besar untuk jalur sepeda dan marka ganjil genap," kata Syafrin Liputo ketika dihubungi wartawan, Selasa (29/10/2019).
Dalam anggaran tersebut dirincikan untuk pembuatan marka jalan thermoplastic warna putih untuk jalur sepeda dianggarkan senilai Rp9,19 miliar. Kemudian ada anggaran untuk marka cold plastic berwarna senilai Rp51,29 miliar. Sehingga bila ditotal sebesar Rp60,48 miliar. Sedangkan sisanya untuk prasarana rekayasa lalu lintas lainnya.
Pihaknya memiliki alasan kenapa jalur dimasukan di pos anggaran Pemeliharaan Prasarana Rekayasa Lalu Lintas di Koridor Busway. Sebab dalam revisi KUA-PPAS dilarang adanya penambahan nama anggaran baru.
"Jadi saya masukkan saja dalam anggaran yang bisa diakomodir. Paling mendekati yang memungkinkan adalah pemarkaan di jalan," paparnya.
Anggaran Beli Lem Aibon Senilai Rp82 Miliar
Yang menjadi sorotan publik lainnya yakni anggaran Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk pembelian lem aibon senilai Rp82 miliar. Anggaran ini menjadi viral setelah anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI, William Aditya Sarana mengkritik anggaran pembelian lem aibon di akun media sosial Twitter nya @willsarana.
Dalam cuitannya itu, William menyebut telah menemukan anggaran aneh pembelian lem aibon senilai Rp82 miliar lebih oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. William kemudian menyindir dinas, bahwa para murid mendapatkan kaleng lem aibon sebanyak dua kaleng setiap bulan.
"Ternyata Dinas Pendidikan mensuplai dua kaleng lem aibon per murid setiap bulannya. Buat apa?" tulis William.
Akhirnya, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengklarifikasi temuan anggaran pembelian lem Aibon senilai Rp82,8 miliar. Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengaku ada kesalahan pengisian data yang dilakukan pegawai di dokumen rancangan KUA-PPAS 2020 itu.
"Ini sepertinya salah ketik, kami sedang cek ke semua komponennya untuk diperbaiki," kata Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi Nurhati saat dihubungi di Jakarta, Selasa malam (29/10), dikutip dari Antara.
Susi menyatakan, dalam usulan anggaran dinas melalui Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Kota Jakarta Barat itu, item yang diusulkan berupa kertas dan tinta saja dan menegaskan tidak ada pengajuan anggaran untuk pembelian lem aibon.
"Itu ATK, tapi kami hanya mengusulkan kertas dan tinta saja," ujarnya.
Selanjutnya, Susi mengatakan, akan menyelidiki pihak yang menginput pembelian lem sebanyak Rp82,8 miliar tersebut.
"Kami akan cek ke seluruh SDN di Jakarta Barat, kami revisi usulan anggaran itu terakhir hari Jumat (25/10) malam, dan sekarang juga akan kami cek kembali keseluruhannya," katanya.
Anies Sebut Anggaran Aneh Muncul Tiap Tahun
Setelah viral terkait anggaran pengadaan lem aibon untuk Dinas Pendidikan Jakarta Barat senilai Rp82,8 miliar, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan angkat suara. Menurutnya, kesalahan seperti itu tidak hanya terjadi di periodenya saja dan anggaran aneh selalu terjadi tiap tahun. Penyebab utama berulangnya anggaran aneh karena sistem digital tapi tidak sistem pintar, smart system.
"Saya cek, jadi tiap tahun selalu muncul angka yang aneh-aneh. Kalau sistemnya smart maka dia akan melakukan kalkulasi, kegiatan A B C D E F G, itu enggak logis kalau dilakukan dengan angka yang tidak proporsional," kata Anies, Jakarta, Rabu (30/10).
Ia menuturkan, selain sistem yang kurang maksimal, ada juga beberapa dinas yang teledor asal memasukkan komponen anggaran dengan dalih hal tersebut akan dibahas bersama dewan dalam rapat KUA-PPAS. Namun Anies menampik keteledoran seperti itu berpotensi adanya permainan anggaran jika tidak diteliti.
"Tidak. Karena dokumen itu dikeluarkan maka jadi kelihatan semua kan, itu biasanya dibahas di dewan nanti, kalau sudah pembahasan di dewan itu sudah dikeluarkan semua," ujar Anies.
(mdk/dan)