Ini bukti yang dibeberkan Ahok pembelian Sumber Waras sesuai aturan
Kasus ini sudah sampai penyelidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, kini dibuat pusing terkait audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut dirinya diduga melakukan mark up pembelian lahan RS Sumber Waras. Ahok, sapaan Basuki, memastikan dirinya telah membeli lahan seluas 3,6 hektare dengan harga Rp 755.689.550.000 telah sesuai NJOP.
Meski Ahok telah membantah, BPK tetap yakin telah terjadi kerugian negara akibat nilai beli yang terlalu tinggi. Memastikan temuan mereka soal mark up tersebut, BPK sampai menyerahkan hasil audit mereka ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam laporan mereka ke BPK, ada delapan poin dugaan mark up yang ditemukan. Atas laporan BPK tersebut, KPK berjanji akan menindaklanjuti dan siap memanggil mereka yang terkait dalam pembelian lahan tersebut termasuk Ahok.
Sikap tegas membuat Ahok tetap ngotot memastikan apa yang dilakukannya sudah sesuai prosedur. Lalu seperti apa bukti yang dimiliki Ahok hingga dirinya yakin tak melakukan mark up dalam pembelian lahan RS Sumber Waras, berikut data yang didapat merdeka.com:
Baca juga:
Dulu BPK, kini KPK dilawan Ahok soal audit Sumber waras
Ahok merasa dikriminalisasi, KPK sebut 'tak pernah ada istilah itu'
Prabowo: Ahok jangan suudzon ke KPK
KPK pertanyakan logika berpikir Ahok yang ngaku dikriminalisasi
Ini penjelasan Ruki soal pimpinan KPK batalkan Ahok jadi pembicara
-
Bagaimana Karen Agustiawan melakukan korupsi? Firli menyebut, Karen kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat. Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
-
Apa yang membuat Ahok heran tentang para koruptor? Dia menyoroti hukum dan sanksi para koruptor. Saking lemahnya hukum, Ahok heran melihat bekas tahanan koruptor yang justru semakin kaya. Beberapa di antaranya bahkan tak segan pamer kekayaan.
-
Apa kata bijak Soeharto tentang korupsi? Di dunia ini tidak ada yang membenarkan korupsi. Tidak ada. Dalam pengertian yang sebenarnya, tidak akan ada yang membenarkan korupsi itu.
-
Apa isi pemberitaan yang menyebutkan Prabowo Subianto terlibat dugaan korupsi? Prabowo terlibat dugaan korupsi dan penyuapan senilai USD 55,4 juta menurut isi pemberitaan tersebut dalam pembelian pesawat jet tempur Mirage bekas dengan pemerintah Qatar. Uang ini disebut yang dijadikan modal Prabowo dalam melenggang ke pilpres 2014.
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Siapa yang dibunuh karena memberitakan korupsi? Herliyanto adalah seorang wartawan lepas di Tabloid Delta Pos Sidoarjo. Dia ditemukan tewas pada 29 April 2006 di hutan jati Desa Taroka, Probolinggo, Jawa Timur. Herliyanto diduga dibunuh usai meliput dan memberitakan kasus korupsi anggaran pembangunan di Desa Tulupari, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo.
Sertifikat BPN sebut lahan Sumber Waras di Jalan Kiai Tapa
Dalam auditnya, BPK menegaskan lahan seluas 3,6 hektare yang diberi Ahok menghadap ke Jalan Tomang Raya, Jakarta Barat.
Dinas Pelayanan Pajak sebut NJOP lahan Sumber Waras Jl Kian Tapa Rp 20 juta
BPK menyebut harga lahan Sumber Waras di Jalan Tomang Raya hanya Rp 7 juta per meter persegi.
Tapi dalam pengajuan penawaran Yayasan Kesehatan Sumber Waras tanggal 22 Oktober 2014, untuk lahan di Jl Kiai Tapa no 1 Rp 20.755.000 per meter persegi. Dengan harga bangunan Rp 25 miliar. Penawaran itu ditandatangani Ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras, Kartini Muljadi dan Bendahara Stefanus Hedianto Karnadi.
Pimpinan DPRD DKI mengetahui rencana pembelian lahan Sumber Waras
Ahok memastikan pembelian lahan RS Sumber Waras diketahui pimpinan DPRD DKI. Dalam nota kesepakatan antara Pemprov DKI dan DPRD DKI no 26 tahun 2014 tentang prioritas dan plafon anggaran perubahan APBD 2014, memang ada pembahasan tentang peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dengan membeli sebagian lahan milik Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras untuk dibangun rumah sakit jantung dan kanker.
Tujuan pembelian itu untuk peningkatan pencapaian target RPJMD. Pengajuan itu disetujui Ahok dan pimpinan DPRD pada 14 Juli 2014.
Yayasan memilih DKI daripada PT Ciputra Karya Unggul untuk beli lahan
Sebelum DKI, lahan Sumber Waras lebih dulu dilirik PT Ciputra Karya Unggul. Yayasan pun sempat setuju menjual lahan yang tadinya akan dijadikan Wisma Susun.
Tapi dalam perjalanannya, yayasan mengetahui Ciputra Karya Unggul saat itu belum dapat memperoleh izin dari instansi yang berwenang untuk perubahan peruntukan Tanah HGB 2878.
Di surat yang kirimkan pihak yayasan pada 7 Juli 2014 untuk Ahok, mengatakan saat itu belum berminat menanggapi tawaran DKI. Tapi surat berikutnya pada 27 Juni 2014, yayasan kembali melayangkan surat tentang harga kisaran terkait lahan yang dilirik PT Ciputra Karya Unggul.
Pada 8 Agustus lewat kepala Bappeda DKI, Andi Baso, saat itu, meminta yayasan menyelesaikan dulu persoalan dengan Ciputra Karya Unggul sebelum menjual lahannya pada DKI. Surat itu dikirimkan pada 8 Agustus 2014.
Setelah melengkapi berbagai syarat yang harus disiapkan, akhirnya pada Rabu 10 Desember 2014 jam 15,30 WIB bertempat di Dinas Kesehatan DKI Jakarta disepakati harga pembelian Tanah Yayasan Kesehatan Sumber Waras di Jl Kiai Tapa no 1.
Dalam berita acara kesepakatan harga bernomor 4509 tahun 2014, ikut bertanda tangan mantan Kepala Dinas Kesehatan, Dien Emmawati, Ketua Pengurus Yayasan Sumber Waras, Kartini Muljadi, Lurah Tomang Lila Istinah dan Camat Petamburan Denny Ramdany.
Kemudian pada tanggal 17 Desember 2014, pihak yayasan membuat akta pelepasan hak dan membuat pernyataan tidak keberatan atas akses jalan menuju tanah tersebut menjadi jalan bersama antara yayasan dan Pemprov DKI yang dikirimkan pada 29 Desember 2014.