Sampah Jakarta Bikin Resah
Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, produksi sampah di Jakarta meningkat setiap tahunnya. Saat ini berada di angka 7000 ton lebih setiap hari.
Jakarta selalu punya cerita. Ragam masalah ada di dalamnya. Seolah menjadi nasibnya sebagai ibu kota Indonesia.
Mulai dari kemacetan menyiksa setiap harinya. Kehidupan sosial tidak merata. Ditambah persoalan sampah membikin resah.
-
Apa yang dilakukan Syahrini di Jakarta? Tidak ada perubahan, Syahrini selalu terlihat anggun dan menenangkan sekali.
-
Kenapa Jogja sekarang darurat sampah? Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan masih ditutup dan akan terus berlangsung dalam beberapa hari ke depan.
-
Siapa Jhony Saputra? Merupakan Pengusaha Muda Jhony Saputra, yang disebut sebagai pengusaha muda berkecukupan, menjabat sebagai komisaris utama di PT Jhonlin Argo Raya (JARR), sebuah perusahaan yang tergabung dalam Jhonlin Group milik Haji Isam.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, produksi sampah di Jakarta mencapai 7000 ton lebih setiap hari. Semua bermuara ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Kota Bekasi.
Jumlah ini bikin ngeri. Apalagi jika tak ada solusi berarti. Siap-siap saja Bantargebang menutup diri.
"7.800 ton yang masuk Bantargebang. Kalau tambah 10 persen yang terkelola dengan baik di sumber seperti dipilah atau di bank sampah, maka total timbulan sampah lebih kurang 8.000 ton," kata Kepala Unit Tempat Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, saat berbincang dengan merdeka.com, akhir pekan lalu di kantornya.
Mayoritas sampah dihasilkan warga Jakarta tidak berbeda dengan daerah lainnya. Sampah organik berada di angka 55-60 persen. Saat diambil petugas, sampah dalam keadaan tercampur organik dan nonorganik. Tidak ada proses pemilahan.
"Kesulitan pengelolaan di Jakarta itu adalah sampah tidak pernah berkurang dari tahun ke tahun, justru selalu naik. Kita juga kewalahan," kata Asep.
Pada tahun 2013, sampah Jakarta masuk ke Bantargebang berjumlah 5.600 ton per hari. Lalu meningkat menjadi 5.664 ton pada 2014. Di tahun 2015 menjadi 6.400 ton. Kemudian 2016 menjadi 6.500 ton dan 2017 sebanyak 6.875 ton. Terus meningkat di 2018 menjadi 7.500 ton dan saat ini pertengahan 2019 di angka 7.800.
Terus meningkatnya produksi sampah di Jakarta sayangnya tak dibarengi dengan pengelolaan maksimal. Hal itu diakui Asep.
Masyarakat belum teredukasi secara baik manfaat pilah sampah. Sampah bernilai ekonomis seperti plastik atau wadah makanan justru digabungkan dengan sampah rumah tangga. Kondisi tersebut membuat nilai jual sampah plastik menjadi hilang. Akhirnya, semua berakhir di Bantargebang.
Sebab lainnya, keberadaan bank sampah di permukiman warga masih sangat minim. Padahal keberadaan bank sampah sangat membantu proses pilah sampah dari rumah tangga yang dibawa petugas. Semakin minim proses pilah dilakukan, maka semakin banyak sampah dihasilkan dan bermuara di Bantargebang.
Belum lagi sampah sumbangan kawasan mandiri seperti mal, apartemen dan hotel. Seharusnya, mengacu pada Perda Nomor 3 tahun 2013 tentang Pengolahan Sampah, semua pemilik kawasan mandiri wajib mengolah sampahnya sendiri. Fakta saat ini, kawasan mandiri baru sebatas mengangkut sampah bekerja sama dengan pihak swasta. Pembuangan akhirnya, tetap di Bantergebang.
"Dari ribuan jumlah kawasan, baru 649 kawasan mandiri yang mengangkut sampah sendiri dengan gandeng swasta, namun belum mengolah sampah sendiri. Nantinya kita paksa supaya kawasan-kawasan itu mau melakukan itu. Kita juga menyiapkan aturan semisal kita akan cegat ke perizinan pembangunan hingga pengurusan izin domisili, kalau dia tidak kelola sampah. Izin-izin itu akan kita tunda sampai mereka kelola sampahnya sendiri," kata Asep.
Sampah tak terbendung membuat kondisi TPST Bantergebang kian sempit. Hampir tak ada lagi titik untuk menampung sampah warga Jakarta. Kapasitas awal 40 juta ton sampah terus menyusut. Hingga kini tersisa 10 juta ton.
"Kami sudah mulai sounding kapasitas maksimum Bantargebang itu dari 2 tahun lalu. Bahwa kapastias maksimum Bantargebang itu tinggal di 2021. Kapasitas maksimumnya adalah 40 juta ton, sekarang sudah hampir 30 juta ton, dan sisanya adalah 10 juta ton," tegas dia.
"Tapi, masyarakat Jakarta ini terlalu terlena. Sehari tidak diangkat mereka diam, dua hari mereka ribut, tiga hari mereka lapor ke. Semudah itu masyarakat Jakarta," sambung pria berkacamata ini
Padahal, kata Asep, penggambaran kondisi itu sebenarnya sebagai cambuk. Agar semua pihak terus peduli menyikapi persoalan sampah ibu kota.
"Kuncinya ada di masyarakat, kalau sampah organik dan non-organik terpisah dan kemudian bisa dikelola secara baik, Bantargebang enggak akan mennjadi beban lagi. Masalah sampah di Jakarta, di Indonesia umumnya, adalah karena sampahnya masih tercampur hingga tidak bisa dimanfaatkan oleh industri daur ulang kita," katanya.
Sembari itu, Pemprov DKI terus utar otak mencari solusi untuk mengatasi kondisi Bantargebang. Namun di balik upaya itu, kesadaran masyarakat hal utama memerangi sampah.
"Kurang awarenya kita terhadap sampah akhirnya menimbulkan gejolak biaya penanggulangan sampah yang tinggi. Tahun ini saja anggarannya mencapai Rp 3,781 triliun. Padahal cara kurangi sampah tidak susah, asalkan mau melakukan pilah sampah organik dan non-organik," katanya.
Baca juga:
Melihat Tempat Pengepulan Sampah Elektronik Ibu Kota
Pasukan Oranye Bersihkan Sampah Plastik di Kali Pasar Baru
Bantah Anies Baswedan, Djarot Tegaskan Era Ahok Mau Bangun ITF di Sunter
Pemprov DKI Targetkan 4 ITF Selesai 2022
Sepanjang 2019, Pemprov DKI Proses 1 Ton Sampah Elektronik
Kebakaran di TPA Burangkeng Bekasi, 1 Desa Diselimuti Kabut Asap
Cuitan Anggota TPPU Anies Dinilai Serang Pribadi Risma, Pemkot Kaji Upaya Hukum