Greenpeace Meyakini Konsentrasi Paracetamol di Teluk Jakarta Meningkat Saat Pandemi
Juru Kampanye Laut Greenpeace, Arifsyah Nasution menilai temuan konsentrasi zat parasetamol di teluk Jakarta akan semakin tinggi seiring dengan penggunaan obat-obatan di masa pandemi Covid-19. Namun, asumsi ini perlu diteliti lebih lanjut oleh pemerintah.
Juru Kampanye Laut Greenpeace, Arifsyah Nasution menilai temuan konsentrasi zat paracetamol di teluk Jakarta akan semakin tinggi seiring dengan penggunaan obat-obatan di masa pandemi Covid-19. Namun, asumsi ini perlu diteliti lebih lanjut oleh pemerintah.
"Kondisi pandemi yang sudah hampir berjalan dua tahun ini berpotensi menambah persoalan, namun tetap perlu kajian lanjut," ucap Arifsyah kepada merdeka.com, Senin (4/10).
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Bagaimana dampak perang terhadap lingkungan bisa dicegah? Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan hubungan erat antara eksploitasi lingkungan dan konflik bersenjata, masyarakat internasional terus berupaya untuk mengembangkan kerangka kerja yang lebih kokoh dan tindakan pencegahan yang lebih efektif.
-
Apa yang menjadi salah satu solusi untuk kemacetan di Jakarta? Wacana Pembagian Jam Kerja Salah satu ide yang diusulkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono adalah pembagian jam masuk kerja para pekerja di Jakarta. Menurutnya, cara itu bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
-
Mengapa kemacetan di Jakarta meningkat? Syafrin juga menuturkan peringkat kemacetan DKI Jakarta mengalami kenaikan. Sebelumnya peringkat 46, kini menjadi peringkat 29.
-
Bagaimana upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan di Jakarta? Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih mengkaji rencana perubahan jam kerja di DKI Jakarta yakni masuk pada jam 08.00 WIB dan 10.00 WIB dengan harapan dapat mengurangi kemacetan hingga 50 persen.
Arif berpandangan, dugaannya tersebut mengacu dari waktu pengambilan sampel oleh peneliti di tahun 2017, di mana belum terjadi pandemi Covid-19. Jika pada tahun tersebut zat parasetamol terdeteksi di teluk Jakarta, Arifsyah meyakini kontaminasi parasetamol akan semakin tinggi di masa pandemi.
"Jadi konsentrasi dan akumulasinya sudah berjalan lama jauh sebelum pandemi menurut dugaan kami," imbuhnya.
Hal yang kemudian menjadi sorotan dan patut menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat adalah pengelolaan limbah farmasi. Dari temuan peneliti tentang kontaminasi zat parasetamol, Arifsyah mengatakan hal itu justru menunjukkan buruknya pengelolaan limbah farmasi.
Kondisi itu, kata Arif, kemudian diperparah oleh pengetahuan masyarakat yang minim tentang bagaimana pengelolaan limbah rumah tangga.
Dia juga menyebutkan, proyek reklamasi juga menyumbang atas buruknya sirkulasi air laut di Jakarta yang diyakini dapat meningkatkan konsentrasi zat parasetamol atau obat-obatan.
"Konsentrasi parasetamol yang terdeteksi tersebut, dapat menunjukkan pula proses sirkulasi dan pergantian masa air di Teluk Jakarta tidak lancar/terhambat karena berbagai proyek reklamasi yang bertahun-tahun berjalan di kawasan pesisir Jakarta."
Sebelumnya, hasil penelitian tersebut masuk dalam publikasi LIPI yang diunggah pada 14 Juli 2021 melalui laman resminya lipi.go.id, terkait tingginya konsentrasi paracetamol di Teluk Jakarta, dengan judul: High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia.
Peneliti tersebut di antaranya Wulan Koagouw dan Zainal Arifin. Keduanya dari dari Pusat Penelitian Oceanografi itu menemukan dari empat titik yang diteliti di Teluk Jakarta, dua di antaranya, yakni di Angke terdeteksi memiliki kandungan paracetamol sebesar 610 nanogram per liter dan di Ancol mencapai 420 nanogram per liter.
Sementara itu, berdasarkan lampiran VIII PP Nomor 22 Tahun 2021, parameter baku mutu air laut mencapai 38 jenis yakni warna, kecerahan, kekeruhan, kebauan, padatan tersuspensi total dan sampah.
Kemudian, suhu, lapisan minyak, pH, salinitas, oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biokimia, ammonia, ortofosfat, nitrat, sianida, sulfida, hidrokarbon petroleum total, senyawa fenol total, poliaromatik hidrokarbon, poliklor bifenil, surfaktan, minyak dan lemak.
Selanjutnya, pestisida (BHC, aldrin/dieldrin, chlordane, DDT, heptachlor, lindane, methoxy-chlor, endrin dan toxaphan), tri buti tin, raksa, kromium heksavalen, arsen, cadmium, tembaga, timbal, seng, nikel, fecal coliform, coliform total, pathogen, fitoplankton dan radioaktivitas.
Baca juga:
BRIN: Kontaminasi Zat Paracetamol di Laut Berdampak Rusaknya Reproduksi Kerang
Peneliti BRIN Sebut Limbah Paracetamol Ditemukan di Brebes, Tapi Tak Setinggi DKI
BRIN soal Paracetamol Cemari Teluk Jakarta: Saya Belum Lihat Efeknya pada Manusia
Telusuri Sumber Pencemaran Parasetamol, Dinas LH Uji Sampel Air Teluk Jakarta
BRIN Beberkan Kemungkinan Sumber Kandungan Parasetamol di Perairan Teluk Jakarta