Perda DKI Soal Denda Tolak Vaksin Digugat ke MA, Ini Respons DPRD
Taufik berpendapat penularan Covid-19 akan terus terjadi dan sulit terkendali bila seseorang menolak vaksin. Apalagi, katanya, pemerintah sudah memberi keringanan tidak membebankan biaya alias gratis.
Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta yang mengatur sanksi pidana dan denda bila menolak vaksinasi Covid-19, digugat ke Mahkamah Agung (MA). Aturan tersebut dianggap melanggar hak asasi manusia.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Mohammad Taufik, menilai vaksinasi menjadi salah satu cara utama menekan penularan Covid-19. Tetapi andai kata masyarakat tak sepakat hingga mengajukan gugatan ke MA, dia tak mempermasalahkannya.
-
Kapan vaksin DBD diberikan? Dengvaxia diberikan dalam tiga dosis yang disuntikkan secara terpisah selama 12 bulan.
-
Kapan PDRI dibentuk? Walaupun secara resmi radiogram Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:
-
Apa itu DPK? DPK adalah singkatan dari Daftar Pemilih Khusus. DPK adalah daftar pemilih yang memiliki identitas kependudukan tetapi belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
-
Bagaimana cara Pemprov DKI Jakarta menangani kasus DBD? Heru menyampaikan, Dinas Kesehatan (Dinkes) telah menangani kasus DBD yang cenderung meningkat dengan melakukan fogging atau tindakan pengasapan dengan bahan pestisida yang bertujuan membunuh nyamuk khususnya pembawa (vektor) penyakit DBD.
-
Di mana PDRI didirikan? Berawal dari Agresi Militer Belanda Kedua pada 19 Desember 1948, PDRI pun didirikan di Sumbar.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
"Sebenarnya begini bahwa pemerintah menginginkan masyarakat sehat, itu latar belakangnya," kata Taufik di Jakarta, Jumat (18/12).
Taufik berpendapat penularan Covid-19 akan terus terjadi dan sulit terkendali bila seseorang menolak vaksin. Apalagi, katanya, pemerintah sudah memberi keringanan tidak membebankan biaya alias gratis.
"Kalau orang suruh sehat kan vaksinnya gratis, kecuali vaksinnya beli. Kalau dia sehat, dia enggak mau (vaksin) wajar saja, kalau kita kasih punishment lah, karena berpotensi untuk bisa menularkan pada yang lain," sambungnya.
Seperti diketahui, Perda tersebut digugat seseorang bernama Viktor Santoso Tandiasa.
"Terhadap frasa 'dan/atau vaksinasi Covid-19' bertentangan dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019," ujar Viktor, sebagai pemohon, Jumat (18/12).
Selain itu, Viktor beserta tiga advokat pemohon lainnya Happy Hayati Helmi, Yohanes Mahatma Pambudianto dan Arief Triono, menjelaskan alasan mengajukan uji materi atas Perda tersebut karena hingga saat ini belum ada hasil uji klinis vaksin Sinovac. Vaksin yang diproyeksikan akan disuntikkan secara masal di Indonesia 2021.
"Kita hanya minta frasa dan atau vaksinasi Covid-19. Karena upaya vaksin ini pilihan. Ada beberapa yang kita lihat, pertama vaksin itu tidak menjamin, kedua, kita tahu vaksin yang ada dari Sinovac. Persoalannya sekarang berita terkahir bahwa China sendiri tidak menggunakan Sinovac dan mereka mengambil dari luar Pfizer," tukasnya.
Viktor menambahkan, jika Perda ini tetap dilanjutkan dan warga menolak dilakukan vaksin maka akan didenda per orang Rp 5 juta. Jika satu keluarga terdiri dari 2 atau lebih, denda yang akan diterima akan semakin besar. Hal ini yang menjadi sorotan Viktor dan kawan-kawan mengingat hasil klinis Sinovac belum menemukan titik terang.
"Paksaan vaksinasi Covid-19 bagi pemohon tentunya tidak memberikan pilihan bagi pemohon untuk dapat menolak vaksinasi Covid-19, karena bermuatan sanksi pidana denda Rp 5 juta," tuturnya.
Viktor mengutip pernyataan Menteri Kesehatan bahwa perlindungan utama untuk mencegah dan menekan penularan Covid-19 yaitu disiplin menerapkan protokol kesehatan. Sementara vaksin, merupakan upaya lapis kedua.
"Pertahanan utama yang harus dijalankan oleh masyarkat adalah Protokol 3M artinya setiap warga masyarakat seharusnya memiliki kebebasan untuk menentukan menjalankan protokol 3M secara tertib atau melakukan vaksinasi Covid-19."
Isi Perda yang Digugat
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Penanggulangan Covid-19 di Jakarta. Perda Nomor 2 Tahun 2020 terdiri dari 11 bab.
Bab 10 mengatur tentang pidana. Ada empat pasal bentuk pidana yang diatur dalam Perda tersebut, di antaranya masyarakat yang sengaja mengambil paksa jenazah berstatus positif Covid-19 atau probable.
Pasal 31 ayat 1 "setiap orang dengan sengaja tanpa izin membawa jenazah yang berstatus probable atau konfirmasi yang berada di fasilitas kesehatan, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5,000,000," demikian isi ayat yang dikutip pada Jumat (20/11).
Pidana denda diperberat apabila orang yang mengambil paksa jenazah turut melakukan tindakan kekerasan.
"Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disertai dengan ancaman dan atau kekerasan dipidana dengan tindak pidana denda paling banyak sebesar Rp 7,000,000."
Selain itu Pemprov juga akan menjatuhkan pidana denda bagi orang yang dengan sengaja menolak dilakukan tes PCR ataupun menolak vaksinasi Covid-19. Denda tersebut diatur dalam pasal 29 dan 30.
Pasal 29 berbunyi "setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan tes PCR dan atau pemeriksaan penunjang yang diselenggarakan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5,000,000."
Pasal 30 "setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan atau vaksinasi Covid-19 dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5,000,000."