Selain Masalah Sosial, Camat Sebut Tawuran Warga di Manggarai Faktor Budaya
Camat Tebet, Dyan, menambahkan menuntaskan persoalan tawuran menjadi tugas berat karena dihadapkan pada terbatasnya lapangan pekerjaan dan masyarakat yang tidak memiliki keterampilan.
Tawuran antarwarga berulang kali terjadi di Manggarai. Terakhir, pada Selasa (29/10) malam kemarin hingga mengganggu perjalanan kereta rel listrik (KRL) commuter line.
Camat Tebet, Dyan Airlangga, melihat sejumlah faktor di balik tawuran warga yang berulang kali terjadi di kawasan Manggarai.
-
Di mana contoh tempat wisata hutan mangrove di Jakarta? Di Indonesia, ada banyak hutan mangrove yang saat ini dijadikan tempat wisata alam. Salah satunya di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
-
Kapan Pasar Wisata Tawangmangu diresmikan? Pada tanggal 8 Maret 2009, bangunan baru Pasar Wisata Tawangmangu diresmikan.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Dimana saja tempat yang dikunjungi dalam kegiatan 'Wara-wiri Mengajar' di Tangerang? Beberapa tempat yang dikunjungi tentunya memiliki nilai sejarah yang kuat seperti Taman Makam Pahlawan Taruna, Stadion Benteng Reborn, Klenteng Boen Tek Bio, Makam Kalipasir serta kawasan Pasar Lama Tangerang.
-
Siapa saja yang diajak untuk mengikuti kegiatan 'Wara-wiri Mengajar' di Tangerang? Komunitas Wara-wiri Mengajar akan mengajak siapapun, khususnya generasi milenial agar mengenal seluk-beluk Kota Tangerang di masa silam.
-
Apa tujuan utama dari kegiatan 'Wara-wiri Mengajar' di Kota Tangerang? Komunitas Wara-wiri Mengajar memiliki misi ingin membumikan sejarah di Kota Tangerang.
"Sebenarnya masalah utamanya adalah masalah sosial," kata Dyan Airlangga saat dikonfirmasi di Jakarta. Demikian dikutip dari Rabu, (30/10).
Menurutnya, pelaku tawuran anak-anak usia muda potensial tapi tidak memiliki kesempatan, dalam artian putus sekolah (SMP dan SMA) tidak memiliki keahlian.
"Selain sosial ditambah lagi faktor budaya," kata Dyan.
Faktor budaya yang dimaksudkan Dyan adalah tradisi tawuran sudah dilakukan turun-temurun dari abang-abang sebelumnya.
"Bahwa abang-abang mereka dulu seperti itu, dan merekapun begitu jadi seperti itu (tawuran)," katanya.
Dyan menyebutkan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengentaskan permasalahan sosial tersebut adalah lewat kegiatan pelatihan kerja.
Pelatihan kerja ini bekerjasama dengan Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan dan Dinas Tenaga Kerja Pemprov DKI Jakarta dengan mengirim sejumlah pemuda untuk mengikuti pelatihan secara gratis.
"Melatih mereka memiliki skill melalui pelatihan seperti yang ada di Sudin tenaga kerja dan balai tenaga kerja, mudah-mudahan mereka punya keahlian untuk melakukan aktivitas positif," kata Dyan.
Selain mengikuti pelatihan, upaya lain adalah menyalurkan para remaja yang tidak memiliki keahlian tersebut sebagai tenaga kontrak Pemprov DKI Jakarta seperti Petugas Penanganan Prasaran dan Sarana Umum (PPSU) atau tenaga di Bina Marga Sumber Daya Air dan Kehutanan.
Menurut dia, setiap tahun Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan (PJLP) menerima tenaga kerja tanpa keterampilan yang membutuhkan keterampilan fisik saja.
"Nah kita coba salurkan ke sana jadi mereka ada aktivitas," katanya.
Dyan mengakui, langkah ini belum terlalu banyak bisa menyerap tenaga kerja dari kelompok masyarakat yang kurang produktif tersebut. Hanya mampu menyediakan lima sampai 10 orang saja.
Tetapi dia optimistis, kalau terus dilakukan melatih keterampilan anak-anak di kawasan Manggarai tersebut maka tawuran bisa dicegah.
Menurut dia, tawuran terjadi karena para pemuda tersebut tidak memiliki aktivitas yang lain dikarenakan persoalan sosial tadi, dengan pelatihan yang diberikan diharapkan mereka memiliki keahlian memperbaiki ponsel dan AC sehingga disibukkan dengan pekerjaannya tidak lagi turun ke jalan untuk tawuran.
"Untuk itu program ini kita prioritaskan mereka yang dituakan oleh mereka (senior)," katanya.
Dyan menambahkan, menuntaskan persoalan tawuran menjadi tugas berat karena dihadapkan pada terbatasnya lapangan pekerjaan dan masyarakat yang tidak memiliki keterampilan.
Berkaca pada kejadian tawuran Manggarai bulan September 2019 lalu, sekitar 200-300 pelaku tawuran yang ada di Manggarai adalah remaja usia produktif antara 15 sampai 25 tahun yang tidak memiliki keahlian dan putus sekolah.
Dia menyebutkan sebagian besar kepala keluarga di wilayah Manggarai berprofesi sebagai pekerja serabutan.
Kondisi ini lanjut dia, menyebabkan para pemuda di wilayah tersebut tidak memiliki aktivitas rutin sehingga mengaktualisasikan diri melalui media sosial.
"Di media sosial mereka saling sahut-sahutan dan menentukan waktu untuk tawuran, biasanya diawali dengan membakar petasan dua kali itu tanda untuk main (tawuran), biasanya seperti itu," kata Dyan.
Baca juga:
Cegah Tawuran Warga, Polisi Bakal Potong Tumpeng di Manggarai
Sempat Terganggu Akibat Tawuran Warga di Manggarai, Perjalanan KRL Sudah Normal
Imbas Tawuran Manggarai, Penumpang Menumpuk di Stasiun Sudirman
Tawuran Manggarai Dipicu Saling Ejek di Media Sosial
Ada Tawuran di Manggarai, Perjalanan KRL Kembali Terganggu
Ada Transaksi Narkoba saat Tawuran Manggarai
Gubernur Anies Cari Cara Cegah Tawuran Antar Warga